BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Cerita Humor untuk Politik Kita

Cerita Humor untuk Politik Kita

Written By gusdurian on Rabu, 11 November 2009 | 08.56

Mungkin seharusnya kita memandang politik Indonesia dengan rasa humor
daripada terus mengerutkan kening. Toh, memang seperti inilah potret
bangsa kita saat ini, mulai dari pemimpinnya, birokrasi, oposisi,
hingga masyarakatnya.

Kejenakaan inilah yang terasa kental dalam diskusi peluncuran emiktur.
Singkatan ini pun jangan terlalu dianggap serius karena ini kreasi
olok-olok pembuatnya, sineas Garin Nugroho, yang dimaksud adalah esai,
komik, dan karikatur dengan judul SBY Superhero.

Tak jarang tawa membahana di kafe kantor berita Antara, Jakarta, gara-
gara celotehan pembahas buku yang sebenarnya sehari-hari dikenal
sebagai pengamat politik ”serius”, yaitu Yudi Latif, Arbi Sanit, dan
Muslim Abdurrahman. Garin sambil tersenyum jahil bercerita, tadinya ia
mencoba serius untuk membaca Pemilu 2009. ”Eh, baru setelah sadar,
saya kembali berpikir bahwa politik Indonesia sebenarnya hidup dan
dihidupkan dari berbagai jenis olok-olok,” katanya, Senin (9/11).

”Bagaimanapun, pemimpin adalah cermin masyarakat,” kata Yudi Latif. Ia
menambahkan, kekesalan pada pemimpin sebenarnya adalah kekesalan pada
diri sendiri. Dia pun merujuk potret masyarakat dalam SBY Superhero
yang menyebut tujuh ciri masyarakat kontemporer Indonesia.

Beberapa di antaranya adalah Masyarakat Suku Trendi yang fanatik
sekaligus terbuka, global sekaligus primordial, dan penuh lompatan
tetapi juga tertinggal. Kedua adalah Masyarakat Kopral Jono (judul
lagu klasik yang mengidolakan militer), di mana psikologi komunal
rakyat Indonesia tetap cinta pada militer. Ketiga, Masyarakat Gosip
Data yang gemar pada sistem rating dan gosip serta euforia poling yang
dimanfaatkan berbagai lembaga riset. Keempat, Masyarakat Tumpengan
alias semuanya bersama-sama dan tanpa oposisi serta berebut untuk
membagi-bagi sayur dan lauk-pauk.

Arbi Sanit juga menggarisbawahi olok-olok dalam politik Indonesia.
Menurut dia, politik yang menebar simbol tanpa substansi adalah olok-
olok karena tidak ada isinya. Politik yang seharusnya adalah demokrasi
serta kepercayaan dan kedaulatan rakyat.

Masalah kemasan itu juga disoroti Muslim Abdurrahman, yang menyatakan,
popularitas dari sesuatu yang nonsubstantif bisa digerogoti dengan
mudah karena selama ini citra yang dibangun nonsubstantif. ”Saya
khawatir itu terjadi pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),”
katanya.

SBY Superhero memang membuat kita becermin tentang diri kita sendiri.
Adanya kritik sekaligus pujian yang disampaikan dengan ringan dan
jenaka. Untuk Presiden Yudhoyono, misalnya, yang menjadi pembuka
adalah tujuh jurus jitu kemenangannya dalam Pemilu 2009. Jurus
pertama, menyebutkan betapa jeniusnya jurus politik keseimbangan yang
digambarkan seperti kesebelasan Jerman yang perlahan tetapi pasti
mengatur jalannya pertandingan politik.

”Jika terdesak, seakan-akan terpojok. Pada momentum yang tepat kembali
mengendalikan permainan untuk kemenangan,” begitu isi jurus pertama.
Selain penjelasan jurus pertama itu, ada kutipan berita tentang
terbitnya Perppu penunjukan Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dengan pola yang sama, disebutkan juga Tujuh Jurus Keblinger: Tujuh
Kesalahan Lawan SBY, seperti Keblinger Selebriti. Disebutkan bagaimana
juru kampanye dan calon presiden mengalami histeria selebriti, mereka
senang tampil di acara televisi setiap hari, tetapi lupa pada tugas
utama, yaitu berkampanye. Mereka tampil gagah, menarik, serba wah, dan
yang paling penting mampu menguras emosi. Sinetron muncul dengan
konsep dan tema yang sama dan semuanya digandrungi penonton.

Dulu, masyarakat enggan menyaksikan berita politik. Namun, begitu
dikemas dengan gaya infotainment, di mana berbagai hal seperti waktu
senggang hingga pakaian ikut dibahas, acara politik pun digemari.

Tujuh kritik untuk SBY juga menggarisbawahi betapa Presiden ini
mementingkan kemenangan daripada pendidikan kewarganegaraan. Kampanye
menyisihkan pendidikan warga negara dan berpusat pada sosok SBY.
Menurut Yudi Latif, kini saatnya sosok superhero itu membuktikan
dirinya. ”Sebagaimana jagoan, dia harus datang dong dan menolong
ketika krisis. Atau ini hanya citra imajinatif saja,” tandasnya.

Inilah cerita tentang bangsa kita yang sedang belajar berpolitik.
Emiktur ini seperti ingin mengolok-olok kita. (edn)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/11/03143358/cerita.humor.untuk.politik.kita
Share this article :

0 komentar: