BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Ngeles ala Presiden SBY

Ngeles ala Presiden SBY

Written By gusdurian on Senin, 27 Juli 2009 | 11.22

Ngeles ala Presiden SBY
Oleh Tomy C. Gutomo*

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pasca ledakan di Hotel JW
Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli lalu menimbulkan kontroversi.
Pemenang pemilihan presiden 2009 itu, dinilai sejumlah kalangan,
mengaitkan peristiwa bom tersebut dengan pilpres.

Kontroversi justru berlanjut ketika 22 Juli lalu dalam Rakornas Partai
Demokrat di gedung Jakarta International Expo Center (JIEC) Kemayoran,
SBY membuat pernyataan lanjutan. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu
merasa pernyataannya telah dipelintir dan diputarbalikkan. Siapa yang
dituding memelintir dan memutarbalikkan omongan SBY? Tentu saja media
secara tidak langsung menjadi salah satu tertuduh.

SBY kemudian membacakan lagi penggalan pernyataannya yang telah
ditranskrip oleh Biro Pers dan Media, Rumah Tangga Kepresidenan. Di
antara 24 paragraf, SBY membaca satu alinea saja, yakni alinea delapan.

/''Pagi ini saya mendapat banyak sekali pernyataan atau saudara-saudara
yang mengingatkan kepada saya yang berteori, paling tidak mencemaskan,
kalau aksi teror ini berkaitan dengan hasil pemilihan presiden sekarang
ini. Saya meresponsnya sebagai berikut. Bahwa kita tidak boleh main
tuding dan main duga begitu saja. Semua teori dan spekulasi harus bisa
dibuktikan secara hukum. Negara kita adalah negara hukum dan juga negara
demokrasi. Oleh karena itu, norma hukum dan norma demokrasi harus
betul-betul kita tegakkan. Bila seseorang bisa dibuktikan bersalah
secara hukum, baru kita mengatakan yang bersangkutan bersalah.''/

Paragraf itulah yang dipakai oleh SBY untuk /ngeles/ atau menghindar
dari tudingan mengaitkan terorisme dengan pilpres. Tapi, sebenarnya
bukan paragraf tersebut yang membuat SBY dianggap mengaitkan pilpres
dengan ledakan di dua hotel yang memiliki banyak tamu asing itu. Dalam
pernyataan SBY pada 17 Juli lalu, sebenarnya yang disorot publik adalah
pernyataan di paragraf berikutnya, yakni paragraf 9, 10, dan 11.

Di paragraf ke-9, SBY berkata: /Saya lanjutkan. Saya harus mengatakan
untuk pertama kalinya kepada rakyat Indonesia bahwa dalam rangkaian
pemilu legislatif dan pemilihan presiden serta wakil presiden tahun 2009
ini, memang ada sejumlah informasi intelijen yang dapat dikumpulkan oleh
pihak berwenang. Sekali lagi, ini memang tidak pernah kita buka kepada
umum, kepada publik, meskipun terus kita pantau dan ikuti. Intelijen
yang saya maksud adalah adanya kegiatan kelompok teroris yang berlatih
menembak dengan foto saya, foto SBY, dijadikan sasaran./

Kemudian, paragraf 10 berbunyi: /Ada rekaman videonya, ini mereka yang
berlatih menembak. Dua orang menembak pistol. Ini sasarannya. Dan, ini
foto saya dengan perkiraan tembakan di wilayah muka saya dan banyak
lagi. Ini intelijen, ada rekaman videonya, ada gambarnya. Bukan fitnah,
bukan isu. Saya mendapatkan laporan ini beberapa saat yang lalu. Masih
berkaitan dengan intelijen, diketahui ada rencana untuk melakukan
kekerasan dan tindakan melawan hukum berkaitan dengan hasil pemilu. /

Yang patut dicermati adalah paragraf ke-11 yang berbunyi: /Ada pula
rencana untuk pendudukan paksa KPU, pada saat nanti hasil pemungutan
suara diumumkan. Ada pernyataan, akan ada revolusi jika SBY menang. Ini
intelijen, bukan rumor, bukan isu, bukan gosip. Ada pernyataan, kita
bikin Indonesia seperti Iran. Dan yang terakhir ada pernyataan,
bagaimanapun SBY tidak boleh dan tidak bisa dilantik. Saudara bisa
menafsirkan apa arti ancaman seperti itu. Dan puluhan intelijen lagi
yang sekarang berada di pihak yang berwenang./

Secara eksplisit, SBY memang tidak menuding siapa pun terkait dengan
ledakan bom di Jakarta. Tapi, secara implisit, tiga paragraf itu
mengaitkan peristiwa bom dengan pemilu dan pilpres. Kalau tidak untuk
mengaitkan peristiwa ledakan bom dengan pemilu maupun pilpres, lantas
untuk apa SBY menyampaikan statemen di paragraf 9, 10, dan 11 tersebut?

Apalagi itu merupakan pernyataan resmi presiden menyikapi ledakan bom di
JW Marriott dan Ritz- Carlton. Pernyataan tersebut disampaikan di
halaman depan kantor presiden. Di belakang SBY, terdapat pejabat-pejabat
teras, mulai Mensesneg Hatta Rajasa, Menko Polhukam Widodo A.S., hingga
semua kepala staf TNI.

Televisi nasional menyiarkan pernyataan SBY itu secara utuh. Publik
menyaksikan dan mendengar secara langsung pernyataan SBY tersebut.
Bagaimana caranya memelintir pidato presiden di televisi? Tidak perlu
dipelintir, publik sudah bisa mempersepsikan sendiri pernyataan SBY
melalui televisi.

***

/Ngeles/ atau menghindar menjadi salah satu ciri politisi Indonesia
ketika terpojok. Sering kita saksikan, politisi berusaha /ngeles
/setelah mengeluarkan pernyataan yang blunder. Tujuannya tentu saja
untuk mengalihkan persepsi publik. Dengan demikian, ''dosa'' yang
dilakukannya bisa dialihkan ke pihak lain.

Itulah yang sekarang dilakukan SBY. Bukan kali ini saja sebenarnya SBY
mengeluarkan jurus /ngeles/. Beberapa kali SBY memeragakan politik
/ngeles/-nya. Tahun lalu setelah melantik KSAL Laksamana Madya Tedjo
Edhy Purdijatno di Istana Negara, SBY di /doorstop/ wartawan soal
kemungkinan menaikkan harga BBM. Waktu itu, harga minyak mentah dunia
hampir menembus USD 100 per barel. Dari kesaksian sejumlah wartawan di
istana, SBY menyatakan akan menghindari opsi menaikkan harga BBM. Tentu
SBY tidak eksplisit menyampaikan janji tidak menaikkan harga BBM. Tapi,
arah pertanyaan wartawan sangat jelas, apakah BBM akan dinaikkan?
Jawaban SBY adalah akan menghindari opsi itu.

Beberapa bulan setelah itu, ternyata, SBY menaikkan harga BBM dari Rp
4.500 menjadi Rp 6.000. Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menuding SBY
mengingkari janji. Wiranto menunjukkan bukti kliping koran di sejumlah
media, termasuk berita di website resmi presiden,/
//www.presidenri.go.id//./ Berita di /website/ resmi SBY itu akhirnya
dicabut. Lagi-lagi, SBY /ngeles/. Kembali media dan wartawan yang
disalahkan.

Masih ada contoh-contoh lain. Mudah-mudahan saat memimpin pemerintahan
baru 2009-2014 nanti, jurus /ngeles/ itu tidak sering-sering
dipertontonkan. (*)

/*) Tomy C. Gutomo, wartawan Jawa Pos, tom@jawapos.co.id/

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=82422
Share this article :

0 komentar: