BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Kabinet Sakit Kepala

Kabinet Sakit Kepala

Written By gusdurian on Sabtu, 31 Oktober 2009 | 14.16

SEBANYAK 44% responden yang disurvei The Nielsen Indonesia mengalami
masalah sakit kepala. Persentase orang yang sakit kepala jauh melebihi
orang yang mengalami kesulitan tidur (24%) atau sakit gigi (17%).

Jumlah orang Indonesia yang mengeluh sakit kepala ternyata jauh lebih
tinggi daripada orang Hong Kong yang supersibuk (37%),India (36%),bahkan
bangsa yang gemar mabuk,Jepang (28%). Minggu-minggu ini adalah pekan
sibuk para eksekutif, baik swasta maupun pemerintahan. Di mana-mana
kembali saya mendengar rekan-rekan dan senior yang mengeluh sakit kepala.

Semua orang dituntut bekerja lebih keras, lebih sistematis, dan mencapai
target yang tidak ringan. Hampir pasti, di bulan madu pemerintahan (100
hari pertama) ini akan banyak menteri yang sakit kepala karena
berhadapan dengan banyak hal dan tuntutan baru.

Perubahan Selalu Memusingkan

Di dunia usaha, kalau Anda tidak sakit kepala, Anda termasuk orang yang
beruntung, atau mungkin Anda termasuk orang yang pasrah,nrimo,dan tidak
terlalu banyak menuntut. Namun sekali Anda menghendaki perubahan,
dijamin kepala Anda akan pusing tujuh keliling.Anda pusing,bawahan Anda
apalagi.

Namun kepusingan adalah hal yang biasa dalam perubahan. Banyak studi
menemukan bahwa visi baru selalu menimbulkan efek kekacauan. Orang-orang
tidak bisa menyesuaikan diri dengan cepat.Sebagian besar
mengeluh,sebagian kecil membuat barikade penghalang. Tetapi kalau Anda
tekun, sakit kepala perubahan tak akan berlangsung lama. Setahun adalah
masa yang sudah sangat panjang.

Kalau berlebih dari waktu itu, kemungkinan besar ada yang tidak beres.
Banyak pemimpin menundanunda perubahan dengan alasan perlu waktu untuk
meng-handle resistensi. Pemimpin seperti ini justru akan selalu bekerja
dengan kepala pusing karena tidak ada perubahan yang berjalan tanpa
resistensi.

Semakin ditunda akan semakin kacau organisasinya dan semakin lama akan
semakin besar dan berat masalah yang harus diatasi.Ketika bangsa-bangsa
lain berlari 200 km per jam,Anda masih harus ditahan dengan kecepatan 50
km per jam.

Kabinet Sakit Kepala

Beberapa orang menteri baru menyebutkan, pada saat seleksi, Presiden
menunjukkan angkaangka sasaran yang harus bisa dicapai para calon
menteri. Bagi sejumlah menteri yang sudah bisa bekerja dengan manajemen
kinerja (performance management), melihat angka-angka dan
sasaran-sasaran yang demikian adalah biasa.

Sri Mulyani,menteri keuangan yang sudah merombak cara kerja
organisasinya, hampir dapat dipastikan sangat familier dengan
angka-angka yang disodorkan Presiden. Direktorat Jenderal Pajak,
misalnya, sudah biasa bekerja dengan semacam corporate plan dan
sasaran-sasaran yang spesifik. Reward system juga sudah jauh diperbaiki.
Departemen Keuangan juga sudah pandai memisahkan unit-unit yang
menghasilkan income dan mana yang tidak lebih dari sekadar policy making.

Bagaimana dengan departemen- departemen yang biasa bekerja asussual,
belumdisentuhdengan manajemen perubahan, apalagi dengan manajemen
kinerja? Sebagian menteri yang saya kenal masih terlihat bisa
tertawa-tawa dan bekerja dengan ritual santai. Bahkan banyak politisi
yang baru pertama kali bekerja dengan birokrasi.

Maka jangankan manajemen kinerja, mengelola birokrasi saja masih
merupakan hal yang baru bagi mereka. Mungkin karena ketidakmengertian
mereka tentang manajemen kinerja,maka mereka masih terlihat
santai-santai saja. Bu/Pak Menteri, mohon maaf, Anda harus cepat belajar
dan menyesuaikan diri.

Manajemen kinerja yang disajikan saat seleksi dilakukan, akan dengan
mudah melacak segala kemubaziran dan kelambanan yang terjadi di tempat
Anda masing-masing. Jadi jangan buang-buang waktu, segera bentuk tim
pendukung yang solid,lakukan alignmentdansegera breakdowntarget Anda
dalam unit-unit yang relevan.

Pengalaman dari dunia usaha, rata-rata eksekutif memerlukan waktu dua
tahun untuk mengimplementasik an manajemen kinerja secara efektif. Di
badan-badan pemerintah,kalau menterinya lamban,ia butuh tiga hingga
empat tahun.Namun di era kecepatan ini, dengan dukungan dan tuntutan
dari atas yang sangat kuat,Anda sudah harus bisa selesai melaksanakannya
dalam tempo setahun.

Dalam banyak hal, penerapan manajemen kinerja diduga menjadi kontributor
besar bagi gejala sakit kepala para eksekutif. Di beberapa perusahaan
besar, holding companies,para eksekutif mulai membuat ruang-ruang
istirahat untuk melepas ketegangan. Ada yang menyebutnya dengan nama
ruang oksigen, ruang ozon, dan seterusnya.

Ruang oksigen itu dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas relaksasi,
termasuk musik, band, atau karaoke. Maka sewaktu Wali Kota Depok menutup
bisnis-bisnis karaoke di wilayahnya, saya menerima cukup banyak keluhan
dari eksekutif yang ruang-ruang kerjanya mulai sumpek karena sebagian
cabang mereka tidak punya ruang oksigen yang memadai. Kalau kita kurang
pergaulan, kita bisa menduga karaoke adalah maksiat. Namun kalau
diluaskan, kita pun ternyata memerlukan katup pelepas dari segala
kesulitan.

Downshifting

Sewaktu saya menulis buku Marketing In Crisis, saya merumuskan
terminologi downshifting untuk menggambarkan perubahan konsumsi yang
dilakukan konsumen saat krisis.Namun, di Australia dan Amerika Serikat,
downshifting justru terjadi di kalangan eksekutif yang secara aktif
mengambil langkah ekstrem: mengambil pensiun dini. Kemajuan pemakaian
manajemen kinerja telah banyak membuat eksekutif merasa tidak nyaman
dalam mengejar kebahagiaan.

Memang sebagian besar korbannya adalah mereka yang kurang produktif,
termasuk mereka yang berada dalam kategori low competencedan biasa
bersembunyi pada hasil kerja tim. Dengan manajemen kinerja, eksekutif
harus bekerja lebih keras dan terpaksa mengorbankan keseimbangan
hidupnya dengan keluarga, kolega, tetangga, komunitas, sekolah anak-anak
dan sebagainya.

Wajar kalau orang-orang yang tidak nyaman ini memilih pindah kuadran,
menjadi wirausaha atau beralih pada perusahaan- perusahaan yang lebih
memberi ruang untuk bernafas lebih lega. Setiap orang tentu memiliki
preferensi dan selera yang tidak sama, maka sebelum sakit kepala beralih
menjadi penyakit yang membahayakan hidup Anda, segera benahi kemampuan
dan selera masing-masing, lalu tetapkan dunia Anda sebenarnya. Semoga
kabinet yang baru ini dapat belajar dan terbebas dari sakit kepala dan
semua lolos ujian 100 hari.Selamat bekerja.(*)

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/280188/38/
Share this article :

0 komentar: