Merenungkan Mutu Kebudayaan
Oleh WS Rendra Budayawan
M EMBANGUN kebudayaan pada M hakikatnya meningkatkan budi dan daya
manusia di dalam mengembangkan mutu dan keseM jahteraan hidupnya.
Kesejahteraan hidup manusia harus mengandung mutu untuk kepuasan batin
dan pikiran. Sebaliknya idealisme mutu harus ada kaitannya dengan
kenyataan kesejahteraan
Kesejahteraan yang diperoleh dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan
mana bisa menimbulkan ketenteraman? Mana mungkin kesejahteraan dibangun
dengan merusak kehidupan kaum lemah dan memorak-porandakan lingkungan
alam? Sebaliknya pula, nilai-nilai mutu yang dipertahankan haruslah
mengandung dinamika yang mampu menjawab tantangan zaman. Apakah gunanya
nilai-nilai yang mengekang perkembangan kehidupan sosial kaum perempuan,
misalnya? Dan apakah gunanya pula nilai-nilai yang menyebabkan
masyarakat menjadi kolot? Meningkatkan budi dan daya manusia pada
intinya adalah meningkatkan kesadaran dan kekuatan daya hidup. Totalitas
kesadaran manusia tidak terdiri dari kesadaran pikiran semata, tetapi
juga kesadaran batin dan pancaindranya. Oleh sebab itu, olah kepekaan
pancaindra yang dikembangkan oleh dunia persilatan dan seni bela diri,
juga dunia kanuragan dan dunia kepanduan pantas untuk dilestarikan.
Sebab pancaindra adalah pintu pertama ke arah penyadaran terhadap
kenyataankenyataan kebendaan di luar diri kita
Pengamatan yang total dan teliti atas kenyataan kebendaan dari zat dan
jasad di dalam alam semesta ini telah mendorong kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bagi para seniman hal tersebut bisa
melahirkan kemampuan untuk melukiskan kekayaan detail
Adapun kepekaan batin adalah unsur kesadaran yang paling dalam pada diri
manusia. Iman, cinta, kedamaian, kepuasan dan sejenisnya tidak bisa
ditangkap oleh pancaindra. Bahkan, kadang luput dari pengertian pikiran.
Tetapi bisa seketika dihayati oleh batin
Ikatan jodoh antara lelaki dan perempuan, antara seorang dengan bangsa
dan tanah airnya, dengan keluarganya, atau sahabatnya adalah ikatan batin
Semua pengalaman kita yang hanya menjadi pengalaman pancaindra dan
pikiran akan sedikit artinya bagi perkembangan kehidupan apabila tidak
mendalam menjadi pengalaman batin
Tanpa penghayatan batin, tidak ada kenikmatan hidup yang memuaskan
manusia. Membangun kebudayaan yang mengabaikan segi kehidupan batin
justru akan menimbulkan keresahan dan ketegangan
Glamor kebudayaan Sodom dan Gomorah, atau keperkasaan proyek menara
Babil, bukanlah jawaban untuk kepuasan hidup manusia. Karena, tidak
mengandung masukan terhadap batin
Ternyata tujuan tidak bisa menghalalkan cara
Karena, kita tidak pernah bisa hindar untuk bertanggung jawab kepada
batin kita mengenai cara-cara kita dalam mencapai tujuan. Macbeth dan
Duryudana harus menanggung derita batin yang berat karena cara-caranya
dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan
Elvis Presley, Marilyn Monroe, dan Michael Jackson menjulang dan kaya
raya sampai akhir hidupnya. Tetapi, karena batin yang sakit, mereka
tidak bisa menikmati kejayaannya itu
Di dalam membangun kebudayaan perhatian kepada kehidupan batin tidak
semata-mata terwujud dalam besaran anggaran belanja, tetapi terutama di
dalam ketulusan untuk menciptakan iklim pertumbuhannya. Harus ada
ketulusan politik untuk menciptakan keadaan yang beradab dan
menyingkirkan kebatilan
Kebudayaan tidak bisa diciptakan dengan kerakusan dan brutalitas. Sebab,
batin manusia akan tersiksa. Di sisi lain, memuliakan batin kita tidak
mungkin dilakukan tanpa memuliakan batin orang lain di dalam kehidupan
bersama
Apabila kesadaran batin adalah dasar kemantapan kebudayaan, kesadaran
pikiran adalah motor kemajuannya. Ia sumber daya cipta yang bisa
menyajikan cita-cita dan konsep untuk hidup bersama. Pikiran mampu
bernalar secara sebab-akibat, sehingga melahirkan filsafat
Pikiran mampu bernalar secara analisis, sehingga melahirkan ilmu
pengetahuan; atau secara paralel sehingga bisa mendekati batin,
selanjutnya melahirkan mistikisme dan kesenian
Halangan Selalu ada halangan di segenap kurun masa untuk
memperkembangkan pikiran. Suatu penemuan pikiran yang akhirnya bisa
diterima oleh masyarakat akan menjadi kesadaran akal sehat kolektif.
Pemikiran baru yang datang kemudian, kadang-kadang sangat sulit untuk
membuka dan memperkembangkan akal sehat kolektif itu
Akal sehat kolektif yang pada zaman tertentu dinilai sangat progresif,
di kurun masa sesudahnya bisa dianggap sangat konservatif
Bangsa yang dianggap maju di dunia pada suatu zaman, apabila terlalu
sulit berkembang akal sehatnya, bisa menjadi bangsa yang mundur dan
terbelakang pada zaman berikutnya (Bandingkan Tiongkok di zaman Ch’in
Shih-Huang Ti dan Tiongkok di permulaan abad XX)
Oleh karena itu, daya dinamik akal sehat kolektif harus selalu dijaga.
Inilah tugas para pemikir dan seniman di dalam masyarakat. Sebab,
kesibukan operasi kekuasaan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat
sering mengesampingkan standar mutu akal sehat kolektif itu
Bahkan sering terjadi, para pemikir dan seniman-–yang biasanya peka pada
mutu kesadaran pikiran—dengan sengaja dibungkam, sehingga akal sehat
kolektif menjadi beku, pasif, ataupun malah merosot standarnya. Namun
keadaan seperti itu malah dianggap sebagai yang ideal, yang rukun, yang
stabil untuk landasan operasi yang lancar
Tidak pernah disadari bahwa akal sehat kolektif yang beku dan pasif
adalah bom waktu yang akan membuat mobilitas masyarakat menjadi sekadar
mekanis, tidak kreatif. Lalu akhirnya akan mengakibatkan mobilitas itu
tersendatsendat seperti mesin yang bobrok, dan ujungnya menjadi bangsa
yang kalah, tak berdaya, dijajah secara halus ataupun brutal oleh
kekuatan-kekuatan lain di dunia
Dengan kata lain, apabila keadaan sudah sedemikian parah serupa itu,
hanya dengan susah payah, banyak toleransi, dan kesabaran, bisa diperbaiki
Esensial Inilah kenyataan yang pedih. Kita ketinggalan perkembangan
pikiran. Pedih. Tetapi kepedihan ini seharusnya bisa menjadi cambuk
untuk kebangkitan
Pembangunan struktural sangatlah penting, tetapi dapat menjadi sia-sia
bila tidak disertai secara sekaligus membangun yang esensial, yaitu
dunia pikiran dan kelestarian dunia batin
Tanpa kelestarian dunia batin, kebudayaan tidak akan mendatangkan
ketenteraman hidup kepada masyarakat
Tanpa dinamika dunia pikiran, struktur dan infrastruktur akan kehilangan
fungsi, sehingga menjadi sekadar berhala belaka
Sebenarnya di dalam sila-sila kehidupan kita bersama telah tersedia
jawaban yang positif
Melestarikan dunia batin akan ditunjang oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa. Mengembangkan fi lsafat kemanusiaan, mengenal adanya Kedaulatan
Manusia dengan segenap hak dan kewajibannya akan ditunjang oleh
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dan hak rakyat untuk mengembangkan
akal sehat kolektif dengan mempraktikkan disiplin analisis akan sesuai
dengan kalimat di dalam Preambul UUD 1945 yang berbunyi: Kemudian dari
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...
Dengan batin yang damai dan penuh iktikad baik, kita sebagai suatu
bangsa harus siap bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaanpertanyaan
itu, tidak sekadar berdasarkan prinsip, sekaligus berdasarkan
pelaksanaan yang operatif. Itulah salah satu jalan keluar untuk bangkit
dan mengejar cakrawala kita
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/07/14/ArticleHtmls/14_07_2009_021_006.shtml?Mode=0
Merenungkan Mutu Kebudayaan
Written By gusdurian on Selasa, 14 Juli 2009 | 11.34
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar