Saya sangat kehilangan. Ia sudah mendampingi saya selama 63 tahun. Ia selalu mendukung kegiatan saya sebagai wartawan, termasuk ketika koran saya ditutup,” ujar wartawan senior Rosihan Anwar mengenang mendiang istrinya, Hj Zuraida Rosihan Anwar, seusai pemakaman sang istri di TPU Karet, Jakarta.
Zuraida meninggal pada Minggu (5/9) pukul 09.27 di rumahnya di kawasan Menteng, Jakarta, dalam usia 87 tahun. Bersama Rosihan, Zuraida dikaruniai tiga anak, yakni Aida Fatia, Omar Luthfi, dan Naila, serta enam cucu.
Saat jenazah disemayamkan di rumah duka, hadir sejumlah pejabat dan mantan pejabat, antara lain Wakil Presiden periode 2004-2009 Jusuf Kalla dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Selanjutnya Zuraida dimakamkan di TPU Karet selepas ashar. Di pemakaman, selain keluarga dan kerabat, juga hadir sejumlah tokoh, antara lain politisi Eros Djarot dan aktris Jajang C Noer. Rosihan tampak tegar meskipun sesekali tak mampu menahan tangis.
Rosihan bercerita, Minggu pagi semuanya berjalan seperti biasa. Zuraida yang sudah tua bangun pagi seperti biasa lalu minum kopi ditemani Rosihan yang berpuasa. Menurut Rosihan, Zuraida tampak sehat seperti biasa dan tidak ada keluhan penyakit.
Rosihan lalu pergi ke kamar mandi sebentar dan saat itulah sang istri jatuh dari kursi rodanya. ”Ibu jatuh 1 meter tidak jauh dari kursi rodanya. Ibu tertelungkup di lantai. Lalu kami angkat ke kamar tidur. Saya masih sempat mendengar napasnya hingga kemudian dia pergi selamanya,” ujar lelaki yang berusia 88 tahun tersebut.
”Sebelum meninggal, ia memang sering mengatakan, kalau meninggal, inginnya meninggal begitu saja, tidak menderita sakit terlebih dahulu,” kata Rosihan. Ternyata, sang istri memang pergi begitu saja, tanpa didahului sakit parah, juga tanpa firasat.
Saat bercerita tentang kenangan bersama istrinya, Rosihan kembali tak kuasa menahan tangis. ”Ibu itu seperti kepala rumah tangga. Ia melayani dan melindungi semua anggota keluarga. Tak hanya mengatur seluruh kebutuhan rumah tangga, ia juga membimbing saya. Pendapatnya sering saya ikuti dan ternyata selalu membawa kebaikan. Satu yang saya ingat, ia melarang saya saat diminta Presiden Soeharto menjadi duta besar di Vietnam,” katanya.
Zuraida, menurut Rosihan, juga tak kalah dalam urusan jurnalistik dan perkembangan berita dari dirinya. Zuraida, yang bekas penyiar RRI, pada hari tuanya setiap pagi selalu melahap habis sejumlah koran nasional, termasuk Kompas. Rosihan sendiri mengaku hanya sesekali membaca koran.
Rosihan mengatakan, sesekali dia akan tetap menulis meskipun frekuensinya amat jarang. ”Yang masih sering diminta dari saya adalah menulis obituari,” katanya. Apakah akan menulis obituari tentang mendiang istrinya? ”Lihat nanti saja,” katanya.
”Saya tidak pernah menulis tentang istri saya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, saya selalu menyampaikan, orang yang berjasa besar dalam hidup saya adalah istri saya,” katanya.
(FAJ)http://cetak.kompas.com/read/
0 komentar:
Posting Komentar