BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Flu Babi di Bloomington v di Surabaya

Flu Babi di Bloomington v di Surabaya

Written By gusdurian on Rabu, 15 Juli 2009 | 11.30

Flu Babi di Bloomington v di Surabaya
Oleh: Budi Darma

*KASUS* flu babi yang menghebohkan masyarakat Indonesia belakangan ini
mengingatkan saya pada era 1979, tepatnya Januari, sesaat setelah saya
menyelesaikan S-2 di Universitas Indiana, Bloomington, Indiana, Amerika.
Kala itu sponsor saya, Fulbright, mengizinkan saya tetap tinggal di
Bloomington sampai Mei, akhir semester musim semi.

Karena mendapatkan izin tersebut, saya bisa mengambil beberapa mata
kuliah sambil berjuang untuk memperoleh beasiswa S-3 dengan membawa
keluarga. Fulbright sudah terikat kontrak. Maka, Fulbright tidak dapat
memberikan beasiswa lanjutan, apalagi saya mengajak keluarga. Karena
sebetulnya saya sudah diterima S-3 dan dapat langsung masuk ke S-3,
Fulbright berjanji menawarkan kasus saya ke sponsor-sponsor lain. Dengan
catatan, saya harus berusaha sendiri.

Sialnya, berita mengenai beasiswa tidak kunjung tiba. Sabtu, 22 Mei
1976, saya pulang dengan singgah di berbagai negara di Eropa. Lalu,
Sabtu, 29 Mei 1976, ketika berada di Paris, saya menerima telegram dari
Bloomington. Isinya: The Ford Foundation setuju, kalau mungkin, segera
kembali ke Bloomington. Karena harus mengurus keluarga dan beberapa
dokumen, saya putuskan untuk pulang dulu ke Indonesia. Apalagi, semester
musim panas sudah mulai. Karena itu, saya akan masuk semester musim
gugur, Agustus 1976.

Karena berbagai dokumen harus diurus ulang, saya dan keluarga baru bisa
berangkat ke Bloomington lewat Jakarta pada Selasa, 7 September 1976. Di
Bloomington, kuliah sudah berjalan. Karena itu, saya harus ke sana
kemari untuk menghubungi berbagai pihak. Senin, 13 September 1976, saya
mulai kuliah.

***

Di hari pertama kuliah itu, saya tidak tahu mengapa pers kampus dan pers
lokal beberapa kali menyiarkan berita bahwa semua penduduk Bloomington
wajib vaksinasi /swine flu/ di rumah sakit, gratis. Seperti teman-teman
dan para tetangga, waktu itu saya tidak perduli apa itu /swine flu/.
Namun, karena merasa sebagai penduduk Bloomington, Selasa sore, 14 Mei
1976, saya dan keluarga pergi ke rumah sakit. Di sana sudah berderet
banyak orang, menunggu giliran.

Setelah membaca pengumuman, tahulah saya bahwa /swine flu/ sudah masuk
ke beberapa kota besar di Amerika. Meskipun di Bloomington belum pernah
ditemukan kasus /swine flu/ dan lokasinya jauh dari kota-kota besar,
penduduk wajib vaksinasi untuk menghindari kemungkinan kontaminasi.
Seperti penduduk lain, saya tetap tidak peduli apa makna /swine flu/ dan
merasa aman karena pemerintah sudah menyediakan vaksinasi gratis.

Beberapa waktu lalu (saya sudah tidak rajin menulis catatan harian),
pers menyebarkan informasi tentang flu babi di Meksiko. Radio /BBC/
mewartakan bahaya flu babi, sejarahnya, dan kemungkinan penyebarannya.
Suatu sore, ketika kebetulan menonton TV, saya melihat Presiden SBY
berbicara mengenai /swine flu/ (presiden mempergunakan istilah tersebut).

Dari rentetan peristiwa itu, baru saya teringat dengan peristiwa di
Bloomington yang sudah saya lupakan, /swine flu/ tidak lain adalah flu
babi. Sementara itu, pers menyiarkan berita mengenai pengusiran
orang-orang Meksiko di Tiongkok. Sebab, Tiongkok takut terkontaminasi
flu babi.

Kemudian, beberapa kali menteri kesehatan memberikan penjelasan mengenai
flu babi, demikian juga para pakar. Berkali-kali menteri kesehatan
menekankan, penduduk tidak perlu takut selama mengikuti gaya hidup
sehat, yaitu gizi cukup, istirahat cukup, lingkungan bersih, dan cuci
tangan dengan sabun setelah bepergian dan akan makan.

Beberapa pakar menjelaskan, flu babi bukan penyakit baru dan akan secara
berkala muncul lagi. Flu babi muncul karena babi yang berpenyakit
menulari manusia. Karena itu, kita harus mengikuti gaya hidup sehat.

Karena pemanasan global, perubahan gaya hidup, dan terus bertambahnya
penduduk, kemungkinan lahirnya lagi penyakit manusia yang berasal dari
binatang bakal makin sering terjadi. Contoh, karena tanah gembur makin
sempit, kucing tidak bisa lagi buang air besar dan mencakar-cakar tanah
tanah gembur untuk menutupi kotoran.

Ternyata, gaya itu menular pada kucing-kucing lain, bahkan di kawasan
yang masih punya area tanah gembur. Saya sendiri melihat beberapa kucing
liar melampiaskan hajat di aspal pinggir jalan, lalu mencakar-cakar
aspal. Padahal, di dekat jalan itu masih banyak area tanah gembur.
Binatang-binatang lain pun, kata para pakar, mengalami perubahan
perilaku dan perubahan tersebut mempercepat munculnya lagi
penyakit-penyakit yang ada sejak dulu.

***

Beberapa hari lalu, setelah beberapa hari kasus flu babi ditemukan di
Indonesia, menteri kesehatan muncul lagi dengan pernyataan, kalau
demikian keadaannya, masuk dan menyebarnya flu babi di Indonesia sudah
tidak mungkin dicegah. Lalu, Senin, 13 Juli 2009, ada berita bahwa flu
babi sudah masuk ke Surabaya dan penyebarannya sukar dibendung.

Apa yang diterima penduduk? Hanya berita-berita mengenai penyebaran dan
bahaya flu babi serta nasihat-nasihat dari pemerintah untuk mengikuti
gaya hidup sehat. Hanya itu. Mengapa? Bukan karena Indonesia melarat
sehingga tidak mampu memberikan vaksinasi gratis, melainkan Indonesia
digerogoti penyakit korupsi. Andai kata vaksinasi gratis pun diberikan,
manipulasi pasti terjadi di sana sini, misalnya pungli. Kesadaran untuk
antre tidak ada. Jarum yang seharusnya dipakai untuk satu orang dipakai
untuk banyak orang, Kualitasnya pun sudah disulap menjadi kualitas buruk
dan seterusnya. Sementara itu, politisi sodok-menyodok untuk
memperebutkan kekuasaan dan kekuasaan diidentikkan dengan kesempatan
untuk korupsi. *(*)*

* /*). Budi Darma,/ * / budayawan, guru besar Unesa, Surabaya.

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=80455
/
Share this article :

0 komentar: