BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Menilai Kebenaran Kebijakan Capres/Cawapres

Menilai Kebenaran Kebijakan Capres/Cawapres

Written By gusdurian on Rabu, 17 Juni 2009 | 15.00

Menilai Kebenaran Kebijakan Capres/Cawapres
Oleh Sofyan S Harahap Guru Besar FE Universitas Trisakti


S AYA selalu mendapat pertanyaan dari masyarakat tentang siapakah capres
yang lebih baik strategi ekonominya atau strategi bidang lainnya yang
bertujuan untuk kepentingan bangsa, rakyat, dan negara? Untuk menjawab
pertanyaan ini, memang tidak bisa langsung karena harus didefi nisikan
dahulu
Pertama, apa yang dimaksud dengan bangsa, rakyat, dan negara. Semua
capres/cawapres dan tim suksesnya sudah pasti akan mengaku menggunakan
strategi untuk kepentingan rakyat, semua akan mengatasnamakan bangsa,
dan mengaku demi kepentingan negara. Tetapi, tentu tidak selalu
demikian. Orang yang jeli dan lebih mengenal si calon akan lebih
mengetahui keadaan yang sebenarnya, apakah dia bekerja untuk kepentingan
rakyat, bangsa, dan negara atau kepentingan pribadi, keluarga, dan konconya
Kedua, apa dasar yang kita jadikan sebagai bahan analisis untuk
mengetahui strategi para capres. Apakah kita bisa menjadikan bahan
kampanyenya selama era kampanye ini sebagai dasar analisis? Tentu
jawabnya tidak selalu. Karena banyak di antara capres atau cawapres yang
berbicara bukan dari hati nurani, bukan dari perilakunya selama ini,
melainkan dari keinginan dan keinginan masyarakat yang akan memilihnya
Karena itu, strategi yang diungkapkan selama kampanye tidak selalu sama
dengan visi dan misinya yang sebenarnya
Ketiga, elemen waktu. Sudah dapat dipastikan semua capres/cawapres dan
tim sukses tidak akan bernuansa jangka panjang. Mereka akan menjanjikan
hasil yang cepat, hasil yang akan segera dinikmati rakyat, kendatipun
secara praktis tidak mungkin dicapai. Kebijakan populis selalu akan
keluar menjelang pemilu sebelum si calon terpilih. Karena itu selalu
kita dengar, lain kata semasa kampanye lain perbuatan setelah terpilih
Situasi dalam dunia demokrasi kontemporer
memang berbeda dari konsep dan asal mula demokrasi. Dalam demokrasi
zaman Yunani semua pemilih mengenal dekat sang calon pemimpin. Jumlah
pemilih juga tidak banyak Dalam era modern karena demikian banyak orang
dan luas wilayah, tidak mungkin rakya bisa bertemu dalam suatu tempat
untuk membi carakan kepentingannya. Misalnya, membicara kan siapa
pemimpinnya dalam lima tahun ke
depan. Untuk mengatasi itu muncullah lembagañlembaga politik dan sistem
kerjanya
Dibentuk partai politik, dipilih perwakilan dan perwakilan inilah yang
mewakili kepentingan rakyat yang diwakilinya
Dalam perjalanannya, sistem ini ada yang berhasil. Artinya tidak ada
discongurence anta ra wakil dengan rakyat yang diwakilinya. Ha ini
terjadi biasanya di negara-negara yang sudah maju saat hak-hak warga
sudah dipahami, sistem politik sudah mapan, hukum sudah tegak, rakyat
memiliki kualitas yang relatif baik. Kalaupun Amerika dapat kita
golongkan dalam kategori ini, pada hakikatnya tidak selalu semua mulus.
Artinya tidak selalu real democracy itu berjalan di sana. Beberapa
analisis dan pendapat antara lain Kevin Phil
lips menyatakan bahwa sebenarnya dalam 40 tahun terakhir kualitas
demokrasi justru menurun jika diartikan dengan keterlibatan seluruh
rakyat dan kesesuaian antara suara yang diserap dan suara yang
sesungguhnya Menurut Phillips, jus tru yang terjadi di Amerika bukan a
real democracy tetapi justru a corporacracy atau kerajaan atau
pemerintahan yang dipimpin atau dikendalikan perusahaan korporasi atau
kapitalis. Menurut dia, justru elite politik yang bertarung baik senator
representative, gubernur, dan presiden mendapat donasi dari korporasi
dan sudah barang tentu kebijakan yang akan dikeluarkan mereka yang
terpilih akan mengarah pada memerhatikan kepentingan sang donor. Memang
keterlibatan itu tidak begitu terlihat dengan kasatmata, tidak seperti
di Indonesia yang sangat berbeda situasi dan kondisi politik, hukum,
budaya, dan rakyatnya. Permainannya lebih halus, tetapi ada
Nah, bagaimana dengan di Indonesia? Negara kita adalah negara dengan
tingkat pendi
dikan 67% lulus SMP atau di bawahnya. Ini berarti kualitas pendidikan
rendah, kemis
kinan tinggi, wilayah sangat luas, hukum belum tegak, kejujuran masih
langka, korupsi masih mera jalela, kebohongan, dan kepurapura an masih
mendominasi sistem dan budaya politik. Budaya feodal, sistem
kekeluargaan yang diperluas, distance power yang tinggi menyebabkan
sistem demokrasi yang sesungguhnya tidak berjalan. Kalau kita mendengar
ada penipuan sistemik, survei yang dimanipulasi, politik uang, ancaman,
paksaan untuk memilih kandidat tertentu adalah lumrah dalam situasi
negara dan masyarakat seperti ini. Dalam kondisi ini maka yang terjadi
adalah situasi asimetris, saat ada kelompok yang mengetahui apa
sesungguhnya yang terjadi dan di pihak lain ada kelompok yang tidak
mengetahui keadaan yang sebenarnya yang menjadi korban ‘media’ atau
kampanye atau janji-janji muluk, kecap kampanye yang selalu nomor 1
Politik pembodohan yang dilakukan pemerintah Belanda masih terbawa
sampai sekarang
Artinya masih ada yang kepingin memelihara kebodohan rakyat ini melalui
berbagai cara halus atau kasar, apakah dengan dibungkam dengan korupsi,
ancaman, senjata, uang, koalisi komersial, atau jabatan. Perjanjian
antarorang, antarpejabat, antarpartai adalah lumrah dan selalu
menggunakan end result-nya jabatan atau uang
Oleh karena itu, dalam menganalisis, membaca, dan memahami strategi para
capres/ cawapres, tolok ukur yang paling tepat adalah hati nuraninya,
perilakunya atau perilaku orang di sekelilingnya termasuk staf, kawan,
dan keluarganya, serta kebijakan-kebijakan yang diambilnya sebelum
kampanye atau era-era sebelumnya. Baik sebelum menjabat, selama
menjabat, sewaktu krisis dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak ada
gunanya untuk mendengar semua isi dan bahan kampanye yang disampaikan
para juru kampanye. Yang harus dilihat sesuai pendapat motivator beken,
Mario Teguh, adalah siapa dia sebelum kampanye ini. Kinerja, perbuatan,
perkataan, perilaku diri, pembantu, staf, keluarga, partai dan
konco-konconya sebenarnya itulah yang menggambarkan dia sesungguhnya dan
kebijakannya. Ingat kita beda dengan Amerika. Kondisi kita masih banyak
yang bersedia dibodoh-bodohi dan masih memerlukan sesuap nasi untuk hari ini

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/06/17/ArticleHtmls/17_06_2009_025_001.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: