BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Koalisi (Bukan) Periuk Nasi

Koalisi (Bukan) Periuk Nasi

Written By gusdurian on Jumat, 26 Februari 2010 | 13.05

Koalisi (Bukan) Periuk Nasi

Oleh Saldi Isra

Spekulasi yang berkembang bahwa hasil Panitia Khusus DPR tentang Hak
Angket Bank Century akan bergerak ke arah pemakzulan, terjawab sudah.
Penyampaian pandangan akhir fraksi-fraksi di Pansus dapat dikatakan
sebagai politik ”jalan tengah”. Meski tidak eksplisit, semua kekuatan
politik dapat dikatakan ”sepakat” untuk tak masuk ke wilayah
pemakzulan.

Pandangan itu membenarkan dugaan sebelumnya, guna menutup peluang ke
arah pemakzulan, mayoritas kekuatan politik mencari ”terobosan” lain
yang mereka nilai mampu menyelamatkan gagasan pembentukan Pansus
Century. Cara yang dilakukan sejumlah kekuatan politik, melempar bola
panas kepada penegak hukum untuk menindaklanjuti indikasi tindak
pidana yang dilakukan sejumlah tokoh sentral dalam skandal Century.

Padahal, dengan menyebut nama bekas Gubernur BI, sekarang Wakil
Presiden, sebagai pihak yang diduga bertanggung jawab, rekomendasi
dapat saja bergerak ke arah pemakzulan. Namun, langkah ke arah
pemakzulan tidak menjadi pilihan politik Pansus. Bagaimanapun, bagi
sejumlah kekuatan politik, mendorong semua pihak yang bertanggung
jawab ke jalur hukum jadi pilihan paling masuk akal guna menyelamatkan
berbagai kepentingan.

Bahkan, sejak awal sudah dapat dibaca, Pansus sengaja menghindari
pemenuhan logika bangunan sistem pemerintahan presidensial. Upaya
penghindaran dilakukan dengan tidak memanggil Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi. Tidak terlalu mengherankan
bahwa penarikan kesimpulan hanya bisa menjamah sampai Boediono dan Sri
Mulyani Indrawati. Bahkan, bagi sejumlah parpol dalam koalisi,
penyebutan nama itu pun dilakukan dengan keberanian luar biasa.

Pengkhianatan

Banyak kalangan berpendapat, pembentukan Pansus merupakan batu ujian
untuk menilai kesetiaan parpol terhadap hati nurani, terutama sebagai
wakil rakyat. Khusus parpol dalam koalisi, pembentukan Pansus jadi
batu ujian ganda antara kesetiaan terhadap hati nurani dan kesetiaan
menjaga bangunan koalisi.

Dari perspektif apa pun, kekuatan-kekuatan politik di Pansus Century
harusnya menempatkan kepentingan yang lebih luas sebagai bagian
pelaksanaan tugas-tugas konstitusional yang diamanatkan UUD 1945.
Dalam konteks itu, melihat spektrum di balik skandal Century, menutup
fakta-fakta yang terungkap selama Pan- sus bekerja dengan tujuan
menjaga keutuhan bangunan koalisi dapat dikatakan bentuk pengkhianatan
terhadap amanat rakyat.

Sulit dibantah, pilihan politik mengutamakan menjaga bangunan koalisi
akan memberikan dampak sistemik terhadap keberadaan DPR sebagai
lembaga perwakilan rakyat. Selain membunuh harapan sebagian besar
masyarakat untuk membongkar skandal Century sampai ke akar- akarnya,
pilihan politik menjaga keutuhan koalisi dengan mengabaikan aspirasi
yang berkembang berpotensi memperpanjang krisis kepercayaan kepada
DPR. Padahal, sejak awal banyak kalangan berharap, hasil Pansus mampu
menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada DPR.

Tidak hanya itu, ”menggadaikan” fungsi dan hak konstitusional dengan
tujuan menjaga keutuhan koalisi dapat dinilai sebagai bentuk
pengkhianatan atas UUD 1945. Padahal, saat dilantik, anggota DPR
berjanji mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan.

Koalisi presidensial

Dalam sistem pemerintahan presidensial, koalisi jadi pilihan sulit.
Namun, itu tak terhindarkan, terutama saat parpol yang mendukung
presiden tak mendapatkan dukungan mayoritas di DPR. Bahkan, Scott
Mainwaring (1993) menyatakan, pemerintahan presidensial dengan sistem
kepartaian majemuk merupakan kombinasi yang sulit dan dilematis.

Dengan posisi sebagai minority government, guna mendapat dukungan di
DPR, presiden berupaya membentuk pemerintahan koalisi dengan merangkul
sejumlah parpol. Dalam ”Simalakama Koalisi Presidensial” dikemukakan,
cara yang paling umum dilakukan presiden adalah membagikan posisi
menteri kabinet kepada parpol yang memberikan dukungan (Kompas,
27/11-08). Faktanya, langkah darurat membentuk koalisi tak pernah
kondusif dalam sistem pemerintahan presidensial.

Namun, yang sering dilupakan, dalam sistem pemerintahan presidensial
posisi legislatif tak dapat begitu saja tertakluk kepada eksekutif.
Bahkan, sekalipun berasal dari parpol pendukung presiden, parpol di
DPR tetap punya posisi politik yang berbeda dengan presiden. Karena
itu, sulit dipahami jika sebagian kekuatan politik di Pansus Century
memosisikan diri sebagai pasukan berani mati pihak eksekutif.

Sekalipun eksekutif berupaya membangun koalisi, kekuatan politik di
DPR seharusnya tak menggadaikan posisi konstitusionalnya. George C
Edwards III dan Stephen J Wayne dalam Presidential Leadership:
Politics and Policy Making (2002) menyatakan, dalam bangunan sistem
pemerintahan presidensial partai politik di DPR tidak dapat begitu
saja membenarkan semua tindakan pemerintah.

Jika semua tindakan yang dilakukan pemerintah dibenarkan, parpol di
DPR sedang menggadaikan posisi sebagai pemegang kekuasaan legislatif
terutama dalam pelaksanaan fungsi pengawasan. Dalam sistem parlementer
sekalipun, tak semua kebijakan pemerintah dibenarkan oleh parpol
pendukung eksekutif. Oleh karena itu, bangunan koalisi hanya dapat
dibenarkan sepanjang tak menghancurkan fungsi pokok masing-masing
lembaga.

Berdasarkan itu, dalam pengungkapan skandal Century, pilihan parpol
membenarkan semua tindakan pemerintah merupakan pilihan untuk bertahan
di jalur kekuasaan. Bisa jadi, bagi mereka, kelangsungan koalisi
sekaligus kelangsungan kekuasaan dan rezeki (baca: periuk nasi).

Sekalipun ada yang menggadaikan idealisme lembaga legislatif, sebagian
partai politik masih tetap berpendirian, jadi bagian koalisi bukan
segala-galanya. Bagi mereka, menjadi bagian koalisi bukan masalah
periuk nasi.

Oleh karena itu, menjelang sidang paripurna DPR, banyak kalangan
berharap, mereka yang membenarkan semua tindakan pemerintah dapat
merenungkan pilihan tersebut. Yang jauh lebih penting, parpol yang
dinilai cukup mampu menjaga idealisme lembaga perwakilan tidak berubah
pendirian hanya karena kepentingan memelihara periuk nasi.

Saldi Isra Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi
Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/25/03374119/koalisi.bukan.periuk.nasi
Share this article :

0 komentar: