BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Indonesia Butuh Kebijakan ”Hutan Energi”

Indonesia Butuh Kebijakan ”Hutan Energi”

Written By gusdurian on Jumat, 26 Februari 2010 | 13.06

Indonesia Butuh Kebijakan ”Hutan Energi”

Pergeseran isu global ke masalah keberanjuran lingkungan
(environmental sustanaibility) membuat rakyat dan pemerintah
membutuhkan strategi, kebijakan, dan regulasi yang mumpuni yang dapat
memenuhi ekspektasi masyarakat dunia dan menguntungkan Indonesia.


Salah satu kebijakan yang menurut saya sangat tepat untuk
diimplementasikan secepatnya adalah hutan energi (energy
forrestpolicy). Krisis besar dunia akibat perubahan iklim dan
pemanasan global semakin meningkatkan kebutuhan kita untuk beralih
dari penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuels) ke sumber-sumber
energi yang berkelanjutan (sustainable). Pilihannya ialah hutan energi
(energy forrest) atau umum juga disebut biomass forrest karena karbon
dioksida (CO2) yang diambil dari atmosfer melalui vegetasi dapat
menghasilkan biomassa baru.

Berdasarkan berbagai penelitian, hutan-hutan kita dapat mengakumulasi
sejumlah besar biomassa. Akumulasi biomassa ini merupakan lumbung
potential energy yang dapat dikonversi menjadi kinetic energy jika
teknologi dan lingkungannya tepat.Untuk itu dibutuhkan teknologi yang
memenuhi standar clean, efficient, dan reliable operation untuk
memasok energi spesifik yang dapat diperbarui (renewable). Bagi rakyat
dan pemerintah saat ini,kebutuhan dan pilihan kebijakan hutan energi
(energy forrest policy) jauh lebih memiliki nilainilai dan manfaat
strategis.Pengelolaan sumber energi dari hutan akan membantu pemulihan
hutan rusak, penanaman ulang hutan kritis, dan pemulihan lingkungan
pada umumnya.

Pengelolaan sumber- sumber energi yang berasal dari hutan juga
membantu mengurangi krisis energi, menciptakan lapangan
kerja,menyediakan pasokan pangan rakyat, dan mengurangi pemanasan
global (global warming). Kita saksikan dewasa ini, biomassa dijadikan
bahan bakar di sejumlah zona pasar,seperti Eropa, AS, India, dan RRC.
Energi dari biomassa menjamin keamanan pasokan energi dan meningkatkan
lapangan kerja, pendapatan, dan kegiatan arus barang, jasa, uang, dan
manusia di daerah-daerah pedesaan. (Dominik Röser dkk, 2008). Kita
perlu mengelola peluangpeluang ini dengan merumuskan regulasi dan
kebijakan khusus di bidang sumber-sumber energi yang berasal dari
hutan-hutan kita. Ada sejumlah sektor komersial dan industri yang
membutuhkan sumber-sumber biomassa lokal seperti wood pellets,wood
chips,nut shells, dan produk-produk pertanian lainnya.

Lingkup Kebijakan Hutan Energi

Lingkup kebijakan strategis kehutanan untuk pengadaan sumber energi
meliputi kebijakan energy forrestry.Misalnya,kebijakan pemerintah
daerah membangun satu lahan hutan yang dijadikan lahan budidaya
spesies-spesies pohon dan tumbuhan untuk memasok biomassa atau
biofuelspenghasil listrik atau pemanas. Di tingkat-tingkat lokal pada
level pemerintahan daerah,mula-mula disiapkan lahan khusus yang dapat
berasal dari lahan hutan tanam ulang hutan kritis, hutan rusak,atau
lahan hutan baru.

Desain kebijakan energi dan hutan seperti ini mesti dibuat dengan
merujuk pada hasil-hasil riset tentang jenis lahan dan jenis
tanamannya. Kebijakan ilmiah seperti ini perlu dilakukan guna
meredusir kelemahan dari desain kebijakan hutan lestari (sustainable
forrest management) selama ini yang kurang didahului dan didasari oleh
hasil riset ilmiah. Misalnya, apakah yang dikembangkan di satu wilayah
adalah kebijakan hutan dengan rotasi waktu pendek 2-5 tahun ataukah
pilihan kebijakan hutan jangka panjang sekitar 8-20 tahun. Pilihan
desain kebijakan ilmiah di sektor hutan energi tersebut di atas juga
dapat mengatasi kelemahan kebijakan di sektor kehutanan kita selama
ini.

Yakni perubahan kebijakan hutan sangat dipengaruhi oleh siklus
pergantian pemerintahan. Harus dihindari risiko gagalnya implementasi
kebijakan hutan energi akibat pergantian pemerintahan baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Sebab siklus hidup hingga panennya
hutan tidak selalu sama dengan siklus pemilu dan pilkada. Aspek
penting lainnya dari kebijakan hutan energi yaitu sisi pengawasan
implementasi kebijakan hutan energi. Selama ini implementasi berbagai
kebijakan hutan lestari di Indonesia lemah di bidang pengawasan.
Umumnya pengawasan pelaksanaan kebijakan sektor kehutanan dilaksanakan
per triwulan atau bulanan.

Kebijakan hutan energi mesti diawasi per hari dan per pekan.Pengawasan
seperti ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa kebijakan hutan energi
benar-benar meraih lima manfaat strategis yakni; menyerap karbon
dioksida (CO2),menghasilkan energi,menyediakan lapangan kerja, merawat
kearifan lokal rakyat di desa-desa,dan menyeimbangkan kebijakan
pasokan energi dan pasokan pangan rakyat.

Potensi Hutan Indonesia

Hingga tahun 2008, produksi biofuels dunia mencapai berkisar 83 miliar
liter atau naik hampir 4 kali lipat dari total produksi biofuels tahun
2000. Menurut International Energy Agency (IEA), jumlah itu hanya
dapat melayani kebutuhan sekitar 1,5% dari konsumsi bahan bakar
transportasi dunia.Pada masa-masa datang,kemajuan teknologi,semakin
mahalnya bahan bakar fosil dan kebutuhan untuk meredam pemanasan
global akan mendorong semakin tingginya kebutuhan dan penggunaan
biofuels di sektor transportasi dan sektor-sektor industri komersial
lainnya.

Menurut hasil riset peneliti biofuels di Universitas Wageningen
(Belanda) minyak sawit Indonesia, misalnya, termasuk salah satu
penghasil biofuel crops yang sangat sustainable sama seperti gula tebu
asal Brasil. Sedangkan jagung asal Amerika Serikat dan gandum di Eropa
termasuk jenis sumber energi yang tidak sustainable.Jagung di China,
seperti halnya gula tebu Brazil dan minyak sawit Indonesia dan
Malaysia sangat efisien menggunakan lahan, air, nitrogen, dan
pestisida untuk menghasilkan satu unit energi (Bloomberg,21/2/2010).
Kebijakan hutan energi tidak hanya merawat mega-biodiversity di
Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu terobosan strategis untuk
menjadikan Indonesia sebagai energy super-power abad ke- 21.

Indonesia adalah lokasi hutan hujan tropis ke-3 terbesar dunia. Ada
10% spesies bunga dunia,2% spesies mamalia, 16% spesies reptil dan
amfibi,17% spesies burung, dan 25% spesies ikan dunia. Merawat
keragaman hayati ini harus dimulai dari hutan. Pada awal abad
ini,pemerintah telah menetapkan empat kawasan hutan tetap,yaitu hutan
konservasi seluas 20.500.988 ha,hutan lindung seluas 33.519.600 ha,
hutan produksi seluas 58.254.460 ha, dan hutan produksi yang dapat
dikonversi seluas 8.078.056 ha.

Total luas 120.353.1094 ha. Hingga tahun 2009,hanya 20 juta dari luas
hutan itu yang tidak gundul.Pemerintah perlu menambahkan satu kawasan
lagi yaitu hutan energi. Maka kini saatnya telah tiba,kita merumuskan
strategi, kebijakan, dan regulasi hutan lestari “hutan energi.”(*)

Marwan Ja’far
Anggota Komisi Infrastruktur Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/306788/
Share this article :

0 komentar: