Menunggu Realisasi Janji Obama
Oleh: A. Safril Mubah
*HARI* ini tepat delapan tahun tragedi 11 September 2001 (9/11). Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, peringatan serangan teroris ke gedung
World Trade Center (WTC) tahun ini terasa ada warna baru setelah Barack
Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat. Pada masa Presiden
George W. Bush, peringatan tragedi 9/11 selalu dihiasi dengan
pernyataan-pernyataan tajam bernada ancaman terhadap pihak-pihak yang
dituding AS sebagai teroris, seperti Usamah bin Laden, Al Qaidah,
Taliban, dan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad.
Tahun ini, Presiden Obama belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait
tragedi 9/11. Tetapi, menyimak janji-janji kampanyenya tahun lalu,
pidato pelantikannya pada 20 Januari 2009, dan pidatonya ke dunia Islam
di Kairo pada 4 Juni 2009, publik berharap agar Obama mengeluarkan
pernyataan lebih lunak daripada pendahulunya. Dalam ketiga momen itu,
Obama kerap mengungkapkan keinginannya untuk berdialog dengan
pihak-pihak yang selama ini dituding sebagai individu, kelompok, atau
negara pendukung terorisme. Mereka sering dianggap sejumlah kalangan
sebagai korban konspirasi 9/11.
*Dugaan Konspirasi*
Belakangan ini muncul dugaan kuat bahwa tragedi 9/11 sebenarnya
konspirasi pemerintahan Bush untuk menyeret publik AS dalam perang
melawan terorisme. Kevin Barrett dan Steven Jones, dua ilmuwan yang
tergabung dalam Scholars 9-11 Truth, menyatakan bahwa AS memang sengaja
merobohkan dua menara kembar WTC dengan meledakkan bom yang telah
terpasang di fondasi gedung itu. Ledakan sebenarnya sudah terjadi
sebelum Mohammad Atta dan kawan-kawan menabrakkan pesawat yang mereka
bajak ke WTC.
Terkait dengan itu, Scholars for 9/11 Truth menyatakan bahwa besar
kemungkinan gedung kembar WTC sengaja dirobohkan dengan peledak yang
dikendalikan dari jarak jauh. Organisasi komunitas akademisi yang
dibentuk untuk menelusuri misteri di balik tragedi 9/11 itu menuduh
pemerintahan Bush sebagai perancang serangan tersebut demi memuluskan
agenda politik terselubung yang tak banyak diketahui publik
(/www.911truth.org/, 10/9/2009).
Besar kemungkinan agenda terselubung itu berkaitan dengan cita-cita
pembebasan rakyat dari rezim otoriter penentang AS. Eksistensi Osama, Al
Qaidah, Taliban, dan Ahmadinejad adalah ancaman nyata bagi kepentingan
AS di pentas global. Mereka adalah kekuatan-kekuatan utama dunia yang
tak pernah lelah menggerogoti hegemoni AS.
AS merasa tak nyaman dengan adanya mereka dan berkeinginan melenyapkan
mereka, tetapi tak ada alasan pembenar untuk melakukan itu. Karena itu,
diciptakanlah konspirasi serangan teroris 11 September 2001 dan
menggiring opini publik untuk menuduh Usamah sebagai pelaku utama.
Dugaan konspirasi itu kian kuat setelah Van Jones, salah seorang
penasihat Obama yang dikenal berani mengeluarkan pernyataan
kontroversial, mengatakan bahwa /immediate public attention to
unanswered questions that suggest that people within the current
administration may indeed have deliberately allowed 9-11 to happen,
perhaps as a pretext for war. /Pernyataan yang dipublikasikan
/www.911truth.org/ itu mengindikasikan adanya keterlibatan orang dalam
pemerintahan Bush yang sengaja membiarkan terjadinya tragedi 9/11.
Menyikapi dugaan itu, Obama sudah seharusnya melakukan penyelidikan
menyeluruh atas kemungkinan adanya konspirasi tersebut. Jika tidak,
publik internasional akan kecewa. Sebab, Obama selama ini telah
memberikan harapan besar atas terciptanya tatanan dunia yang damai
melalui dialog konstruktif dengan musuh-musuh AS yang selama ini dia
janjikan.
*Menunggu Janji* * *
Dalam berbagai kesempatan, Obama kerap mengampanyekan kebijakannya untuk
mengajak para pemimpin dunia Islam berdialog tentang terorisme, keamanan
internasional, dan perdamaian dunia. Obama menyiratkan sebuah pesan
bahwa dirinya tidak keberatan duduk satu meja dengan Ahmadinejad dan
para pemimpin Palestina. Kebijakan yang bertolak belakang dengan Bush
itu membuat dunia Islam berharap banyak kepada Obama.
Persoalannya, Obama belum membuktikan janji itu secara konkret.
Kebijakan dia selalu indah pada retorika, tetapi buruk dalam
implementasi. Kunjungannya ke beberapa negara muslim selalu diwarnai
pidato retoris yang membuncahkan harapan. Seperti ketika berkunjung ke
Mesir, dia mendorong agar Palestina dan Israel bisa hidup berdampingan
sebagai dua negara. Dia berkata ''/...the only resolution is for the
aspirations of both sides to be met through two states, where Israelis
and Palestinians each live in peace and security." /
Padahal, realita yang terjadi adalah meskipun mendesak Israel untuk
menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah pendudukan, Obama
tetap bertahan untuk mendukung penuh negara itu. Artinya, dia telah
sepenuh hati mendukung Israel, tetapi belum segenap jiwa mendukung
Palestina.
Obama, rupanya, masih belum rela Hamas memegang peran penting di
Palestina. Melalui sikap kerasnya yang sering merepotkan Israel,
organisasi itu masih dianggap AS sebagai biang masalah di Timur Tengah.
Stigma teroris tetap belum hilang dari Hamas. Kenyataan itu jelas
bertolak belakang dengan kebijakan yang selama ini didengung-dengungkan
Obama ke seluruh dunia.
Karena itu, memperingati delapan tahun tragedi 9/11, akan sangat tepat
bagi Obama untuk tidak hanya mengenang para korban, tetapi juga secara
konkret mengagendakan pertemuan-pertemuan terjadwal dengan para pemimpin
Islam dan berdialog tentang perdamaian dunia. Dengan begitu, harapan
Islam terhadap Obama tidak berhenti kepada retorika belaka.
/* / * /A. Safril Mubah, / * /dosen / /Ilmu Hubungan Internasional FISIP
Universitas Airlangga/
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
Menunggu Realisasi Janji Obama
Written By gusdurian on Minggu, 13 September 2009 | 02.49
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar