BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Bagaimana Mencegah Pendanaan Terorisme?

Bagaimana Mencegah Pendanaan Terorisme?

Written By gusdurian on Kamis, 13 Agustus 2009 | 09.01

Bagaimana Mencegah Pendanaan Terorisme?

KEKUATAN ekonomi Indonesia diuji kembali dengan ledakan bom di Hotel JM
Marriott dan Ritz Carlton, Jakarta pada 17 Juli 2009. Bagaimana reaksi
pasar terhadap peristiwa tersebut? Apa pengaruhnya terhadap risiko
negara? Mari kita cermati lebih dalam.

Dari sisi pasar, peristiwa itu telah membuat nilai tukar rupiah melemah
dari Rp10.140 menjadi Rp10.250 per dolar AS sebelum kembali menguat pada
akhir perdagangan. Sementara indeks harga saham gabungan (IHSG) jatuh 57
poin atau 2,7% menjadi 2.060 pada awal perdagangan. Namun IHSG menguat
lagi dan ditutup pada 2.106,turun 11 poin atau 0,55% dari hari sebelumnya.

Apa pengaruhnya terhadap risiko negara? Bagaimana dengan pengaruh
terhadap negara? Setiap peristiwa yang berdampak besar antara lain
pemilihan umum presiden (pilpres) dan ledakan bom di suatu negara selalu
menyedot perhatian dunia bisnis baik nasional maupun internasional.
Mengapa? Karena hal itu akan memengaruhi risiko negara (country risk).

Sebelum bertransaksi dengan bank koresponden,bank senantiasa
memperhitungkan tingkat risiko negara tempat bank korespondennya
beroperasi. Kiat itu bertujuan untuk mengukur seberapa jauh potensi
risiko yang bakal dihadapi. Langkah ini merupakan praktik yang umum
digunakan oleh perbankan internasional (best practice).

Oleh karena itu, bank nasional juga akan berpikir seribu kali untuk
bertransaksi dengan bank di negara-negara berisiko tinggi (high risk
countries) seperti Myanmar, Haiti,Sudan,Pakistan,Nigeria (International
Country Risk Guide/ ICRG, Juli 2009).

Sebaliknya, bank dengan riang hati untuk bertransaksi dengan mitra
bisnis di negara-negara berisiko sangat rendah (low risk countries)
seperti Singapura, Jerman, Kanada, Belgia, Denmark,Belanda. Bagaimana
Indonesia? Indonesia termasuk negara-negara berisiko moderat (moderate
risk countries) bersama India, Brasil,Vietnam, Filipina. Artinya,
Indonesia termasuk negara yang cukup aman bagi investor asing untuk
berbisnis.

Dalam menetapkan tingkat risiko negara, ICRG, salah satu rujukan bank
nasional, memperhitungkan tiga jenis risiko: risiko keuangan (financial
risk) dengan bobot 25%, risiko ekonomi (economic risk) (25%) dan risiko
politik (political risk) (50%). Pembobotan itu menggambarkan bahwa
komponen risiko politik mendominasi dibandingkan dengan risiko finansial
dan ekonomi.

Artinya, setiap peristiwa eksklusif akan mempengaruhi risiko negara itu.
Dengan bahasa terang, pilpres yang aman, lancar dan demokratis bakal
mengurangi risiko politik sehingga risiko negara Indonesia kian rendah.
Kian rendah risiko negara, akan kian tinggi persepsi dunia bisnis
terhadap Indonesia. Sentimen positif.Alhasil, Indonesia kian dianggap
sebagai negara yang aman untuk berinvestasi.

Sebaliknya, ledakan bom terakhir itu bisa meningkatkan risiko
negara.Sentimen negatif.Diyakini peristiwa ini tidak akan menurunkan
Indonesia dari negara berisiko moderat menjadi tinggi.Namun ini bisa
mengurangi poin pada komponen risiko politik. Pengalaman Indonesia dalam
membasmi pelaku peristiwa yang sama selama ini akan menjadi tonggak
bersejarah (milestone) bagi Indonesia untuk bangkit kembali.

Pemerintah harus melakukan langkahlangkah strategis untuk mengawal aneka
pilar ekonomi. Lantas, apa peran bank nasional? Bank nasional wajib
mencegah pendanaan terorisme.Bagaimana kiatnya? Dengan meningkatkan
kewaspadaan terhadap transaksi kiriman uang yang mencurigakan.

Mengapa? Siapa tahu kiriman uang itu untuk mendanai terorisme. Bank
Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
11/28/PBI/2009, tgl 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.

PBI itu mewajibkan bank nasional untuk antara lain menerapkan program
Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT),
menyusun laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Transaksi mencurigakan dengan menggunakan pola transaksi tunai antara
lain penyetoran tunai dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh
perorangan atau perusahaan yang memiliki kegiatan usaha tertentu dan
penyetoran tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan cek atau
instrumen non tunai lainnya; penukaran uang tunai berdenominasi kecil
dalam jumlah besar dengan uang tunai berdenominasi besar; dan penukaran
uang tunai ke dalam mata uang asing dalam frekuensi tinggi.

Pengalaman di lapangan menunjukkan hal-hal yang patut diwaspadai antara
lain kiriman uang yang sama dalam jumlah sama dilakukan secara
berulangulang. Selain itu, kiriman uang itu dikirim oleh pengirim dan
penerima yang sama pula dan dari negara-negara tertentu.

Hal ini menjadi peringatan dini bagi bank nasional yang rajin menggarap
kiriman uang alias remitansi (remittances) antara lain dari tenaga kerja
Indonesia di berbagai negara. Katakanlah, Timur Tengah, Malaysia, Hong
Kong,Korea Selatan.Saatnya bank nasional meningkatkan pengawasan pada
remitansi yang menghasilkan fee-based income yang gurih.

Untuk itu, bank wajib melakukan customer due diligence sebagai penerapan
prinsip Know Your Customer (KYC) dalam berhubungan dengan calon nasabah.
Pun dengan walk in customer (pengguna jasa bank yang tidak memiliki
rekening pada bank tersebut) ketika meragukan kebenaran informasi dari
nasabah,penerima kuasa atau transaksi keuangan yang tidak wajar terkait
dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.

Inilah peran dan kontribusi bank nasional yang signifikan dalam mencegah
pendanaan terorisme. Dengan bahasa lugas,pencegahan terorisme bukan
hanya tugas Polri, namun juga instansi seperti perbankan nasional.
Jangan sampai bank nasional menjadi sarana dan sasaran kejahatan baik
yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku
kejahatan.(*)

PAUL SUTARYONO
Pengamat & Praktisi Perbankan


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/262027/
Share this article :

0 komentar: