Modus Pembuat Tekor Kereta Api
Sebut saja namanya Rusdi. Pegawai percetakan di kawasan Bendungan Hilir,
Jakarta, ini adalah pemakai setia jasa angkutan kereta api. Sejak 10
tahun lalu, pria 37 tahun ini rutin naik kereta api jurusan
Jakarta-Semarang dua pekan sekali. Di "kota lunpia" itu, Rusdi melepas
kangen pada anak dan istri tercinta.
Guna memenuhi hasrat bertemu keluarga tercinta itu, Rusdi harus
menyiapkan dana minimal Rp 200.000 untuk tiket kereta kelas bisnis
pulang-pergi. Belum termasuk ongkos transpor menuju stasiun dan biaya
lain-lain. Jadi, dalam sebulan, ia harus menyisihkan sedikitnya Rp
500.000 untuk ongkos ke Semarang.
Dana sebanyak ini tentu saja tak sepadan dengan pendapatannya yang tidak
menentu. Alhasil, Rusdi memilih naik kereta tanpa membeli karcis. ''Saya
tak pernah beli tiket. Selalu membayar di atas kereta, cuma Rp 50.000
untuk kereta bisnis sekali jalan,'' ujar pria kelahiran Purworejo, Jawa
Tengah, itu.
Seperti Rusdi, Dody juga "penggemar" layanan kereta api tanpa tiket.
Mahasiswa perguruan tinggi negeri di Bandung ini tiap bulan naik kereta
api Parahyangan pulang ke Jakarta. Menurut Dody, dia hanya perlu
menyiapkan Rp 15.000 untuk "salam tempel" kepada kondektur kereta. Harga
tiket kelas bisnis Parahyangan adalah Rp 25.000- Rp 30.000, tergantung
hari keberangkatan.
Lelaki berusia 22 tahun itu menuturkan, ada beberapa trik supaya lolos
naik kereta tanpa tiket. Untuk menghindari pemeriksaan ketat petugas
penjaga pintu (portir) Stasiun Kereta Api Bandung yang baru, Dody
memilih masuk dari stasiun lama yang tak begitu ketat dijaga. ''Jika
sedang ketat semua, beli saja tiket peron,'' tutur Dody, yang biasa naik
kereta dengan jadwal keberangkatan pukul 08.45 WIB atau 12.45 WIB.
Di atas kereta, ada tiga lokasi yang menjadi idola para penumpang tak
bertiket, yaitu gerbong pertama, kereta makan, dan lokomotif. Menurut
Dody, gerbong pertama kereta Parahyangan menuju Jakarta selalu kosong
karena disediakan untuk penumpang yang naik dari Stasiun Cimahi.
Ketika pemeriksaan tiket dimulai 15 menit setelah kereta berangkat, Dody
langsung memberi salam tempel kepada kondektur. ''Habis itu, disuruh ke
bordes dulu untuk antisipasi jika ada penumpang dari Cimahi yang naik.
Bila tidak, ya, balik lagi,'' katanya.
Pilihan lain adalah di ruang lokomotif bersama sang masinis. Meski tak
nyaman, di sini terkadang tak perlu salam tempel, cukup memberi rokok.
Malah tak jarang sang masinis menawarinya kopi.
Seorang masinis di Stasiun Bandung, sebut saja Amar, mengakui bahwa
banyak penumpang gelap di lokomotif, terutama selama musim Lebaran. Pada
hari-hari biasa, jika dari Jakarta, para penumpang gelap umumnya naik
dari Stasiun Jatinegara. ''Di Jatinegara kan banyak pintu masuk
ilegalnya,'' kata Amar, yang tak pernah menarik setoran dari para
penumpang gelap.
Menurut Amar, penumpang gelap di lokomotif jarang yang berpenampilan
perlente. ''Dari tampilannya saja sudah terlihat mereka /nggak/ mampu
membeli tiket. Jadinya, kadang saya /nawari/ rokok dan kopi sekaligus
menjadi teman /ngobrol/,'' ujarnya.
Meski masinis jarang menarik setoran dari penumpang gelap, menurut
Rusdi, semua petugas kereta api mendapat jatah pembagian dari hasil
salam tempel. Sebab para penumpang gelap itu terorganisasi. ''Tiap satu
kereta biasanya ada satu atau dua koordinator. Mereka mengumpulkan dan
menyerahkan uangnya ke kondektur di ruang restorasi,'' tutur Rusdi, yang
mengenal beberapa koordinator penumpang gelap kereta.
Para penumpang gelap kereta ke berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa
Timur biasanya menempati gerbong terakhir. Jumlahnya sekitar 100 orang
dalam satu kereta. Sang koordinator menarik ongkos sekitar 15 menit
setelah kereta berjalan, dengan gaya khas: memegang lembaran uang di
tangan kiri. Ongkosnya separo dari harga tiket resmi.
Setelah itu, penumpang gelap bisa berpencar mencari gerbong yang lowong.
Jika diperiksa kondektur, para penumpang ini biasanya hanya menyatakan,
''Rombongan, Pak.'' Kondektur akan menanyakan rombongan siapa dan
mencatatnya untuk dicocokkan dengan jumlah setoran yang diterima dari
koordinator.
Anggota rombongan jarang sekali kena razia atau diturunkan dari kereta.
Maklum, biasanya koordinator sudah mendapat informasi akurat dari
petugas kereta api, kapan dan di mana akan dilakukan razia penumpang
gelap. Untuk menyiasatinya, anggota naik dari stasiun kereta setelah
razia dilakukan. Misalnya, untuk kereta Semarang ke Jakarta, mereka baru
naik dari Stasiun Weleri.
Menurut Rusdi, yang setahun belakangan memilih menjadi penumpang gelap
bukan rombongan, uang yang dia berikan ke kondektur besarnya sama dengan
setoran ke koordinator. Bedanya, ia memberikan dua kali sesuai dengan
jumlah pemeriksaan. Pembayaran dilakukan di bordes agar tidak terlalu
mencolok.
***
Penumpang gelap memang menjadi masalah laten yang harus dihadapi PT
Kereta Api (PT KA). Sepanjang tahun 2008, jumlah penumpang gelap itu
mencapai 30 juta dari total penumpang 194,08 juta orang. Sebagian besar
penumpang gelap ini berada di kereta api ekonomi dan komuter dalam kota
(kereta rel listrik --KRL).
Menurut perkiraan PT KA, mereka kehilangan pendapatan Rp 200 milyar
akibat penumpang gelap itu. Tahun lalu, PT KA mencatat total pendapatan
Rp 2,3 trilyun. ''Jika semua penumpang bayar tiket, mungkin /revenue/ PT
KA bisa mencapai Rp 2,5 trilyun,'' ujar Kepala Hubungan Masyarakat PT
KA, Adhi Suryatmini, di sela-sela peringatan Hari Buruh bersama Serikat
Pekerja Kereta Api di Bandung.
Direktur Komersial PT KA, Sulistyo Wimbo Hardjito, mengakui bahwa
mengatasi masalah penumpang gelap tidak mudah dan tak bisa dilakukan
hanya dalam waktu setahun. ''Dua atau tiga tahun belum cukup karena
masalahnya kompleks,'' kata Wimbo, yang menerima laporan aneka modus
penumpang gelap kereta api dari berbagai pihak.
Menurut Wimbo, seluruh jajaran direksi PT KA yang baru dilantik pada
akhir Februari lalu bertekad meningkatkan pendapatan PT KA dan menutup
kebocoran semaksimal mungkin. Mereka melakukan serangkaian kebijakan
untuk mempersempit ruang gerak para penumpang gelap dan petugas kereta
api yang nakal. Mulai April, insentif perjalanan petugas kereta api
dinaikkan 100%. Peningkatan ini diharapkan bisa mendorong petugas kereta
api tak lagi menerima salam tempel.
PT KA juga memperbanyak pemeriksaan serentak di seluruh jenis kereta,
baik jarak jauh maupun komuter. Juga memberikan sanksi tegas kepada
kondektur yang terbukti menerima salam tempel. ''Yang terbaru, ada satu
kondektur di Cirebon yang di-/non-job/-kan karena pelanggaran ini,''
kata Wimbo.
Mereka juga mulai merenovasi dan mensterilkan stasiun-stasiun kereta
sehingga nyaman, tidak semrawut, dan terpadu. Penataan ini mencakup
sentralisasi pintu masuk sehingga menghambat akses masuk yang biasa
digunakan penumpang tak berkarcis. Program ini dimulai dari 33 stasiun
KRL di kawasan Jabodetabek. ''Akhir tahun ini, kami rencanakan sudah
bisa menerapkan /e-ticketing/ untuk KRL. Harapannya, bisa mengurangi
bahkan menghapus penumpang gelap,'' katanya.
Kebijakan-kebijakan baru itu memang belum terbukti dapat menurunkan
jumlah penumpang gelap. Namun setidaknya sudah membuat beberapa
penumpang gelap KRL kapok. Pendi Suhanda, yang sejak tahun 2001 tak
pernah membeli tiket jika naik KRL, mengaku kini lebih sering membeli
tiket. ''Penjagaan di stasiun dan pemeriksaan di atas kereta sekarang
ketat,'' tutur pria yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan, itu kepada
Gandhi Achmad dari /Gatra/.
Senada dengan Pendi, Aif Ramli, pedagang tahu di Stasiun Bogor, kini
selalu membeli tiket setiap kali masuk stasiun. ''Saat ini juga sering
diadakan penertiban pedagang asongan yang berjualan di atas kereta. Kita
bisa ditangkap dan wajib bayar suplisi lima kali lipat tiket AC ekonomi,
yang harganya Rp 5.500,'' kata Aif.
*Astari Yanuarti, Syamsul Hidayat, dan Wisnu Wage Pamungkas (Bandung)*
[*Ekonomi*, /Gatra/ Nomor 30 Beredar Kamis, 4 Juni 2009]
http://gatra.com/artikel.php?id=127128
Modus Pembuat Tekor Kereta Api
Written By gusdurian on Jumat, 12 Juni 2009 | 14.01
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar