Oleh: Dr Bashori Muchsin MSi
Setiap makhluk yang diciptakan Allah SWT di muka bumi ini dapat
digunakan sebagai objek /iqra' /oleh manusia sebagai /khalifah fil-ard.
/Dari bacaan ini, manusia bukan hanya bisa membuat dirinya kaya (secara
ekonomi), tetapi juga kaya nonekonomi, seperti kekayaan ilmu pengetahuan
dan moral-teologis.
''Kekayaan moral-teologis" dapat menjadi peranti diri dan saham
kepribadian bagi seseorang yang hendak atau sedang berebut serta
mendaulatkan dirinya sebagai penguasa atau pemimpin seperti presiden.
Saham kepribadian itu akan menguntungkan diri, masyarakat, dan negara
bila dikembangkan dalam ranah kepemimpinan, teristimewa yang berelasi
dengan kepentingan masyarakat.
Masalahnya, tidak setiap orang, termasuk pemimpin atau pemegang kendali
rezim, yang mau belajar dan mencerdaskan dirinya dengan ''membaca"
makhluk ciptaan-Nya. Bagaimana mungkin bisa menjadi presiden yang
mempunyai ''kekayaan moral-teologis" dan mempunyai saham kepribadian
kalau opsi yang diajukan ''buta membaca"? Bagaimana mungkin bisa jadi
presiden bernurani cerdas kalau nuraninya ''miskin" berdialektika dengan
makhluk-Nya?
***
Al-kisah, seorang kiai memberikan petuah kepada santri-santrinya:
''belajarlah kalian kepada hewan yang bernama lebah. Hewan ini tergolong
istimewa" ''Kenapa harus kepada lebah?" Tanya si santri berusaha ingin
tahu. ''Dari lebah ada pelajaran berharga dan nyata, sementara kalau
dari kitab, kalian baru mendapatkan cerita tentang kehidupan makhluk
Tuhan," jawab kiai.
''Mengapa bukan kepada hewan yang lain?" ''Dari lebah, kalian akan bisa
belajar banyak tentang filosofi kehidupan, makna mempergauli (memimpin)
alam semesta, urgensi berkomunikasi secara sosiologis, serta cara
membangun negeri yang benar, sakinah, dan menyejahterakan rakyat."
Demikian penjelasan kiai.
Melihat mata santri-santrinya masih penuh tanda tanya, sang kiai
memberikan penjelasan lebih lanjut: ''Dari lebah, manusia dididik
menangkap karya atau ciptaan Tuhan yang telah memberikan manfaat besar
bagi kemaslahatan secara makro. Alangkah bermaknanya hidup kalian jika
kelak jadi tulang punggung negeri atau pelaku strategis di masyarakat,
yang peran-perannya berkaca kepada lebah. Dari lebah, kalian akan
memahami kesejatian peran sebagai makhluk Tuhan yang bermakna bukan
hanya untuk diri sendiri, tetapi juga demi kepentingan makhluk lain di
muka bumi."
Dialog tersebut memang dapat mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa
hewan yang bernama lebah adalah makhluk spesial yang diperintah Tuhan
untuk memainkan peran strategis dan fundamental. Kehadirannya tidak
sekadar bisa menempel dan bertelur di pohon-pohon, tetapi juga
mendatangkan manfaat khusus bagi manusia yang membutuhkannya (/Imam,
2006/).
''Dan, Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah
itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang memikirkan.'' (/QS An-Nahl (16): 68-69/).
Lebah diabadikan sebagai nama surat di dalam Alquran, yakni surat ke-16
(An-Nahl). Penyebutan ini menjadi pertanda banyaknya keajaiban, hikmah,
manfaat, dan rahasia dalam penciptaannya. Selain menghasilkan madu,
lebah juga menghasilkan royal jelli, polen, propolis, lilin (/wax/),
sengat (/venom/), dan membantu penyerbukan tanaman (/polinasi/)
(/Rusfidra, 2006/).
Uraian itu menunjukkan bahwa lebah adalah hewan khusus yang tidak hanya
bermanfaat secara ekonomi bagi kepentingan hidup manusia, tetapi juga
bermanfaat secara moral, fisik, dan medis. Madu yang diproduk oleh lebah
dapat menjadi sumber penyangga kehidupan ekonomi manusia, sementara
secara medis dan fisik, madu berbuah mengobati penyakit dan menyehatkan.
***
Secara moral-filosofis, lebah dapat membuka mata hati manusia (presiden)
yang sedang mengidap ''kebutaan kepekaan", krisis responsibilitas, atau
berpenyakitan rohani akibat melupakan Tuhan atau hidup bersibuk ria
dengan perburuan kepentingan politik (kekuasaan), sementara politik
pengabdian kerakyatan diabaikan.
Manusia atau pemimpin yang jalan hidupnya tersesat atau kehilangan
kiblat kepemimpinannya diingatkan oleh lebah bahwa dalam ranah
kesemestaan ini harus bertujuan, bernilai guna, atau tidak dijalani
dengan sia-sia dan tanpa arah. Memimpin pun haruslah seperti lebah, yang
bisa memberikan dan mengikhlaskan pengabdiannya dengan menempatkan
rakyat sebagai ''proyek utama" yang diwujudkannya. Lebah ini menjadi
deskripsi kesejatian peran hewan yang berpola pengabdi, yang hidupnya
''diberikan" demi kepentingan semesta dan manusia.
/''Seorang mukmin itu diumpamakan seperti lebah, tidak makan kecuali
yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat, dan tidak
bersifat merusak/.'' Demikian sabda Nabi Muhammad SAW yang mengandung
pelajaran moral kepemimpinan yang bisa dipetik hikmahnya, yang
menunjukkan bahwa untuk menuai prestasi kepemimpinan bernama kebaikan,
kemakmuran, kesejahteraan, atau atmosfer (meminjam istilah Ibnu Khaldun)
''negeri madani", presiden dapat mengadopsi gaya hidup lebah.
Kendati lebah mengambil nektar dari bunga tanaman, misalnya, mereka
tidak pernah merusak tanaman yang disinggahi. Lebah tidak meninggalkan
dampak destruksi, apalagi menghancurkan dan membakar kayu hutan seperti
yang dilakukan manusia yang ''maniak" mencari dan memburu keuntungan
ekonomi.
Yang diperbuat lebah itu jelas berbeda jika dibandingkan dengan
perbuatan manusia pada umumnya, terutama akhir-akhir ini, yang terlibat
dalam berbagai bentuk perusakan kekayaan alam atau penghancuran sumber
daya hutan.
''Negeri lebah" akan semakin jauh terwujud bila peran elite eksekutifnya
tidak maksimal menghidangkan keteladanan yang bercorak meresponsi
berbagai penyakit, antara lain, /illegal logging/ dan penghancuran
kekayaan laut (/illegal fishing/) yang jelas-jelas dapat merusak dan
menghancurkan ketahanan serta keberdayaan bangsa. *(*)*
/*). Dr Bashori Muchsin MSi, pembantu rektor II Universitas Islam Malang
dan penulis buku Pendidikan Islam Kontemporer/
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
Menanti Presiden Negeri Lebah
Written By gusdurian on Jumat, 10 Juli 2009 | 11.31
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar