BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Myelin Susan Boyle“

Myelin Susan Boyle“

Written By gusdurian on Jumat, 26 Februari 2010 | 13.04

Myelin Susan Boyle“
NAMA saya Susan Boyle.” Kalimat itu keluar dari seorang perempuan
separuh baya yang naik ke atas panggung di hadapan sekitar 1.000
orang. Mungkin Anda juga pernah menyaksikannya di televisi.


Di depannya duduk tiga orang juri, satu perempuan cantik dan dua pria.
Salah satunya sudah sering Anda lihat.Saya yakin Anda pasti sangat
familiar dengannya: Simon Cowell. Benar! Dialah Simon Cowell, juri
American Idol yang biasa berkomentar sinis kepada calon–calon artis
yang cuma bisa mejeng. Di hadapan Simon, calon artis yang sedang
mengikuti audisi Britain’s Got Talent itu bisa menjadi sangat gugup
dan malu karena dikritik pedas atau dihentikan saat sedang bernyanyi,
setelah itu marah– marah karena tidak terima dirinya dinilai secara
kasar.

Jadi,wajar kalau kontes seperti ini lebih banyak menuai sakit hati
daripada rasa bahagia. Sama seperti pemilihan bintang-bintang di sini,
apakah itu penyanyi dangdut maupun penyanyi pop. Sebuah perjalanan
panjang buat orang yang tidak muda lagi seperti Susan, tetapi Simon
dapat menjadi jembatan bagi mereka yang sudah menumbuhkan myelinnya.

Saya Ingin Mengubah Dunia

Demikianlah perasaan Susan Boyle. “Dari mana asalmu,Susan?” Dia
menyebut nama sebuah desa kecil yang tak banyak dikenal. Sadar
audience mengernyitkan dahi, dia melanjutkan. “Blackburn, Westlothian,
Scotland, sebuah desa kecil, kumpulan… kumpulan….” Tiba–tiba Susan
kehabisan kata–kata. Wajahnya yang lebih mirip seorang nenek dengan
rambut pirang yang sudah mulai menipis itu tampak bingung.Tapi, dia
mencoba melanjutkan kalimatnya sambil menggerakkan jari telunjuk ke
dahinya, seperti seseorang yang sedang mengetuk– ngetuk monitor
komputer ketika mesin data itu lemot, lambat menarik data,atau lebih
tepat: hang! Akhirnya keluar juga kata yang dia cari.

“Itu adalah kumpulan dari... ah, kumpulan dari komunitas religius,”
ujarnya sambil tersenyum tipis. “OK, berapa umurmu, Susan?” tanya
Simon. “Saya 47 tahun….” Ruang auditorium bergemuruh. Semua orang
menertawakannya. Entah karena grogi,Susan lalu memutar pinggulnya,
mirip penyanyi dangdut yang seksi.Namun, sayangnya tubuh Susan terlalu
tambun. Badannya bongsor sehingga goyang pinggulnya lebih merupakan
upaya menahan malu. Dia lalu menambahkan: “Itu hanya satu sisi dari
diri saya….” Selanjutnya dialog di atas panggung begitu singkat. “Apa
impianmu Susan?” “Saya ingin menjadi penyanyi profesional!” Sekali
lagi penonton bergemuruh menertawakannya.

“Seperti siapa?” “Allain Page!” Ucapan itu terdengar datar, tetapi
audience tertawa lebih keras lagi.Seorang yang sudah tidak muda lagi
begitu percaya diri menyebut nama seorang penyanyi besar sebagai acuan
hidupnya. “Mengapa seperti itu?” “Saya tidak pernah mempunyai
kesempatan sebelumnya, dan kalau saya berhasil, saya ingin mengubah
dunia. Mengubah pandangan orang-orang.” Tatkala semua orang
berkomentar sinis, musik pengiring mengalun. Begitu dia mulai
menyanyi, seluruh audience terpana. Susan tampil memukau. Suara
emasnya mengalir amat jernih, melantunkan lagu yang digemari banyak
orang I Dreamed a Dream.

Tarikan suaranya mengingatkan audience pada Josh Groban.Yang
membedakannya hanya kemasan fisik, penampakan luar, dan usianya. Semua
orang tiba–tiba tersentak dan berubah. Mereka terkejut karena ternyata
orang ini begitu hebat.Tepuk tangan tidak berhenti.Sebagian orang
bertepuk tangan sambil berdiri. “Sungguh mengagumkan,” ujar seorang
juri seusai Susan menyelesaikan lagunya. “Pada saat Anda mulai, semua
orang tidak percaya.Saya lihat mata dan mulut mereka begitu sinis.”
Itulah awal perjalanan Susan Boyle, pemenang Britain’s Got Talent yang
menjadi perbincangan di mana–mana. Di Amerika dia menjadi tamu acara
televisi terkenal, Larry King.

Hari Natal kemarin dia memperoleh penghargaan Triple Platinum karena
album “I Dreamed a Dream” yang terjual di atas lima juta keping. Dia
menjadi orang yang paling banyak dicari di situs pencari Googledan
situs video streaming Youtube. “Saya sudah menunggu saat ini sejak
lama,” ujar Susan suatu ketika. Jauh sebelum muncul, Susan sudah giat
berlatih. Tapi apa yang membuat Susan bergerak dan berlatih? Setiap
orang yang bergerak tentu memiliki faktor pemicu. Dia tidak dengan
serta-merta terbentuk begitu saja. Keterampilan menyanyi adalah suatu
bentuk intangibles—tidak berwujud secara fisik dan tidak dapat
diperoleh dalam sekejap. Namun, untuk menjadi terkenal dan menjadi
penyanyi komersial yang hebat, Susan masih harus membangun satu
jembatan lagi,yaitu brand image.Brand image juga merupakan elemen
penting intangibles. Sekarang ditemukan, intangibles dibangun di atas
fondasi myelin.

Myelin dan Intangibles

Susan hadir dalam audiensi itu untuk menjembatani internal
intangibles– nya dengan eksternal audience. Dia sedang membangun
jembatan dan melengkapi intangibles– nya. Sama halnya dengan dunia
usaha, bisa membuat saja tidak cukup. Sebuah usaha yang hebat dibangun
di atas fondasi intangibles yang kuat. Selain brand image, tentu saja
kepercayaan dan reputasi. Di buku baru saya yang berjudul Myelin
(terbit Maret 2010) Anda akan menemukan penjelasannya. Myelin adalah
nama lain dari muscle memoryyang beberapa penjelasannya sudah Anda
temukan pada tulisan saya dua kali berturutturut sebelum ini.

Myelin terbentuk karena latihan,semakin dilatih, selubung insulator
yang membungkus sel-sel syaraf manusia akan semakin tebal dan akan
semakin otomatis manusia bergerak melakukan sesuatu dan semakin mahir.
Itulah yang dialami Susan Boyle, sama seperti atlet atau pemimpin-
pemimpin besar.Ketika Susan tampil dalam audisi yang memukau, dia
menunjukkan hasil transformasi dari myelin menjadi intangibles dan
sekaligus menemukan intangibles yang belum dia miliki, yaitu reputasi.
Seperti kata John Maxwell, “Talenta adalah sekadar potensi yang
dimiliki manusia. Dia baru menjadi sesuatu bila berhasil menemukan
pintunya. Lalu manusia punya memori di otak dan juga di seluruh otot-
ototnya.Memori otot (myelin) itulah yang menggerakkan Susan menemukan
pintunya.

Kalau sudah seperti ini saya jadi berpikir,mungkin kita harus mengkaji
ulang sistem pendidikan sejak taman kanak-kanak di sini dan pelatihan
kita yang selalu mengedepankan brain memory. Sebab, menanam
pengetahuan pada brain memoryhanya menghasilkan pengetahuan. Itulah
modalnya kaum sarjana. Pengetahuan belum akan menghasilkan karya yang
hebat sebelum dia “dipakai” atau digerakkan.Itu sebabnya,kita hanya
punya kereta cepat yang bisa cepat sampai tujuan daripada mobil karena
dia bergerak di jalan bebas hambatan.

Andaikan di setiap gerbongnya ada prinsip lokomotif, saya kira kereta
kita akan secepat Shinkansen dan dia benar-benar cepat karena bergerak
otomatis dengan sistem lokomotif pada setiap gerbong.Jadi,sama dengan
myelin yang bekerja seperti lokomotif yang baru aktif bergerak kalau
kita melatihnya.(*)

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/306809/
Share this article :

0 komentar: