BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Pentingnya Mutu Proses Pendidikan

Pentingnya Mutu Proses Pendidikan

Written By gusdurian on Kamis, 12 Agustus 2010 | 12.58

Pentingnya Mutu Proses Pendidikan
Dr Djuwari, MHum DOSEN STIE PERBANAS SURABAYA

Guru besar pendidikan Prof Kasiani Kasbolah, PhD, pernah bertutur dalam kelas.“Input jelek, proses jelek, hasilnya pasti jelek. Input baik, proses jelek, hasilnya belum tentu baik. Input jelek, proses baik, hasilnya bisa lebih baik. Input baik, proses baik, hasilnya pasti baik.” Berbicara tentang pendidikan, bisa saja dalam situasi di lapangan terjadi empat kondisi seperti di atas. Hanya, jika kita disuruh memilih, pilihan yang tepat memang input baik, proses baik. Kondisi ini bisa dikategorikan pendidikan yang ideal. Mungkinkah pendidikan di seluruh Tanah Air bisa menggapai kondisi tersebut? Kondisi yang masih lebih baik adalah jika input jelek tapi prosesnya baik. Di sinilah terjadi usaha besar dan serius dalam pendidikan. Proses baik menggambarkan pendidikan yang benar-benar memberikan manfaat kepada peserta didik. Dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak terampil menjadi terampil. Dari tidak cerdas menjadi cerdas.

Yang paling berbahaya adalah jika input jelek, proses jelek. Sebab, di dalam suasana ini, sekolah ibarat kumpulan siswa yang tidak memiliki masa depan. Mereka berkumpul dalam suasana yang tidak menentu untuk nasib hidupnya. Kita tidak mengharapkan model pendidikan ini.

Kondisi yang konyol adalah jika input baik tapi proses jelek. Sebab, kondisi ini menggambarkan sebuah sekolah yang tidak bisa memberikan perubahan kepada anak didik. Justru nasib peserta didik seperti ini jelas menjadi korban. Pendidikan yang tidak mengandalkan inovasi proses akan terjebak pada kondisi ini.

Nah, bagaimanakah kondisi input sekolah di seluruh Tanah Air? Sekolah di mana saja, baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, maupun perguruan tinggi swasta (PTS) dan perguruan tinggi negeri (PTN), berbondong-bondong menggapai siswa atau mahasiswa sebanyak-banyaknya. Ini utamanya sekolah swasta. Namun, khusus PTN, sejak diundangkanya Badan Hukum Pendidikan (BHP), juga turut serta bergerilya.

Dalam wacana pendidikan saat ini, ada kecenderungan mereka sangat mengandalkan kuantitas siswa. Ada yang serius menyaring input sebaik-baiknya. Bisa saja ada yang berpotensi sekadar dapat jumlah

titik impas (BEP) biaya penyelenggaraan pendidikan. Jika kuantitas yang diutamakan, ada kecenderungan mendapatkan input yang tidak baik.

Kondisi input yang tidak baik di sekolah sangat krusial jika proses pendidikan tidak maksimal. Di sinilah kondisi sekolah sekadar sebagai kumpulan manusia tanpa pengalaman dan perubahan. Jika kondisi input baik tapi proses baik tidak bisa digapai, input jelek tapi proses baik merupakan pilihan yang tidak bisa dihindarkan.

Jika tidak, sekolah tak memberikan manfaat sama sekali.

John Lock (1632-1704), filsuf dan tokoh pendidikan, adalah penganut teori tabula rasa. Pengalaman secara empiris membe

rikan dampak perubahan kepada manusia. Sekolah, sebagai proses formal pengalaman peserta didik, jelas sangat bermakna dalam pendidikan. Menurut Lock, proses pendidikanlah yang memberikan banyak hal kepada peserta didik. Sama halnya dengan proses dalam kehidupan individu sebagai manusia di lingkungannya. Sebuah lingkungan salah satunya adalah sekolah.

Otak manusia, termasuk jiwanya, diibaratkan sehelai kertas putih yang masih kosong. Intinya bahwa pengamatan dengan pancaindra senantiasa mengisi jiwa manusia. Proses ini terjadi dengan kesan-kesan (sensation). Setelah terjadi sintesis, analisis, dan perbandingan, kemudian diolah menjadi pengetahuan (reflection).

Sekolah sebagai tempat proses pendidikan formal akan lebih baik jika mereka mengutamakan mutu proses pendidikannya. Jika tidak, sekolah tidak bisa memberi pengalaman belajar kepada siswa. Selama ini sekolah-sekolah cenderung mencari siswa atau mahasiswa sebanyak-banyaknya sebagai input untuk diproses melalui pendidikan yang diselenggarakan.

Bagi orang tua (masyarakat), akan lebih baik jika informasi sekolah atau PTS dan PTN diketahui. Bila perlu, mereka bisa mengunjungi sekolah atau kampus yang dituju. Dengan demikian, bisa diketahui sejauh mana proses pendidikan yang diberikan oleh sekolah atau kampus.

Khusus pemerintah dan penyelenggara pendidikan, mereka sangat dinanti untuk menitikberatkan program program peningkatan mutu sekolah pada proses pendidikannya. Ini dimulai dari peningkatan mutu pengajarnya, kurikulumnya, media pengajarannya, sampai pada proses evaluasinya. Program ini tentunya sangat mengandalkan alokasi dana pendidikan pada proses.

Selama ini pemerintah sangat getol dalam hal proses evaluasi, khususnya SD, SMP, dan SMA. Lebih celaka lagi, evaluasi itu pada akhir proses pendidikan, misalnya ujian nasional. Menurut Imai Massaki (1984), dalam manajemen Kaizen, evaluasi itu dimulai pada input, proses, dan output.

Bahkan sesudah itu masih ada proses evaluasi outcome, sejauh mana lulusan, khususnya PTS dan PTN, itu terserap di dunia industri.

Intinya, proses evaluasi itu terjadi sebelum, selama, dan sesudah proses. Dengan demikian, proses pendidikan sangat menentukan mutu pendidikan. Jika proses jelek, input yang diproses tidak mengalami perubahan sama sekali. Jadi mutu proses pendidikan tidak bisa diabaikan. Jika pemerintah berniat meningkatkan mutu pendidikan, akan lebih baik jika mereka sangat peduli pada mutu proses pendidikan.

Model sertifikasi bisa dikaji ulang, misalnya dibarengi dengan pemantapan upgrading. Jadi bukan sekadar menitikberatkan pada administrasi dokumen belaka. Jika suasana proses pendidikan bermutu baik, idealisme John Lock pada proses pendidikan untuk kertas putih nan kosong akan menjadi harapan kita bersama. ●

http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/08/12/ArticleHtmls/12_08_2010_011_007.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: