Kabinet Pro-Hidup Sederhana
Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono saat ini tentu mulai berpikir
soal komposisi para menteri yang akan menjadi pembantu mereka dalam
menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Mengingat, kendati
KPU belum meresmikan kemenangan mereka, kemenangan itu tinggal
''formalitas'' belaka.
Tentu banyak kriteria yang akan mereka jadikan patokan dalam menentukan
susunan kabinet. Mulai kecakapan, loyalitas, hingga soal jasa-jasanya
dalam menyokong kemenangan pasangan tersebut dalam pilpres lalu. Namun,
di antara kriteria itu, ada satu yang ingin kami titipkan. Yakni, adanya
kriteria soal pola hidup sederhana.
Tak ada salahnya SBY-Boediono memperhatikan kritik budayawan Sudjiwo
Tedjo yang menyatakan bahwa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pimpinan SBY
pada periode lalu enggan hidup sederhana (/Jawa Pos/,/ /13 Juli).
Sebagai pendukung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, bisa jadi Sudjiwo tidak
netral. Namun, sekali lagi, tak ada salahnya bila kritik itu diperhatikan.
Harus diakui, kesan yang muncul selama ini, kendati dalam kabinet itu
ada sosok Boediono yang terkenal berpola hidup sederhana, secara umum
performa tentang kesederhanaan tersebut belum memancar. Sebab, mayoritas
menteri memang tak mencerminkan gaya hidup sederhana.
Nah, saat ini, ketika yang menjabat wakil presiden adalah Boediono,
momentumnya sangat tepat untuk itu. Apalagi, selama kampanye pilpres
lalu, soal kesederhanaan Boediono juga dijadikan jualan yang digeber
secara besar-besaran.
Bagi orang Jakarta, kosakata hidup sederhana bisa jadi terdengar aneh.
Tapi, Indonesia bukan Jakarta. Indonesia secara keseluruhan, mulai
Sabang sampai Merauke, masih membutuhkan itu. Dari sisi keuangan, negara
ini masih terseok-seok. Utang masih menjadi andalan dalam memutar roda
pemerintahan.
Selama ini, publik sering disuguhi pemandangan yang sulit diterima akal
sehat. Di tengah-tengah kemiskinan dan ketertinggalan daerahnya, para
pejabat di daerah tetap saja bergaya hidup mewah. Mereka tidak malu
menganggarkan pembelian mobil dinas baru, kendati mobil dinas sebelumnya
masih layak digunakan.
Mengapa itu terjadi? Salah satunya karena memang tidak adanya
keteladanan dari figur-figur di pusat -baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif- untuk hidup sederhana. Memang, tidak semua pejabat
pusat berpola hidup mewah. Tentu ada pengecualian. Namun, karena hal itu
tidak menjadi gerakan bersama yang terencana, cermin keteladanan
tersebut tidak sampai memantul ke bawah.
Jika kita ingin Indonesia ke depan lebih baik, kondisi itu harus diubah.
Lima tahun ke depan, gerakan hidup sederhana harus digalakkan. Boediono
yang selama ini sudah dikenal memiliki perilaku seperti itu harus bisa
jadi ikon gerakan tersebut.
Jika gerakan itu berhasil, tentu banyak biaya yang bisa dihemat.
Kemudian, dana tersebut bisa dialokasikan ke hal-hal yang lebih
mendasar, lebih mendesak, berdaya guna tinggi, dan jangka panjang. Yang
perlu dicatat pula, biasanya, pejabat yang berpola hidup sederhana lebih
berpeluang selamat dari perilaku korup. *(*)
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=80142
Kabinet Pro-Hidup Sederhana
Written By gusdurian on Selasa, 14 Juli 2009 | 11.35
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar