Oleh Sholeh Hayat
MOMENTUM tahunan dalam bentuk merayakan hari raya Idul Fitri merupakan acara kultural masyarakat Indonesia. Ia disambut penuh ceria, puasanya berkah, dan jati dirinya kembali ke fitrah.
Tidak banyak yang berpikir bagaimana proses penentuan untuk ''berhari raya'' itu. Apakah proses tersebut akan berakhir dengan hari raya yang sama atau beda. Apalagi, ada penganut paham rukyat atau hanya berhisab an sich. Antara keduanya suatu saat bisa bertemu atau sepakat berbeda. Mereka punya masyarakat sendiri yang fanatik.
Misalnya, masyarakat Purwosari, Pasuruan, dalam mengawali Ramadan memilih hari Selasa, 10 Agustus 2010. Padahal, jumhur Islam menetapkan Rabu, 11 Agustus 2010. Selain itu, ada masyarakat Dusun Kapas, Peterongan, Jombang, dan masyarakat Leces, Probolinggo, dengan metode Aboge yang mengawali Ramadan pada Kamis, 12 Agustus 2010, dan membuat maklumat akan berhari raya pada Sabtu, 11 September 2010.
Itulah realitas perbedaan paham dan ijtihad yang berkembang di masyarakat. Bisa jadi, fenomena tersebut merupakan bentuk demokratisasi ijtihad dalam Islam. Kaya alternatif dan saling memahami.
Bagaimana semestinya ''penentuan'' hari raya Idul Fitri tahun ini? Inilah kajian menarik pada akhir Ramadan ini. Apakah terbawa arus paham masyarakat Purwosari, Leces, atau Peterongan? Atau, akan ikut arus paham mayoritas ''hisab memandu rukyat'' menuju istikmalisasi Ramadan.
Dalam menentukan hari raya Idul Fitri, kata kuncinya ada pada kalimat ''jam berapa terjadinya ijtimak antara matahari dan bumi''. Sebuah peristiwa astronomi bertemunya sang surya dengan bumi pada bujur ekliptika dalam satu jajaran garis lurus, atau para santri bilang ''Ijtima'an Nayyirain'' atau '''Dawairul Buruj''.
Peristiwa ''Ijtima'an Nayyirain'' pada jam yang mirip dengan tahun ini dan mengistikmalkan umur Ramadan menjadi 30 hari, antara lain, ijtimak akhir Ramadan pada Selasa Legi 14 September 1977 pada pukul 16.21 atau ijtimak akhir Ramadan 29 September 2008 pukul 15.13 yang bermuara pada kebersamaan 1 Syawal dengan status istikmal full Ramadan. Atau, peristiwa ijtimak akhir Ramadan pada Rabu, 1 Maret 1995, pukul 18.12 dan hari raya Idul Fitri dapat dirayakan bersama-sama.
Bila dimungkinkan ijtimak akhir Ramadan ini dilakukan secara istikmal 30 hari, adakah pada zaman Rasulullah hal itu pernah dilakukan? Kitab Majmu'an Nawawi juz 6 sholifah 283 mengungkap hadis dari Siti Aisyah bahwa puasa 29 hari lebih sering saya lakukan bersama Rasulullah daripada puasa 30 hari. Demikian juga dalam kitab I'anatut Tholibin juz 2 halaman 217 dipaparkan, Rasulullah saat berada di Madinah selama 10 tahun berpuasa Ramadan 29 hari sebanyak sembilan kali.
Astronom Moedji Raharjo dalam kajian ilmiahnya menyatakan, Rasulullah telah berpuasa Ramadan di Madinah selama sembilan kali dan tiga kali berpuasa selama 30 hari atas dasar istikmal, yaitu 25 Februari 624 M, 14 Januari 672 M, dan 11 Desember 630 M.
Apakah ijtimak yang dihitung secara astronomis senantiasa akurat? Kembali kepada kualitas manusianya: bisa benar dan ada kalanya meleset. Misalnya, peristiwa langka dalam dunia astronomi adalah hitungan ijtimak pada 1 Januari 1976 di Ukraina pukul 18.20. Ternyata, 31 Desember 1975, hilal sudah muncul 2 derajat 20 menit di atas ufuk lebih dahulu. Atau, hitungan ijtimak untuk menentukan 1 Rajab terjadi pada 14 Mei 1980 pukul 19.00. Ternyata, hilal muncul juga setinggi 11 derajat pada malam itu.
***
Lalu, bagaimana hitungan ijtimak hisab lintas paham untuk 1 Syawal tahun ini? Rapat Kerja Badan Hisab Rukyat Jawa Timur pada 9 Juli 2010 di Kemenagwil Jawa Timur dihadiri para ulama ahli hisab dan astronom atas dasar 20 kitab dan sistem astronomi. Menurut kitab hisab haqiqi taghribi: Sullamun Nayyirain, Fathor Rouf Al manan, Risalatul Qomarain, dan Qowaidul Falakiyah, ijtimak akhir Ramadan terjadi pada Rabu 8 September pukul 17.16-18.04 dan irtifa' hilal -0o 29' sampai -03o 1'. Dengan demikian, 1 Syawal jatuh pada Jumat, 10 September 2010.
Menurut rujukan hisab haqiqi bit tahqiq: Isyadul Murid, Khulasoh Wafiah, Badi'atul Mitsal, Nurul Anwar, ijtimak akhir Ramadan terjadi pada Rabu 8 September 2010 pukul 17.25-17.56, irtifa' hilal -1o 21 sampai -1o 56 dan disimpulkan bahwa umur Ramadan diistikmalkan 30 hari dan 1 Syawal jatuh pada Jumat 10 September 2010.
Menurut rujukan sistem hisab kontemporer Jean Meeus, Almanak Nautika, Ephimiris hisab rukyat bahwa ijtimak akhir Ramadan terjadi pada Rabu, 8 September 2010, pukul 17.14-17.30 dan ketinggian hilal masih di bawah ufuk -02o 17' sampai -02o 33', maka dilakukan istikmalisasi Ramadan menjadi genap 30 hari dan 1 Syawal 1431 dilaksanakan Jumat 10 September 2010.
Bagi yang menganut rujukan hisab haqiqi bit tahqiq dan kontemporer yang menganggap hasil hisab sudah final, 1 Syawal ditetapkan 10 September 2010. Sedangkan yang secara teguh berpegang pada hadis ''waaftiru liru'yatihi'' atau dasar hisab hiqiqi tagribi akan melakukan rukyatulhilal sebagai prinsip amanah syariah bahwa hisab dipakai sebagai pemandu arah untuk melakukan rukyat atau istikmalisasi bir rukyat untuk mengakhiri Ramadan sambil menanti hasil rukyat dan sidang isbat Kemenag RI pada Rabu 8 September 2010 seusai magrib.
*) H Sholeh Hayat SH, ketua PW NU Jawa Timur/anggota Badan Hisab dan Rukyat Kanwil Kemenag Jawa Timur
http://jawapos.co.id/halaman/
0 komentar:
Posting Komentar