WAWANCARA
Marzuki Alie:
RMOL. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjabat tiga periode, asalkan diamandemen dulu UUD 1945 terkait pasal yang mengatur soal masa jabatan Presiden.
Kalau mayoritas anggota MPR menginginkan agar masa jabatan itu tiga periode, maka tinggal diamandemen saja. Ini artinya, SBY bisa menjadi calon presiden (Capres) Pemilu 2014.
Wacana perubahan periodisasi jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga periode mengemukan akhir-akhir ini.
“Hasil seminar bersama (MPR dan Mahkamah Konstitusi) untuk mengevaluasi pelaksanaan hasil reformasi konstitusi, bisa membuka peluang bagi perubahan terhadap pasal-pasal UUD 1945 yang telah diamandemen, utamanya soal periodesasi jabatan presiden,” kata Wakil Ketua MPR, Hajrianto Y Thohari, di Jakarta, belum lama ini.
Namun wacana penambahan satu periode masa jabatan ini ditentang Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Marzuki Alie. Menurutnya, di negara demokrasi, seorang kepala negara cukup memimpin selama dua periode. Apalagi, Presiden SBY saat ini juga tidak menghendaki adanya perubahan konstitusi tersebut.
“Di negara demokrasi, itu Presiden cukup dipilih dua kali. Kalau tiga kali, saya kira itu sudah berlebihan waktunya bekerja untuk rakyat,” katanya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, Sabtu (14/8).
Berikut kutipan selengkapnya:
Bukannya Partai Demokrat seharusnya senang dengan wacana soal dimungkinkannya Presiden menjabat tiga periode?
Presiden SBY kan tidak pernah menyatakan itu. Tidak ada keinginan beliau sebersit pun atau sekata pun untuk merubah konstitusi dengan memperpanjang masa jabatan seorang kepala negara. Cukuplah dua kali.
Menurut Anda, seberapa penting sih membuka kembali wacana itu?
Saya kira dua kali bekerja kalau didukung rakyat, kemudian jalannya pemerintahan tenang, partai-partai politik itu tidak terlalu banyak berpolemik, mempolitisasi isu, saya kira dua kali itu cukup. Dan sudah berlebihan waktunya itu bekerja bagi kemaslahatan rakyat kalau tiga periode. Makanya tentu harus ada penggantian.
Kenapa?
Karena bagaimanapun perlu ada koreksi.
Tapi koreksi ini kan menjadikan seorang pemimpin makin sempurna jika terpilih ketiga kalinya?
Ya tergantung. Perlu diingat, setiap pemimpin itu kan tidak sempurna. Makanya perlu penggantian kepemimpinan untuk lakukan koreksi. Kalau pemimpin yang sempurna, ya sekali jalan saja sudah selesai. Nggak ada manusia sempurna kecuali Rasulullah.
Artinya MPR tidak perlu mewacanakan itu?
Nggak usahlah ikut cawe-cawe. Lebih baik membahas yang lain sajalah.
O ya, bagaimana dengan wacana agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD?
Kalau saya sih lebih ekstrem lagi. Gubernur itu kan perpanjangan pemerintah pusat, dinas-dinas di sana dibuang saja. Jadi tidak perlu ada pemerintahan di provinsi. Lagipula propinsi itu kan cuma kantor perwakilan kementerian dalam negeri atau apalah. Wakil Presiden yang mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan kabupaten/kota untuk pusat. Kalau itu berlaku, tak perlu ada dinas pendidikan, tak perlu ada dinas Pekerjaan Umum (PU) karena semua dikembalikan pada kab/kota saja. Itu ekstremnya. Tapi masalahnya kan itu melanggar konstitusi. Makanya konstitusi diubah dulu.
Artinya gubernur dipilih Presiden saja?
Tapi alternatifnya merubah konstitusi dulu. Prinsipnya gubernur sebagai apa dulu. Kalau otonomi kita langsung ada di kabupaten/kota, provinsi kan tidak punya wilayah pemerintahan. Pemerintahan daerah itu ada di kabupaten/kota, bahkan sebaiknya gubernur itu ya hanya perwakilan dari pemerintah pusat. Jadi yang ada itu hanya pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota.
Sedangkan di UUD 1945 kan menyatakan bahwa pemerintahan itu terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Bila perlu kita turunkan ke bawah. Kalau kita mau otonomi murni, yaitu pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa. Itu bila perlu. Dengan demikian desa itu bisa dibangun. Jadi anggaran bisa dikucurkan sampai ke desa. Tapi masalahnya mampu tidak kita mengawasi itu.
Kalau begitu gubernur nggak perlu ada dong?
Karena merasa dipilih langsung rakyat, kadang-kadang memposisikan bukan sebagai perwakilan pusat. Seringkali gubernur itu beroposisi dengan pemerintah pusat, kan aneh. Kebijakan pemerintah pusat seringkali tidak dijalankan.
Memang itu sistem demokrasi kita, perlu penyempurnaan supaya konsolidasi demokrasi lebih bagus. Yang jelas demokrasi itu kan untuk kesejahteraan rakyat.
Itu terjadi karena gubernurnya didukung partai oposisi?
Makanya di situ kita harusnya paham. Begitu dia terpilih menjadi gubernur harusnya menjadi negarawan. Sama dengan SBY, kan dari Demokrat, tapi begitu terpilih dia negarawan. Dia mengayomi semua rakyat. Jadi tak ada lagi rakyatnya PDIP, tak ada lagi rakyatnya Golkar, karena semua rakyat Indonesia.
Apakah parpol-parpol yang ada sekarang menghendaki seperti itu?
Saya nggak tahu. Yang jelas, gubernur itu nggak punya pengaruh banyaklah untuk masalah pemilu. Yang punya pengaruh itu ya bupati/walikota, yang punya jaringan sampai ke desa. Kalau gubernur nggak punya. Dia mau mempengaruhi camat, bagaimana caranya, nggak bisa. Untuk kepentingan politik menurut saya gubernur nggak punya kekuatan politik. Artinya yang didukung rakyat langsung itu ya bupati/walikota.
Apakah wacana yang dikemukakan itu tidak memperumit tata kelola negara?
Makanya ini kan wacana, ya dikaji dulu oleh para ahli, seluruh stakeholder, seluruh pemegang kepentingan ya bicara. Nggak bisa kita bolak balik sistem demokrasi kita rubah begitu saja. Perlu waktu. Memang sekarang ini banyak kelemahan terutama cost politiknya yang terlalu besar. Cukup banyak dana yang harus disiapkan pemerintah di setiap pilkada.
Apakah ada kepastian di balik perubahan tersebut rakyat menuai keuntungan?
Rakyat itu kan mau disejahterakan. Demokrasi merupakan wahana untuk mensejahterakan rakyat. Demokrasi diraih lewat Pemilu. Kalau tidak ada demokrasi tidak ada pemilu. Kalau tak ada demokrasi, pemimpin itu semaunya saja. Dengan demokrasi kepentingan rakyat akan diperhatikan. Sebab, kalau tidak diperhatikan, rakyat tak akan memilihnya dalam pemilu. Artinya demokrasi itu tujuannya untuk kesejahteraan rakyat. [RM]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=1396
Stop, Wacana Amandemen UUD 1945 Soal Perpanjangan Jabatan Presiden
Written By gusdurian on Minggu, 22 Agustus 2010 | 10.09
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar