BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Distribusi Suara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Panggung Politik

Distribusi Suara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Panggung Politik

Written By gusdurian on Senin, 13 September 2010 | 13.06


PAN Kehilangan Tokoh, PKB Terbelit Konflik

Lembaga Survei Indonesia (LSI) kembali membeberkan survei terkait basis tradisional dalam panggung politik nasional. Massa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah itu tidak mengarah ke partai politik tertentu secara signifikan.

---

PKB dan PAN, partai yang yang sering dikaitkan dengan dua ormas keagaamaan itu, belum bisa mengoptimalkan basis pemilih tradisionalnya. PKB yang secara kultural lahir dari lingkaran NU ternyata tidak mampu memaksimalkan potensi suara kaum nahdliyin. Begitu juga halnya dengan PAN yang lahir dari tangan para aktivis Muhammadiyah.

''Dua partai itu mengalami loosing grown, kehilangan basis atau akar pemilih tradisionalnya. Mayoritas suaranya tergerus ke Partai Demokrat,'' kata peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi di Jakarta kemarin. Dalam pemilu lalu, PAN berada di urutan kelima dengan meraih 6,01 persen suara dan PKB menempati urutan ketujuh dengan memperoleh 4,94 persen suara.

Dari data exit poll LSI, jelas Burhan -begitu dia biasa disapa-, hanya 9,5 persen potensi suara warga NU yang masuk ke PKB. Sedangkan PAN mendapat 19 persen potensi suara Muhammadiyah. Sedangkan Partai Demokrat menguasai mayoritas potensi suara warga dua ormas Islam terbesar di Indonesia itu. Rinciannya, 19,5 persen pemilih yang mengidentikkan dirinya sebagai warga NU dan 23,9 persen warga Muhammadiyah.

Menurut Burhan, persoalan yang melanda PKB dan PAN tersebut lebih disebabkan faktor tokoh. Pemilih NU dan Muhammadiyah tengah kehilangan patron atau tokoh yang mampu menarik pilihan mereka terhadap partai-partai tersebut. ''PAN kehilangan tokoh pasca pamor Amien Rais menurun,'' kata Burhan.

SBY justru memiliki pamor yang lebih menarik bagi kalangan pemilih Muhammadiyah dan begitu juga halnya dengan NU. SBY cukup diuntungkan posisinya sebagai incumbent. Apalagi, masa pemerintahan periode pertamanya dipersepsi cukup positif.

Dalam kondisi itu, lanjut Burhan, warga Muhammadiyah akhirnya terdistribusi dengan cukup signifikan ke Partai Demokrat dan PKS. PAN lantas menghadapi dilema tersendiri. ''Di satu sisi massa rasionalnya tergerus ke Demokrat, sementara massa ideologis Muhammadiyah lari ke PKS,'' terangnya.

Burhan menuturkan, pencitraan PAN sebagai partai terbuka dan pluralis ternyata telah mengalienasi partai tersebut dari Muhammadiyah. Banyak warga Muhammadiyah yang merasa kurang nyaman. Apalagi, saat itu PAN dipimpin Soetrisno Bachir yang tidak memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah. ''Nah, massa Muhammadiyah yang merasa disorientasi ini lari ke PKS,'' beber Burhan.

Bagaimana PKB? Menurut Burhan, konflik antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar memberikan implikasi negatif yang cukup besar. Penurunan suara PKB yang cukup parah dari basis tradisionalnya di Jawa Timur memberikan keuntungan yang optimal bagi Partai Demokrat. ''Semua terjadi karena sosok SBY. Bukan karena infrastruktur Partai Demokrat yang kuat,'' jelas Burhan.

Untuk memperbaikinya pada Pemilu 2014, Burhan menyarankan PKB dan PAN menyiapkan strategi khusus untuk mengamankan basis pemilih tradisionalnya, selain itu melakukan politik pencitraan dua wajah. Yakni, di satu sisi menjual ide sebagai partai terbuka, tapi secara internal menegaskan komitmennya sebagai partai yang paling aspiratif dengan kepentingan captive market. ''PAN bisa memperbanyak menjual tokoh Muhammadiyah,'' saran Burhan.

Sementara itu, tantangan terbesar PKB ialah mendorong islah internal PKB. Termasuk rekonsiliasi dengan partai-partai berhaluan ahlussunah wal jamaah yang lain. ''Konflik menurunkan elektabilitas PKB pada 2009. Untuk sukses pada 2014, PKB harus menempuh islah dan rekonsiliasi,'' tandasnya.

Secara terpisah, anggota FPKB di DPR Effendy Choirie mengatakan, NU harus dipahami secara kultural dan struktural. ''Kalau NU struktural, NU aktivis, NU kader, mereka umumnya ke PKB. Tapi, NU keturunan, NU amaliah, itu memang pada umumnya tidak ke PKB. Saya kira hasil exit poll itu ada benarnya,'' katanya.

Menurut Choirie, di tengah kondisi PKB yang penuh konflik menuju Pemilu 2009, waga NU yang tetap memilih PKB bisa digolongkan sebagai loyalis dan ideologis. Apakah pemilih militan itu akan bertahan hingga Pemilu 2014, Choirie menyatakan tidak bisa menjamin. Semua bergantung kepada proses konsolidasi di PKB.

''Kalau kebijakan ke depan ini salah atau justru menimbulkan gelombang konflik baru, bisa-bisa mereka frustrasi dan lari,'' katanya. Choirie menegaskan, warga NU pada umumnya mengharpkan PKB kembali bersatu seperti pada 1999. ''Meskipun sekarang sudah tidak ada Gus Dur,'' ujar anggota Komisi I DPR itu.

Dia mengakui, tantangan ke depan semakin berat. Pilihan partai berdasar identifikasi ideologi semakin berkurang, bahkan menurun drastis. Apa pun partainya, yang penting bermanfaat bagi kehidupan mereka. ''Termasuk di lingkungan NU, sekarang semua semakin pragmatis,'' katanya.

Sekjen DPP PAN Taufik Kurniawan mengatakan, PAN lahir dari rahim Muhammadiyah. Karena itu, PAN memiliki tanggung jawab moral dan kepentingan emosional untuk membantu kepentingan Muhammadiyah.

Meski begitu, PAN sangat memahami posisi independensi Muhammadiyah sebagai ormas.

''Kami pasti mensyiarkan PAN dengan tidak meninggalkan institusi yang melahirkan partai ini. Tentunya ini tanpa bermaksud memolitisasi Muhammadiyah sebagai ormas yang non partisan,'' tegas wakil ketua DPR itu. Menurut Taufik, temuan exit poll LSI akan menjadi salah satu referensi bagi PAN. ''Kami juga punya data yang detail,'' tandas Taufik. (pri/c4/tof)

http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=154419
Share this article :

0 komentar: