BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Kendro Menggugat Budaya Minder

Kendro Menggugat Budaya Minder

Written By gusdurian on Jumat, 29 Januari 2010 | 10.47

Pencipta aplikasi telepon seluler Kendro Hendra berjuang mengikis
budaya meremehkan kemampuan bangsa sendiri. Ia sempat ditolak
perusahaan lokal, tapi disambut pemain pasar global.
RUANGAN di lantai 7 gedung perkantoran di kawasan Kebon Sirih, Jakarta
Pusat, itu sederhana saja, minim interior. Sebuah meja oval di sana
juga tampak bersih lantaran hanya ada sedikit barang di atasnya:
segelas air putih, dua telepon seluler, dan sebuah laptop mungil.
Kendro Hendra, Direktur PT Intouch Innovate Indonesia, duduk menghadap
meja itu. Dari ruangan itu ia mengendalikan bisnisnya yang banyak
menghasilkan aplikasi ponsel.

Gaya bicaranya ramah--cenderung cerewet-ketika berbicara mengenai
aplikasi telepon dan anak muda Indonesia di dunia programmer. Pria 55
tahun itu memang `menjebakkan diri' dalam dunia yang sangat dinamis:
teknologi komunikasi. Lantaran itu, Kendro kerap dikelilingi orang
muda. Begitu juga pada penggarapan aplikasi ponsel terbaru, yaitu
mobile community network, biasa disingkat mobinity.

"Ada 37 orang yang menggarap aplikasi tersebut. Semua orang muda
Indonesia. Usia mereka rata-rata di bawah 30 tahun. Kadang saya merasa
tua kalau berada di tengah-tengah mereka," ucapnya.
Mobinity Pertengahan Desember 2009, aplikasi Mobinity resmi
diluncurkan dengan menggandeng tujuh operator GSM. Sesuai namanya,
aplikasi ini bertujuan mempermudah pemilik ponsel untuk berkomunikasi
melalui internet. Ada empat fitur unggulan, antara lain mobi friends
untuk aplikasi jejaring sosial Facebook pada ponsel pengguna dan mobi
chat untuk aplikasi dari yahoo messenger.
Harga layanan sistem aplikasi itu murah meriah, hanya Rp500 per hari.

Namun, keunggulan itu tidak lantas memuluskan jalan Kendro untuk
meyakinkan provider telekomunikasi seluler Tanah Air. Dari 15 bulan
total pengerjaan, Kendro menggunakan 8 bulan terakhir khusus untuk
melakukan pendekatan dengan provider.

"Satu minggu sebelum peluncuran, dua atau tiga provider baru
menandatangani perjanjian," kisah Kendro.

Proses `jualan' kepada provider dalam negeri ini bukan suatu hal yang
mudah. Persaingan tinggi di antara mereka menuntut kebutuhan aplikasi
yang eksklusif. Kendro putar otak.

Ia mengiming-imingi kenaikan ARPU (average revenue per user) untuk
penyedia telekomunikasi.
ARPU adalah biaya yang dikenakan kepada pengguna jaringan untuk
melakukan SMS ataupun panggilan telepon. Kendro menawarkan bagian dari
Rp 500 per hari yang dipotong dari saldo pulsa konsumen untuk
mengakses Mobinity.
Hal itu otomatis menaikkan ARPU para provider.
Tawaran itu menarik karena dalam persaingan ketat saat ini, provider
telekomunikasi nyaris tidak punya kesempatan untuk meningkatkan ARPU.
Mereka malah perang tarif murah untuk menarik hati konsumen.

Tim Kendro juga siap mengubah tampilan logo dan warna sesuai kebutuhan
penyedia jasa telekomunikasi yang mau bekerja sama. Tahun ini,
Mobinity ditargetkan siap ekspor menuju Malaysia, Filipina, Vietnam,
dan Thailand.
Wajah lama Kendro bukan nama asing di dunia aplikasi ponsel, meski
sebelumnya ia calon arsitek yang sempat kuliah di Universitas
Manitoba, Kanada.
"Saya ingin sekali bisa bilang kepada cucu saya `gedung ini dulu kakek
yang desain'," ucapnya lalu tertawa.

Tapi nasib berkata berbeda. Karena diharuskan mengambil mata kuliah
pilihan, Kendro memilih ilmu komputer. Ternyata ia cukup kelimpungan.
Tugas-tugas dari jurusan arsitek membuatnya harus sering begadang. Pun
pekerjaan rumah kuliah ilmu komputer. Pada tahun kedua, Kendro
memutuskan untuk keluar dari jurusan arsitek dan fokus menekuni ilmu
komputer.

Kendro kembali ke Tanah Air pada 1981. Dia mendirikan pusat pendidikan
komputer (pusdikom) yang berkolaborasi dengan beberapa sekolah. Saat
itu, komputer masih jadi barang mahal. Ruangan berpendingin menjadi
syarat Kendro agar bisa meredam panas dari komputer.
Pendidikan komputer Kendro tergolong barang mewah kala itu.

Dia lantas menjadi distributor Apple di Indonesia melalui perusahaan
InMac. Tahun 1993, Apple menelurkan produk personal digital assistant
(PDA) pertamanya bernama `Newton'. Produk itu diminati perusahaan
minyak di Provinsi Riau untuk membekali 37 karyawannya. Mereka meminta
Kendro menyediakan Newton. PDA pertama tersebut membutuhkan data card
PCMCIA milik Nokia. "Pihak Nokia waktu itu heran, kok ada orang
Indonesia beli PCMCIA dalam jumlah banyak? Orang ini berarti bisa
pakai yang canggih-canggih," kisahnya.

Tak lama kemudian, Nokia bersiap memproduksi communicator pertamanya.
Kendro ditawari untuk menjadi distributor sekaligus pengembang
program. Aplikasi pertama yang berhasil diciptakan Kendro ialah mobile
banking American Ekspress-Amex pada 1990. Aplikasi itu dibenamkan
dalam communicator 9110 dan digunakan sekitar satu juta pelanggan
Amex.

Nama Kendro makin benderang saat ia berhasil menciptakan aplikasi
Setting Wizard yang ditanamkan eksklusif pada communicator Nokia.
"Waktu itu saya buat dulu aplikasinya lantas saya tunjukkan ke pihak
Nokia Indonesia," tuturnya.

Tidak butuh waktu lama, aplikasi ciptaan Kendro kemudian
direkomendasikan untuk penggunaan global dalam 127 bahasa. "Saya rasa
aplikasi Setting Wizard itu ialah right thing on the right time and
meet the right people. Itulah kesempatan," ujar ayah tiga anak itu.

Lantaran itu Kendro fasih bicara bisnis teknologi komunikasi. Dia juga
kerap menjadi tempat curhat mahasiswa didikannya. "Programmer muda
Indonesia sebenarnya sangat berbakat. Sayangnya, kita sering sekali
diremehkan dan dipandang sebelah mata," ungkapnya.

Dari mahasiswa didikannya, Kendro kerap mendengar penolakan tawaran
aplikasi ponsel.
"Alasan yang dikemukakan perusahaan biasanya berkutat antara lain
programnya kurang komersial, atau mereka belum butuh program seperti
itu," lanjutnya.

Kendro hafal betul dengan alasan itu. Sebelum namanya kondang, ia
sempat mengalami hal serupa. Sebuah perusahaan menolak mentahmentah
program buatannya.

Saat itu, Kendro menggunakan kantornya yang berlokasi di Jakarta.
Anehnya, program yang sama itu diterima oleh perusahaan yang sama
justru ketika ditawarkan melalui kantor pemasaran Kendro di Singapura.

"Mental dan pemikiran bahwa orang Indonesia tidak bisa sehebat orang
luar negeri yang harus diubah. Buktinya, pencipta aplikasi `Real
Player' yang terkenal itu kan juga orang asli Magelang," ucapnya
dengan mata berbinar.

Dia berharap, apa yang telah dibuatnya bisa membuat programer muda
Indonesia tidak lagi berjalan dengan kepala tertunduk. "Setiap lihat
fitur baru, berkatalah `Gue juga bisa!' Lalu, buktikan!" tuturnya
dalam suara yang penuh penekanan. (M-8) maria@mediaindonesia.com
PENGANTAR Dalam rangka ulang tahun ke-40, Media Indonesia menampilkan
40 sosok terpilih.
Berikut ini ialah sosok kesembilan. Lewat karyanya, pencipta sejumlah
aplikasi ponsel ini menggugat budaya meremehkan kemampuan anak
negeri.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/01/29/ArticleHtmls/29_01_2010_018_001.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: