BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Isu Pemanasan Global Peluang di Depan Mata

Isu Pemanasan Global Peluang di Depan Mata

Written By gusdurian on Selasa, 14 Juli 2009 | 11.33

Isu Pemanasan Global Peluang di Depan Mata
Oleh Rohmad Hadiwijoyo Kandidat Doktor Lingkungan Universitas Diponegoro


I SU lingkungan hidup ternyata tidak menarik. Buktinya tidak satu pun
kandidat presiden-wakil presiden yang bertarung pada Pemilu Presiden
2009 lalu menjadikan lingkungan hidup sebagai tema penting kampanye
mereka. Memang masalah lingkungan tercantum pada visi dan misi para
kandidat, namun tidak menjadi bahan kampanye. Bahkan pada debat
capres-cawapres resmi yang digelar KPU pun isu ini tidak ada dalam agenda
Bisa jadi hal itu karena masalah lingkungan bukan isu yang laku untuk
‘dijual’ kepada publik, dalam rangka menarik perhatian dan mendulang
dukungan. Ini tentu sinyal yang mengkhawatirkan, karena di satu sisi
mencerminkan rendahnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap
masalah lingkungan sebagai persoalan besar abad ini. Di sisi lain, hal
itu menunjukkan betapa para pemimpin nasional kita tidak menjadikan
persoalan lingkungan, khususnya isu pemanasan global, sebagai persoalan
penting. Mereka juga belum memiliki agenda yang jelas untuk mengatasi
sekaligus memanfaatkan persoalan nyata yang sudah nyata di depan mata itu
Di sela pembukaan World Business Summit on Climate Change yang dibuka
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon di Kopenhagen, Denmark, 24-25 Mei
2009, Duta Besar Republik Indonesia untuk Denmark Abdul Rahman Saleh
bertanya kepada penulis, “Apa manfaat kita berada dalam konferensi ini?”
Saya jawab, setidaknya ada dua manfaat penting. Pertama, sebagai
persiapan kita untuk pertemuan Conference of Parties (CoP) 15 Desember
2009 mendatang, dan kedua, Indonesia bisa menjadikan isu pemanasan
global ini sebagai peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional
CoP 15 di Kopenhagen merupakan kelanjutan dari United Nation Framework
on Climate Change Convention (UNFCCC) CoP 14 di Bali yang menghasilkan
Bali Roadmap. Pada roadmap tersebut, posisi Indonesia sangat penting
sebagai pembawa estafet perubahan iklim dunia. Pertemuan Bali juga
mengeluarkan beberapa keputusan penting seperti diperpanjangnya tenggat
I berlakunya Kyoto Protocol dan dimasukkannya mekanisme Carbon Capture
and Storage (CCS) sebagai proyek yang potensial mendapatkan karbon
kredit melalui Clean Development Mechanism (CDM). Setelah sukses menjadi
tuan rumah CoP 14, tantangan bagi Indonesia berikutnya adalah apakah
pada CoP 15 nanti Indonesia mampu memberikan kontribusi nyata untuk
menyatukan perbedaan persepsi negara-negara peserta dalam mengambil
keputusan global untuk merevisi Kyoto Protocol
Dari seminar tiga hari di Kopenhagen, masih ada perbedaan pendapat di
antara peserta seminar mengenai aspek ke uangan, tanggung jawab, dan
mekanisme pembayaran karbon kredit dalam upaya mengurang emisi karbon.
Tetapi para peserta seminar telah sepakat untuk menurunkan emisi karbon,
kurang lebih sebesar 50% dari total emisi tahun 1990, pada tahun 2050 nanti
Ancaman dan peluang Dampak pemanasan global akibat perubahan iklim akan
sangat mengerikan. Beberapa yang telah diidentifi kasi para pakar di
antaranya adalah berjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh serangga
penyerbuk di negara-negara empat musim, ancaman badai, kehancuran
nelayan penangkap ikan, dan banyaknya petani yang akan mengalami gagal
panen. Pemanasan global juga diprediksi menjadi penyebab kematian
sekitar 300 ribu jiwa pada tahun 2020 nanti
Inilah tantangan kemanusiaan terbesar abad ini. Seluruh bangsa dan
seluruh elemen masyarakat di dalamnya--pemerintah, dunia swasta, dunia
pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, kaum perempuan,
anak-anak muda--memiliki tanggung jawab yang sama untuk berikhtiar agar
dampak buruk tersebut bisa dihindari atau dikurangi hingga seminimal mungkin
Dimulai dengan memberikan pemahaman yang benar tentang efek pemanasan
global, dan bagaimana kita mengantisipasinya, melalui pendidikan,
training, serta panduan praktis untuk menjadi bagian upaya mitigasi
risiko pemanasan global. Tokoh seperti Al Gore, misalnya, menunjukkan
cara sederhana yang praktis dan bisa dilakukan siapa saja, yaitu anjuran
agar masyarakat menanam pohon pisang. Dengan menanam satu batang pohon
pisang, kita sudah memberikan kontribusi terhadap penyelamatan
lingkungan dari dampak pemanasan global. Sebab pohon pisang mampu
menyerap emisi C02, bisa ditanam di berbagai musim, kapan dan di mana
pun, serta memberikan nilai ekonomi dari buah dan daunnya
Pengusaha ritel dan masyarakat konsumen harus terus didorong untuk
mengurangi pemakaian kantong plastik. Sampah plastik tidak bisa
di-compose, dan jika dibakar akan menambah polusi udara dan memperburuk
kualitas lingkungan. Kesadaran seperti ini sudah mulai tumbuh, namun
masih perlu diperluas melalui sosialisasi dan edukasi
Moda transportasi yang boros bahan bakar fosil, seperti pesawat udara,
harus proaktif mengurangi emisi gas buang, sekaligus mencari terobosan
cerdas untuk mengurangi dampak buruk pemakaian bahan bakar. Program
maskapai Garuda Indonesia ‘One Passenger, One Tree’ adalah contoh
menarik. Pola seperti ini bisa dikembangkan dalam format yang beragam
oleh maskapai lain, atau moda transportasi lain
Di samping terus menggerakkan upaya-upaya antisipatif, pada saat yang
sama ancaman pemanasan global ini harus pula dilihat sebagai sebuah
peluang bisnis. Yang sudah pasti, hutan Indonesia masih amat luas dan
mampu menyerap C02 dalam skala besar, sehingga ada potensi besar untuk
mendapatkan carbon credit
Potensi carbon credit lainnya adalah melalui penggunaan energi panas
bumi (geothermal) yang merupakan energi terbarukan (renewable energy)
dan ramah lingkungan. Geothermal bisa menjadi alternatif pengurangan
fossil energy, karena posisi geografi s Indonesia sangat memungkinkan
untuk itu. Indonesia berada pada jalur ring of fi re dari Sumatra sampai
Papua, sehingga memiliki potensi panas bumi yang amat besar
Ini adalah sebuah peluang bisnis yang menguntungkan, sekaligus menjadi
ajang kalangan korporasi untuk berperan aktif dalam pengurangan dampak
pemanasan global. Di Indonesia, bisnis ini mulai dikembangkan oleh
kelompok usaha RMI Grup, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
pemanfaatan energi terbarukan dan clean energy. Bekerja sama dengan
Pertamina Geothermal, RMI Grup memanfaatkan energi panas bumi untuk
energi listrik yang ramah lingkungan di Kamojang (Jawa Barat), Lumut
Balai (Sumatra Selatan), dan Lahendong (Sulawesi)

Di luar itu, RMI telah berhasil mengolah emisi gas buang CO2 pertama dan
terbesar di Indonesia dari pabrik baja PT Krakatau Steel, Cilegon,
dengan kapasitas 3 ton per jam atau 72 ton per hari
Hasil akhir CO2 murni tersebut dipakai untuk perusahaan minuman
berkabonasi, dan juga dapat digunakan pada perusahaan pengelasan/
welding dan pembuatan dry ice. Pabrik tersebut sudah beroperasi pada
awal April lalu
Tentu saja, dari pemanfaatan geothermal dan pengolahan emisi gas buang
CO2 tersebut, perusahaan ini mendapatkan keuntungan bisnis yang cukup
menggiurkan. Inilah contoh bagaimana potensi besar dan peluang bisnis di
balik ancaman pemanasan global dimanfaatkan
Pemerintah harus mendorong upaya-upaya semacam itu, melalui
kebijakan-kebijakan yang relevan sehingga makin banyak kalangan dunia
usaha yang tergerak untuk mengelola bisnis ramah lingkungan. Jika hal
itu bisa diwujudkan, Indonesia akan menjadi negara yang mampu menjawab
tantangan dan mengubahnya menjadi peluang, ancaman petaka berubah
menjadi berkah bagi bangsa. Emisi CO2 dapat ditekan, sekaligus
menciptakan lapangan kerja, menghasilkan added value, dan mendorong laju
perekonomian nasional. Persis seperti kata Paul Krugman, pemanasan
global harus disikapi sebagai momentum untuk mengembangkan engine of
growth baru bagi perekonomian nasional dan global
Maka, siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti,
seharusnya memiliki program dan agenda aksi yang jelas dalam persoalan
ini. Contoh-contoh di atas hanyalah beberapa dari banyak hal yang bisa
dilakukan. Sudah saatnya sasaran pembangunan tidak hanya terfokus pada
pro-growth, pro-poor, dan pro-job, tapi juga pro-earth atau prolingkungan

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/07/14/ArticleHtmls/14_07_2009_021_002.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: