BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Konflik dalam Organisasi Koperasi

Konflik dalam Organisasi Koperasi

Written By gusdurian on Selasa, 14 Juli 2009 | 13.04

/Konflik dalam Organisasi Koperasi/

*Djabaruddin Djohan*
KETUA LEMBAGA STUDI PENGEMBANGAN PERKOPERASIAN INDONESIA

Ketika 62 tahun lalu, sekitar 500 orang utusan gerakan koperasi yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia berbondong-bondong pergi ke
Tasikmalaya untuk mengikuti Kongres Koperasi I. Tekadnya hanya satu:
menyatukan kekuatan dalam membangun koperasi, seperti diamendemenkan
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam suasana Tanah Air yang sebagian
besar wilayahnya masih pekat berbau mesiu akibat peperangan melawan
tentara Belanda, yang hendak kembali menjajah, para pejuang koperasi,
yang berasal dari Jawa, Madura, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi,
dengan segala cara dan dengan alat transportasi yang masih sederhana dan
langka berusaha mencapai Tasikmalaya, sebuah kota di Jawa Barat yang
dianggap paling aman.

Jerih payah mereka, melalui pertemuan pada 11-14 Juli 1947, membuahkan
kesepakatan yang fenomenal: terbentuknya organisasi gerakan koperasi
yang diberi nama Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI),
dan sekaligus menetapkan 12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia, yang
kita peringati setiap tahun. SOKRI, setelah melalui perjalanan panjang,
menjadi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), organisasi tunggal gerakan
koperasi Indonesia, yang mengemban fungsi amat penting: "sebagai wadah
perjuangan cita-cita, nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, wakil
gerakan baik di dalam maupun di luar negeri, dan mitra pemerintah dalam
rangka mewujudkan pembangunan koperasi Indonesia".

Dalam perjalanannya yang sudah begitu panjang, Dekopin belum mampu
berbuat banyak untuk melaksanakan ketiga fungsi utamanya tersebut.
Keberadaan dan kegiatannya masih amat mengesankan berada di bawah
bayang-bayang pemerintah, apakah itu di bawah rezim pemerintahan Orde
Lama, yang menjadikan koperasi sebagai "alat revolusi", maupun pada era
Orde Baru, yang menjadikan koperasi sebagai "bagian integral dari
pembangunan perekonomian nasional".

Meskipun demikian, gerakan koperasi selalu dalam suasana yang kompak,
pada pucuk pimpinannya di pusat maupun di daerah-daerah, sehingga
Dekopin mampu bertindak sebagai wakil gerakan di dalam maupun di luar
negeri. Dalam suasana sejuk seperti ini, Dekopin bersama gerakan
koperasi anggotanya, dengan segala keterbatasannya, dapat bekerja
bersama-sama membangun koperasi. Sayang, suasana kompak dan sejuk ini
terkoyak oleh konflik internal, yang sebenarnya bukan bersumber dari
akar rumput gerakannya, melainkan dari "pucuk pimpinannya" yang
memperebutkan kepengurusan Dekopin. Sebagai organisasi tunggal gerakan
koperasi, yang mengklaim memiliki anggota sekitar 30 juta orang, Dekopin
rupanya dipandang cukup potensial sebagai "jembatan" untuk menggapai
berbagai kedudukan dalam lembaga ekonomi, sosial, dan politik tingkat
nasional sehingga layak diperebutkan.

Konflik yang mulai dirasakan pada sekitar 1993 itu masih berlangsung
hingga sekarang, bahkan saat ini terasa semakin parah. Konflik terakhir
ini diawali dengan kevakuman pimpinan Dekopin di bawah Nurdin Halid,
yang terpilih kembali sebagai ketua umumnya pada Juli 2004. Ia kemudian
karena terlibat kasus hukum dan terpaksa "istirahat" di Lembaga
Pemasyarakatan Salemba. Untuk mengisi kevakuman ini, dengan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Suryadharma Ali pada 2005, kemudian diselenggarakan RAS pada 17 Desember
2005, yang menetapkan Adi Sasono sebagai Ketua Umum Dekopin.

Setelah keluar dari LP Salemba, dengan dasar keputusan Mahkamah Agung
yang menyatakan SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
tentang penyelenggaraan RAS melanggar hukum, Nurdin Halid dengan
dukungan gerakan koperasi yang menentang Dekopinnya Adi Sasono
menyelenggarakan Munaskop dan rapat anggota pada 19-20 Juni 2009, yang
sepenuhnya dia biayai dan kemudian menetapkannya sebagai Ketua Umum
Dekopin periode 2009-2014.

Demikianlah awal terjadinya kepemimpinan ganda Dekopin pada saat ini. Di
satu pihak, Dekopin pimpinan Adi Sasono, yang diakui oleh pemerintah,
mendapat alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara, yang jumlahnya
mencapai Rp 157 miliar, yang masih harus dipertanggungjawabkan. Dekopin
ini juga mendapat pengakuan dari International Cooperative Alliance
(ICA), organisasi gerakan koperasi internasional yang berpusat di
Jenewa. Bahkan Adi Sasono menjadi salah seorang pengurus ICA
Asia-Pasifik. Sedangkan di pihak lain, Dekopin pimpinan Nurdin Halid
mengklaim sebagai yang paling sah, berkat keputusan Mahkamah Agung yang
membatalkan SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan
mencap Dekopin pimpinan Adi Sasono ilegal. Dan gerakan koperasi pun
menjadi terkotak-kotak, terpecah belah, dan bingung. Bagaimana mungkin
dalam kondisi seperti ini, gerakan koperasi, khususnya Dekopin, dapat
melaksanakan fungsi dan kegiatannya dengan baik, karena tenaga dan
pikirannya terkuras dalam pusaran konflik yang tak kunjung sudah.
Sungguh mustahil membangun koperasi dalam suasana konflik.

Jika mereka yang mengakui sebagai "pimpinan gerakan koperasi" ini memang
dengan tulus ingin membangun koperasi secara benar, ada baiknya
beliau-beliau ini menengok ke belakang mengikuti jejak Niti Sumantri dan
Kastura, pemimpin gerakan koperasi saat itu (1947), yang dalam suasana
sulit mampu memimpin gerakan koperasi untuk menyatukan tekad dalam wadah
SOKRI. Sehingga jika saat ini mereka ribut memperebutkan pucuk pimpinan
Dekopin akibat melalaikan pembinaan koperasi secara benar, seharusnya
mereka merasa malu. Atau jangan-jangan para pelaku konflik ini
sesungguhnya memang mempunyai "misi tersembunyi" untuk memecah belah
gerakan koperasi, agar koperasi tidak bisa berkembang dengan sehat dan
kuat dari segi ekonomi maupun sosial sehingga dapat berperan secara
mikro maupun makro. Semoga tidak. Tapi, jika demikian halnya, sungguh
semakin malang nasib Dekopin, yang kita harapkan dapat menjadi wadah
perjuangan dan aspirasi gerakan koperasi Indonesia.

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/07/14/Opini/krn.20090714.170991.id.html
Share this article :

0 komentar: