BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » DISKUSI PANEL AHLI MEDIA GROUP - Yang Terlupakan dalam Program 100 Hari

DISKUSI PANEL AHLI MEDIA GROUP - Yang Terlupakan dalam Program 100 Hari

Written By gusdurian on Jumat, 29 Januari 2010 | 10.46

P memenu EMERINTAH mengklaim telah mencapai target yang memuaskan
dalam program 100 hari. Tapi, berbagai kalangan menilai program
tersebut belum nuhi apa yang diharapkan oleh masyarakat. Pemerintah
dianggap melupakan beberapa masalah penting. Di antaranya kesiapan
sektor industri menghadapi pelaksanaan perdagangan bebas ASEAN-China
(ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA) dan pertambahan penduduk yang
semakin meningkat.

Hal-hal itulah yang menjadi pokok bahasan dalam Diskusi Panel Ahli
Media Group tentang 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono, di Grand
Studio Metro TV, Selasa (26/1) malam. Diskusi menghadirkan Menteri
Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.

Selain itu, dihadirkan pula panel ahli Media Group yakni Rektor UIN
Jakarta Komarudin Hidayat, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia Firmanzah, pakar lingkungan dari IPB Surjono Hadi Sutjahjo,
pakar ekonomi pertanian Unila Bustanul Arifin, pengamat militer
Jaleswari Pramodhawardani, Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia
Kartono Mohamad, ahli sosiologi organisasi UI Meuthia Ganie Rohman,
pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar,
budayawan Radhar Panca Dahana, dan Andy Agung Prihatna dari Media
Group.

Dalam pandangan sejumlah pakar, perdagangan bebas ASEAN-China telah
menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi menjadi pemicu daya saing
produk dalam negeri, tapi di lain sisi menjadi bumerang bagi
kehancuran beberapa sektor industri.

Itu terlihat dari ditundanya implementasi delapan sektor industri
dalam perjanjian ACFTA.
Kedelapan sektor industri itu di antaranya sektor makanan dan minuman,
petrokimia, tekstil dan produk tekstil, kimia anorganik, alas kaki,
elektronika, furnitur, dan sektor besi baja.

Menyikapi hal itu, budayawan Radhar Panca Dahana mengkritik kinerja
pemerintah yang lamban. Perencanaan yang dibuat pemerintah dinilai
kurang matang sehingga terlihat panik di detik-detik terakhir.

MS Hidayat mengemukakan pihaknya telah berupaya untuk meningkatkan
daya saing produk dalam negeri. Tidak hanya dengan usaha negosiasi pos
tarif yang sudah dilakukan, tapi juga mengusahakan peningkatan
kualitas produk dalam negeri. Dalam hal ini, lanjut MS Hidayat, perlu
back up infrastruktur dan suplai energi untuk menopang sektor
industri. Tidak bisa dimungkiri, ACFTA membuat bangsa maju
berkompetisi. Namun, butuh waktu untuk melakukan pembenahan. Andy
Agung mengungkapkan fakta yang menarik. Hasil survei opini publik yang
dilakukannya bersama tim menunjukkan sebanyak 71,3% responden lebih
memilih produk Indonesia ketimbang produk luar negeri. Ini menunjukkan
bahwa masyarakat kian sadar dan bangga akan produk dalam negeri.

Mari Elka Pangestu mengungkapkan bahwa ia pun mendapatkan hasil
polling serupa saat melaksanakan kampanye Aku Cinta Indonesia. ,
Sayangnya, untuk level menengah ke atas masih terbelenggu oleh
pemikiran impor-minded.

Untuk itu, Mari menambahkan, perlu adanya i reformasi birokrasi yang
menyingkat perizinan, l terutama di sektor UKM, seperti masalah bahan
baku dan pinjaman. Keberpihakan terhadap penggunaan produk dalam
negeri dalam peme rintahan dan BUMN juga terus digalakkan. Soal
kependudukan Hal lain yang juga luput dari program 100 hari adalah
masalah kesehatan dan kependudukan. Data UNDP (badan PBB untuk
kependudukan) menyebutkan, pertambahan penduduk Indonesia mungkin akan
mencapai 20%. Tingginya pertambahan penduduk akan berimbas pada banyak
sektor, seperti pertanian, lapangan kerja, dan penyediaan layanan
kesehatan. Menurut Kartono Mohamad, seharusnya pemerintah menerapkan
langkah yang jelas untuk mengatasi hal itu, tidak sebatas program
keluarga berencana (KB). Hal yang juga harus diperhatikan adalah
ketersediaan dan penyebaran alat kontrasepsi bagi masyarakat miskin.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengemukakan bahwa
pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk menekan laju pertambahan
penduduk. Salah satunya dengan program peningkatan pelayanan kesehatan
dasar, termasuk masalah KB, gizi, dan kesehatan reproduksi.

Dana bantuan operasional kesehatan juga akan dikucurkan ke lebih dari
8.000 puskesmas di Indonesia. Dengan dana itu diharapkan pelayanan
kesehatan di tiap daerah menjadi lebih baik.
Tak bersinergi Setelah merangkum kinerja pemerintah dalam program 100
hari, para panelis ahli menyatakan ketidakpuasan mereka. Begitu pun
responden dalam polling Media Group. Walau pada pekan ini terlihat ada
sentimen positif, kenaikannya kurang signifikan. Tingkat kepercayaan
responden pekan ini masih jauh di bawah tingkat kepercayaan pada
Oktober 2009 lalu, saat Presiden dan Wapres dilantik.

Komarudin Hidayat mengemukakan tidak ada program kementerian yang
mendorong perubahan secara signifikan. Pemerintah terlalu banyak
dirundung konflik yang kemudian menjadi tontonan publik. Pemerintah
hanya bisa menangkal isu tanpa ada arah tujuan yang jelas. Koordinasi
belum berjalan dengan baik.
Reformasi birokrasi yang selama ini diupayakan juga dinilai belum
menampakkan hasil nyata.

Idealnya, sambung Kartono, harus ada sinergi dari semua program tiap
kementerian. Sinergi itulah yang kemudian dapat memperlihatkan arah
kemajuan bangsa. SBY seharusnya bisa menjadi dirigen pemersatu yang
memimpin kemajuan. Namun, lanjut Kartono, kenyataannya tidak begitu.
Tiap program seolah-olah dijalankan sendiri-sendiri.

Ia lalu memberikan perumpamaan bagi kinerja pemerintah, jika
diibaratkan sebuah lagu, partiturnya sudah dibuat namun ketika
dimainkan tak jelas apa lagunya.
(Christine Franciska/X-10)

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/01/29/ArticleHtmls/29_01_2010_017_002.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: