BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Ketika Mal Mengumbar Hiburan

Ketika Mal Mengumbar Hiburan

Written By gusdurian on Senin, 28 September 2009 | 10.06

Ketika Mal Mengumbar Hiburan
Bagi pengunjung, tidak ada mal yang ideal. Selera mereka berubah
sangat cepat.

Libur panjang berarti mal bagi kebanyakan orang, bahkan keluarga.
Tengok saja padatnya mal di pusat hingga pinggiran kota. Veronica
Siska, 38 tahun, adalah salah satu pengunjung setia bersama
keluarganya. Ia mempunyai alasan sederhana. "Sekali datang, semua
kebutuhan terpenuhi," kata ibu dua anak ini.

Di mal memang ada restoran, toko buku, toko mainan, salon, bioskop,
tempat olahraga, dan kedai kopi arena nongkrong. Kebutuhan untuk
penampilan pun terpenuhi karena ada butik sepatu, busana, sampai gerai
kosmetik. Meski dengan aneka fasilitas, mal-mal terus berbenah diri,
bahkan berganti nama karena beragam alasan, salah satunya karena
pemiliknya baru, seperti Mega Mal Pluit menjadi Pluit Village setelah
grup Lippo mengambil alih.

Grup Lippo juga tengah merampungkan PX Pavilion @The St Moritz, yang
ditargetkan rampung pada 2010, dan akan memposisikan diri sebagai
arena yang mewakili gaya hidup masa kini dengan nilai investasi Rp 400
miliar. Berlokasi di Puri Indah, Jakarta Barat, rencananya di sini ada
Ranch Market, Emax Apple, toko buku, studio foto, dan restoran
berbagai menu dari Italia, Cina, Indonesia, Hainan, Jepang, dan
Thailand. Lantas ada pula kafe, lounge, pusat kebugaran, karaoke, dan
biliar.

Di BSD City, Teras Kota, yang didirikan oleh PT Deyon Resources, pun
menawarkan one stop entertainment. Mal yang bersinergi dengan Hotel
Santika ini menyebutkan dirinya sebagai pelengkap bagi mal di
sekitarnya. Konsepnya, food (gerai makanan atau minum), film (bioskop
Blitz cabang kelima), fit (pusat kebugaran), dan fun (aneka
permainan).

Tb. Dadi Sufiyadi, Manajer Umum Teras Kota, menyatakan bahwa pihaknya
pernah mengadakan riset terhadap 35 ribu responden untuk mengetahui
apa yang mereka lakukan di waktu senggang. Ternyata mereka menjawab,
mereka menuju pusat hiburan karena mau nonton di bioskop, makan,
nongkrong di gerai kopi, atau bermain game. Boleh dibilang mal ini
serupa tapi tak sama dengan Cilandak Town Square (Citos), hanya Citos
masih mempunyai pusat belanja, seperti Matahari, yang menyediakan
retail busana, swalayan, dan tempat dugem.

Arsitek Avianti Armand menyebutkan, sebagai pusat belanja, Citos
sukses diterima oleh pengunjung. "Tapi untuk mengantisipasi pasar yang
jenuh, diadakan ladies bazaar setiap Rabu. Jadi di sana tidak hanya
untuk tempat nongkrong, makan, atau belanja kebutuhan sehari-hari,
tapi juga ada pilihan yang terbaru," katanya.

Avianti menyatakan, tidak ada pengunjung yang loyal pada satu mal atau
pusat belanja. Tak mengherankan, butik Calvin Klein ada di Plaza
Indonesia, tapi buka di Pondok Indah Mall 2. Pembeli yang biasa beli
di Plaza Indonesia, mencari di Pondok Indah. Hal ini bukan karena
pembeli merek Calvin Klein banyak, tapi mereka lebih dimudahkan. "Maka
persaingan tempat perbelanjaan lebih mengemuka."

Arsitek yang merancang ruang Fpod di lantai 2 FX Sudirman ini memberi
saran agar setiap pusat belanja selalu membuat perubahan agar
pengunjungnya tidak lari. "Bagi pengunjung, tidak ada mal yang ideal.
Selera mereka berubah sangat cepat," kata penulis kumpulan cerita
pendek Negeri Para Peri ini.

Tidak mengherankan jika pihak mal kerap meminta gerai-gerainya
melakukan evaluasi desain dan wajah tokonya. Avianti pun kurang yakin
bila pengelola pusat belanja yang mengibarkan bendera pusat hiburan
atau gaya hidup akan bertahan. "Suatu saat akan mencapai
keseimbangannya sendiri, tidak hanya mengandalkan tempat makan,
bioskop, tapi juga selalu berubah mengikuti selera pengunjungnya." Ia
menambahkan, dalam pengembangannya, setiap mal atau pusat belanja akan
menemukan format yang paling sesuai.

Toh untuk setiap mal, terutama yang baru, ada saja andalannya. Misal,
bioskop masih menjadi ciri Teras Kota dan PX. Blitzmegaplex kelima
didirikan di Teras Kota. Menurut Manajer Pemasaran Blitzmegaplex Dian
Sunardi, sejak dibuka lima studio dari sembilan yang akan beroperasi,
jumlah pengunjung bioskop ini mencapai angka 1.600 orang. Angka yang
lumayan bila dibandingkan dengan cabang pertama di Jakarta, Grand
Indonesia, yang hanya mengumpulkan 300 orang sekali pertunjukan.

Lantas di antara mal-mal yang menjamur itu, mana yang paling ideal?
Avianti menyebut, dari sisi tata ruang yang ideal adalah Plaza
Senayan. "Lokasinya tidak terlalu besar dan tidak membuat kita
tersasar atau kecapekan berjalan." Namun, Anda mungkin punya pilihan
sendiri. EVIETA FADJAR

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/09/26/Gaya_Hidup/krn.20090926.177245.id.html
Share this article :

0 komentar: