BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Diplomasi Kita Lemah Karena Dubes Banyak dari Non Karier

Diplomasi Kita Lemah Karena Dubes Banyak dari Non Karier

Written By gusdurian on Minggu, 22 Agustus 2010 | 09.56

Dr Djawahir:
Gunawan Mashar - detikNews

Jakarta - Penangkapan 3 orang petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia oleh polisi air Diraja Malaysia -- yang kemudian 'dibarter' dengan 7 nelayan Malaysia -- disesalkan banyak pihak. Kasus ini kian menegaskan jika Indonesia tidak punya nilai tawar dalam hal diplomasi.

"Kita memiliki daya tawar yang lemah," ujar pengamat hukum internasional Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Dr Djawahir Tantowi.

Menurut Djawahir salah satu faktor yang menyebabkan diplomasi kita lemah karena kebanyakan duta besar kita diangkat adalah dubes non karier. Hal ini menyebabkan kemampuan diplomasi serta pengetahuannya soal ilmu hubungan internasional kurang baik. Pemilihan dubes seharusnya lepas dari kepentingan politik tertentu.

Berikut petikan wawancara detikcom dengan Djawahir, Rabu (18/8/2010).

Bagaimana soal penahanan 3 orang petugas dari DKP oleh Polisi Air Diraja Malaysia yang kemudian dilepaskan bersamaan dengan pelepasan 7 nelayan Malaysia?

Pandangan saya, bahwa pemulangan 3 orang petugas kita dari DKP yang sedang melaksanakan tugas menangkap nelayan dari Malaysia sangat kita sesalkan. Kenapa kita sesalkan, tindakan itu adalah tindakan di mana pihak kepolisian laut Malaysia betul-betul melecehkan eksistensi Indonesia sebagai negara berdaulat.

3 Orang itu melaksanakan tugas. Tindakan ini tidak proporsional dalam konteks hubungan tetangga abadi. Tidak salah jika kemudian kita punya posisi ini memiliki daya tawar yang lemah.

Yang harus kita garis bawahi, kita dalam hukum internasional yang punya kedaulatan harus menghormati, harus menyelesaikan dengan damai. Sementara penangkapan itu (3 petugas Indonesia) sepihak.

Kedudukan menghormati sebagai tetangga mengalami degradasi ketika Indonesia tidak memiliki daya tawar yang cukup kuat. Misalnya saja, sumber daya manusia atau diplomat Indonesia yang dikirim ke Malaysia, menjadi mudah dilecehkan.

Duta besar yang dikirim tidak muncul dari karier. Seringkali dari kepolisian, dan anggota DPR, itu tidak mempunyai daya tawar dan lobi.

Ini salah satu masalah?

Sebenarnya ini berawal dari amandemen UUD 1945, pengangkatan diplomat ada kaitan dengan beberapa pasal, kalau tidak salah 13 dan 14. Dalam pasal itu disebutkan keterlibatan DPR untuk ikut menetapkan dubes yang mau dikirim.

Padahal dulu, dalam sejarah diplomatik Indonesia tidak ada seperti itu, karena pengangkatan duta besar adalah kewenangan presiden. Karena duta yang diangkat ini adalah orang yang dikenal dan dekat dengan national leader. Lebih penting lagi dia akan memperoleh tugas sebagai di kepala negara di negara lain, presiden sepenuhnya di negara itu yang diangkat sesuai dengan profesionalisme dan karier.

Tapi kalau yang diangkat tidak mempunyai kemampuan negosiasi lapangan, pengetahun tentang hubungan internasional, tiba-tiba mereka diangkat yang tidak punya profesionalisme dan tidak mengenal diplomasi.

Duta besar tidak lepas dari kepentingan politik nasional?

Kayaknya situasi duta besar dari non karier memang tidak lepas dari kepentingan politik nasional. Yang akhirnya berdampak pada ketidaksuksesan pekerjaaan diplomasi di tingkat internasional. Ini perlu dipikirkan ulang, kondisi rill yang harus dipenuhi Indonesia.

Penyebab lain sering memanasnya hubungan RI-Malaysia?

Konflik Indonesia dan Malaysia adalah problem perbatasan kedua negara. Wilayah daratan seperti perbatasan Kalimatan Timur, itu wilayah yang sangat sensitif. Indonesia tidak punya kekuatan yang cukup untuk mengatasi wilayah itu dari illegal migran. Tentu saja karena ada ketimpangan sosial dari masyarakat perbatasan.

Hal ini yang menjadi faktor kejengkelan masyarakat Malaysia. Kejengkelan itu yang memunculkan sikap tindakan tidak proporsional, sehingga Indonesia berada pada kondisi psikologis yang sensitif. Ini menunjukkan sensitivitas kita karena kita tidak memiliki daya diplomasi yang kuat.

Apalagi perbatasan laut. Lihat saja tindakan itu, petugas kita ada pada posisi yang benar, tapi lihat saat diwawancarai, mereka mengatakan berterimakasih karena diselamatkan polisi Malaysia. Ini karena daya tawar kita lemah, karena tidak didukung daya pertahanan.

Sehingga kita hal-hal seperti ini terjadi tidak banyak yang bisa dilakukan karena lemahnya fasilitas yang dimiliki Indonesia. Penegakan hukum itu tidak dilakukan oleh Indonesia.

Indonesia tidak punya kekuatan yang cukup di perbatasan darat?

Iya, di perbatasan darat, kita memiliki petugas yang akan melakukan pengawasan perbatasan di Kaltim dan Kalbar. Tapi hanya memiliki posko penjagaan hanya puluhan, dan tidak didukung oleh personal yang memadai padahal wilayahnya sangat luas. Bahkan ada satu wilayah, kendaraan motor sekalipun tidak bisa lewat, jadi kita melakukan pengawasan dengan jalan kaki.

Harusnya, dilengkapi helikopter untuk melakukan pengawasan. Kekuatan diplomasi Indonesia tidak pernah tercipta tata tertib tanpa diperbaiki, termasuk alutsista tanpa didukung daya militernya.

Saya dengar akan ada peningkatan anggaran alutsista hingga Rp 30 triliun, tapi itu masih jauh dari cukup.

Yang juga harus jadi perhatian, apakah mungkin sebuah kerjasama diplomasi hanya mengandalkan pemerintah. Indonesia yang begitu luas, itu kan tidak mungkin lagi kita mengandalkan satu pintu di tingkat pusat saja. Untuk urusan pelanggaran perbatasan, waktunya Indonesia menurunkan ke diplomacy lokal. Serahkan kepada negara bagian atau daerah untuk menyelesaikannya.

Praktek kebijakan termasuk penyelesaian sengketa yang tidak masuk fundamental dan rumit secara politik diserahkan kepada negara bagian untuk menyelesaikannya. Tidak mungkin hanya mengandalkan kekuatan pusat. Ini menguntungkan. Secara gerakan diplomasi lokal harus diperdayakan.

Kenapa dari dulu tidak diberdayakan?

Kita terikat pada pendekatan yuridis formal. Semua urusan kenegaraan, finansial masalah keuangan, harus sampai ke pusat. Padahal realitas otonomi daerah harusnya sampai diplomasi urusan teknis sengketa, yang wilayah dimungkinkan menyelesaikannya, kenapa tidak.

Soal nota keberatan pemerintah Malaysia karena karena kantor kedubesnya dirusak?

Kita berada dalam bulan suci Ramadan. Bulan puasa harusnya bisa menahan diri, karena kita dalam kondisi berpuasa. Kini memang menjadi sebuah kemarahan dengan mendatangi dan membakar bendera, di situ tidak pasnya.

Sebenarnya persoalan penahanan 3 orang petugas kita tidak clear. Maksudnya bagaimana posisinya sebenarnya. Kalau ditahan itu tindakan tidak profesioanl. Kalau toh misalnya petugas DPK berhadapan dengan pertahanan Malaysia, mestinya tidak berhadapan. Mustinya pencurian itu yang sudah berpuluh tahun dilakukan oleh Vietnam, Hong Kong, dan lain-lain sudah ditangani oleh militer bukan sipil. (gun/nrl)

http://us.detiknews.com/read/2010/08/18/130012/1422513/158/dr-djawahir-diplomasi-kita-lemah-karena-dubes-banyak-dari-non-karier
Share this article :

0 komentar: