BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Mendorong Partisipasi Politik dalam Pilpres 2009

Mendorong Partisipasi Politik dalam Pilpres 2009

Written By gusdurian on Rabu, 08 Juli 2009 | 15.02

Mendorong Partisipasi Politik dalam Pilpres 2009

Partisipasi politik selalu menjadi masalah setelah runtuhnya Orde Baru.
Jika sebelumnya pada masa Orde Baru partisipasi politik masyarakat
dimobilisasi oleh rezim penguasa, maka saat ini variabel partisipasi itu
bisa dikatakan hanya tinggal kemauan masyarakat saja.


Kita dapat lihat pada Pemilu 1999, saat semangat rakyat begitu tinggi
sebagai salah satu bentuk selebrasi atas kemenangan rakyat dalam
bergulirnya reformasi.golput pada pemilu itu hanya 10,40%. Namun, pada
2004 antusiasme masyarakat terhadap pemilu legislatif mengalami
penurunan.Antusiasme masyarakat yang menurun tersebut pada gilirannya
berdampak pada tingginya angka golput pada Pemilu 2004 ini. Dalam Pemilu
2004,angka golput menunjukkan hampir seperempat jumlah pemilih,24,81%.

Selama pemilu-pemilu di Indonesia, baru kali itu angka golput mengalami
kenaikan 100% lebih. Pada pemilu-pemilu Orde Baru pun jumlah mereka yang
golput paling tinggi hanya 9,61%, itu terjadi pada 1982. Pada Pemilu
Presiden 2004, dari sekitar 155 juta orang jumlah pemilih terdaftar,
jumlah pemilih golput yaitu 21,77% pada pemilu presiden putaran pertama
dan 26,27% pada putaran kedua. Fenomena golput tersebut muncul juga
dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung.

Menurut data Departemen Dalam Negeri, penduduk yang menggunakan hak
pilih dalam pilkada berkisar 65–75%.Bahkan pilkada di sejumlah daerah,
angka golput begitu tinggi. Misalnya bisa kita lihat pada Pilkada Kota
Surabaya yang angka golputnya mencapai 48,32%,Pilkada DKI Jakarta
mencapai 39,2%, dan Pilkada Jawa Timur dengan angka golput mencapai 40%.

Pilpres 2009

Meski secara umum pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) tahun ini
berlangsung kondusif, namun antusiasme masyarakat untuk hadir di
tempat-tempat pemungutan suara dapat dikatakan merosot drastis
dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya.Sebagian masyarakat perkotaan
memilih berlibur.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu kali ini lebih rendah
dibandingkan Pemilu 1999 dan 2004. Sebanyak 29,1% pemilih pada pemilu
legislatif,9 April 2009,diketahui tidak menggunakan hak pilih (golput).
Dari 171.265.442 jumlah pemilih yang terdaftar sebagai pemilih tetap,
hanya 121.288.366 orang yang menggunakan hak pilih. Dengan demikian
terdapat 49.677.076 pemilih yang tidak ikut mencontreng.

Sementara jumlah suara sah sebanyak 104.099.785 dan suara tidak sah
sebanyak 17.488.581 Banyaknya warga yang tidak menggunakan hak mereka
dilatarbelakangi oleh persoalan teknis maupun ideologis. Ada pemilih
yang tidak terdaftar dalam DPT, ada yang kecewa dengan desain format
pemilu yang tidak menghargai hak politik warga negara yang dijamin oleh
konstitusi, ada pula yang ke-golput-annya sebagai bentuk protes terhadap
kondisi yang ada.

Memang sudah menjadi polemik bahwa meningkatnya golput dalam Pileg 2009
ini disebabkan juga oleh minimnya sosialisasi pemilu yang dilakukan oleh
KPU. Lembaga ini kurang masif dan intensif dalam melakukan sosialisasi,
sehingga warga masyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang pemilu.
Bagaimana dengan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2009?
Berdasarkan survei beberapa lembaga tampaknya antusiasme publik untuk
ikut memilih dalam pilpres Rabu besok sangat tinggi. Antusiasme publik
ini diiringi juga oleh tingkat keyakinan yang cukup tinggi terhadap
calon yang akan dipilihnya.

Antusiasme publik yang tercermin dalam survei tersebut berkorelasi
dengan tingginya kesadaran masyarakat soal pentingnya pilpres untuk
menentukan pemimpin mereka. Syukurlah halangan administratif yang muncul
terkait dengan persoalan daftar pemilih tetap (DPT) yang amburadul
setidaknya dapat diminimalisasi dengan peraturan yang membolehkan
pemilih yang tak terdaftar di DPT untuk menggunakan hak pilihnya dengan
menunjukkan KTP atau paspor.

Titik Krusial

Partisipasi politik merupakan bentuk nyata dari konsep kedaulatan
rakyat. Melalui partisipasi politik, rakyat ikut menentukan orang-orang
yang akan memegang tampuk pimpinan dan menetapkan tujuan-tujuan dan masa
depan masyarakat.

Partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan
kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Di negara-negara demokratis,
banyaknya partisipasi menunjukkan suatu yang baik karena dengan demikian
banyak warga negara yang memahami dan mengerti tentang politik serta
mereka ikut dalam kegiatan tersebut.Sebaliknya, tingkat partisipasi
politik relatif yang rendah menunjukkan bahwa warga negara banyak yang
tidak mengerti tentang politik dan mereka tidak mau terlibat dalam politik.

Di negara-negara maju yang mapan demokrasinya, partisipasi politik dalam
pemilu tampaknya tidak menjadi persoalan. Relatif rendahnya partisipasi
politik tersebut tidak berpengaruh bagi legitimasi dan
demokrasi.Namun,tidak demikian halnya dengan partisipasi politik di
negara-negara yang baru menerapkan demokrasi. Hal tersebut akan menjadi
titik krusial bagi legitimasi pemerintahan terpilih. Salah satu titik
krusial dalam partsipasi politik adalah pemberian suara dalam pemilu.

Indonesia, sebagai salah satu negara baru dalam berdemokrasi, setelah
selama 32 tahun di bawah pemerintahan otoriter, kecenderungan semakin
menurunnya partisipasi politik dalam pemilu menjadi kekhawatiran banyak
kalangan. Seperti ditunjukkan di atas, dari pemilu ke pemilu pada masa
reformasi ini tingkat partisipasi politik dalam memberikan suara
cenderung terus turun. Memang banyak faktor yang menjadi penyebab
cenderung menurunnya partisipasi politik dalam pemilu tersebut, baik
karena faktor politis maupun faktor administratif.

Karena itu menjadi kewajiban kita bersama untuk memberikan kesadaran
pada masyarakat perlunya meningkatkan partisipasi politik masyarakat di
satu sisi, di sisi lain menjadi perhatian bersama bagi para elite
politik tentang warning tersebut (tingkat partisipasi yang
rendah/golput). Karena rendahnya tingkat partisipasi bukan terletak pada
masyarakat, tetapi bisa jadi didorong oleh faktor perilaku elite itu
sendiri yang mengecewakan masyarakat.

Terlepas dari itu,kita harap dengan tingginya antusiasme masyarakat
dalam memilih akan dikonkretkan dengan datang ke tempat pemungutan suara
(TPS) pada pemilihan presiden,Rabu besok.Masyarakat diharapkan dengan
antusias datang ke TPS-TPS untuk memberikan suara dan pilihannya sesuai
dengan pertimbangan rasional dan cerdas.

Dengan menjadi pemilih cerdas, mereka memberikan kontribusi yang besar
bagi kemajuan bangsa dan negara.Karena dengan demikian mereka
bertanggung jawab bagi masa depan bangsa.Semoga!(*)

Lili Romli
Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/252735/
Share this article :

0 komentar: