Jaminan Hak Golput
Oleh Hendardi Ketua Badan Pengurus Setara Institute
P EMILIHAN umum (pemilu) legislatif dan pemilihan presiden (pilpres)
adalah realisasi hak politik setiap orang, khususnya warga negara. Hak
politik itu disebut hak memilih (rakyat) dan dipilih (calon)
Namun, hak untuk memilih ini kerap ditafsirkan dan diterapkan secara
sewenang-wenang
Menjelang Pilpres 8 Juli 2009, kesewenangwenangan itu masih terjadi. Hak
memilih tak dihormati secara terbuka apalagi dijamin, bahkan seorang
penganjur golongan putih (golput) ditangkap
Itulah persoalan kita selama ini dalam pelaksanaan pemilu yang satu ke
pemilu berikutnya
Bebas memilih Anggaran Pemilu 2009 yang dinikmati KPU jauh lebih besar
ketimbang Pemilu 2004. Namun sebaliknya, dari segi persiapan dan
penyelenggaraan jauh lebih buruk. Kuat kesan bahwa besarnya anggaran
sama sekali tak berpengaruh dalam mengatasi kesulitan teknis dan
administratif sehingga dalam pemilu legislatif lebih 49 juta orang
kehilangan hak memilih
Kini, pilpres dinikmati tiga pasangan kandidat presiden dan wakilnya.
Penampilan mereka didandani dengan berbagai bentuk, seperti iklan,
pidato, diskusi, atau talkshow di televisi diiringi tepuk tangan,
distribusi buku profi l, baliho, dan poster, mengunjungi pasar di mana
pedagang kecil bertarung berebut untung atau berjumpa petani, nelayan
dan buruh yang mengisi halaman-halaman koran, majalah, dan laman internet
Mereka didukung sejumlah elite politik pengiring, khususnya tim sukses.
Mereka mempromosikan diri sebagai pasangan kandidat yang paling tepat
untuk membawa rakyat ke tingkat yang dijanjikan. Citra itulah yang
dikembangkan, dengan harapan mereka mendapatkan mandat rakyat untuk
memerintah lima tahun mendatang
Seharusnya pilpres tak sekadar berdandan citra di masa kampanye yang
mengesankan seolah-olah masa lalu yang buram tak pernah terekam jejak.
Namun, karena pilpres adalah salah satu hak politik, sudah semestinya ia
bersendikan pada hak juga yang selalu berkarakter terbuka
Kita simak Pasal 25 butir (b) Kovenan Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik atau UU No 12/2005, ‘Setiap warga negara mempunyai hak
dan kesempatan tanpa diskriminasi untuk memilih dan dipilih pada
pemilihan umum secara periodik dan dengan hak pilih yang sama dan
universal serta diadakan pemungutan suara secara rahasia yang menjamin
pemilih untuk menyatakan kehendak mereka dengan bebas’
Hak (right) tak boleh dijungkirkan menjadi kewajiban (obligation). Hak
juga terbuka, tak pernah tunggal. Tak selalu ya, tetapi bisa juga tidak.
Begitu pula dengan hak pilih, tak selalu yang disediakan KPU. Artinya,
bisa memilih pasangan kandidat yang tercantum dalam surat suara, bisa
juga memilih yang kosong untuk mengukur tingkat legitimasi
Itulah prinsip menghormati hak setiap orang dalam memilih berdasarkan
‘kehendak mereka dengan bebas’. Jika warga tak diperbolehkan memilih
alternatif, dapat diartikan larangan
Larangan berarti menindas hak karena kebebasan hanya yang dikehendaki
aparat negara
Memilih dengan kehendak bebas berarti boleh memilih salah satu pasangan
kandidat, boleh semuanya, dan boleh di bagian kosong. Mencontreng bagian
kosong juga harus dihormati sebagai tindakan partisipasi dalam memilih.
Yang terakhir ini berarti menyangsikan semua kandidat yang ada
Hanya memang siapa yang menang disesuaikan dengan aturan surat suara
yang sah. Namun ia bebas memilih, baik kandidat yang disediakan maupun
golput, sama-sama hak memilih. Hak bergolput tak boleh dipasung atau
dilarang, apalagi penganjurnya dikriminalkan
Lebih tegas lagi dari sekadar golput adalah boikot. Pengalaman itu
pernah berlangsung di Filipina menjelang kejatuhan diktator Marcos pada
1986. Mereka penganjur boikot sudah tak percaya lagi pada pilpres yang
bebas dan jujur tanpa diintervensi militer
Golput sebagai pelajaran Sungguh disesalkan sejumlah elite yang
memandang dan menilai golput dengan miring sehingga kerap menjadikannya
bulan-bulanan pendiskreditan. Sebaliknya, mereka mengagungagungkan
partainya dan kandidat yang mereka usung. Isu tentang rakyat
diangkat-angkat dalam sekejap--seperti mainan--tetapi setelah pemilu
dijatuhkan kembali
Mereka tak mau memetik pelajaran. Tanpa rasa hormat, golput diharamkan,
dibungkam, dan dikriminalkan. Jika disimak dari motif, lemah
pertaliannya dengan kepentingan rakyat. Mereka tak termotivasi oleh
kemunculan golput bahwa mereka harus berbuat lebih baik lagi,
bertanggung jawab atas mandat rakyat yang didapat, kecuali kehendak berkuasa
Sudah semestinya kita terbuka dalam berdemokrasi agar dapat memetik
pelajaran dan mendewasakan politik, dan memperbaiki rencana masa depan.
Secara khusus menjamin hak warga untuk golput, memberikan ruang kritik
dalam memilih sehingga dapat menjadi tempat becermin atas kekurangan
atau kelemahan, bahkan mengakui kesalahan
Memang memberi ruang jaminan untuk golput membutuhkan kebesaran jiwa,
kejujuran, dan sportivitas politik. Selama ini kita dikungkung alam
pikiran Orde Baru, mewarisi contohcontoh buruk, manipulatif, serta
memboroskan biaya pemilu yang tak banyak memberikan manfaat bagi rakyat,
sedangkan banyak dari mereka hidup susah. Tak perlu khawatir dengan
golput jika ia mempertebal motivasi untuk rakyat, ke cuali--sekali
lagi--hanya kehendak untuk berkuasa.
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/07/07/ArticleHtmls/07_07_2009_017_003.shtml?Mode=0
Jaminan Hak Golput
Written By gusdurian on Rabu, 08 Juli 2009 | 14.57
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar