BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » »

Written By gusdurian on Selasa, 16 Juni 2009 | 12.31

Kisah Panglima Soekarnois

Omar Dani lahir 23 Januari 1924 di Surakarta dari keluarga ningrat
terpelajar yang menjadi pejabat di birokrasi pemerintahan. Lingkungan
itu pula yang mendidiknya agar merdeka serta menjunjung martabat dan
penuh rasa tanggung jawab.

Sejak kecil dia sudah mengagumi Bung Karno. Juli 1950 Angkatan Udara
membuka pendaftaran bagi pemuda Indonesia untuk dididik sebagai
penerbang/navigator. Kesempatan itu tidak disia-siakan Omar Dani yang
waktu itu berusia 26 tahun.

Pada November 1950, 60 penerbang kadet AURI, termasuk Omar Dani, dikirim
untuk belajar diAcademy ofAeronautics,TALOA (Trans Ocean Airline Oakland
Airport) di California, AS. Bulan November 1951, Omar Dani berhasil
menyelesaikan pendidikan lalu kembali ke Tanah Air dan dilantik sebagai
letnan muda udara I (sekarang peltu) pada akhir Juli 1952 dan bertugas
sebagai kopilot Dakota di Pangkalan Udara Cililitan. Kariernya melesat
pesat.

Dalam waktu hanya 9,5 tahun dia mencapai posisi puncak di Angkatan
Udara. Belum genap berusia 38 tahun, Omar Dani dilantik sebagai
Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara tanggal 19 Januari 1962. Sebelum
tahun 1965 AURI merupakan salah satu angkatan udara terkuat di kawasan
Asia Tenggara, bahkan di Asia. Angkatan Udara yang dipimpin oleh
Laksamana Omar Dani sangat loyal terhadap Soekarno.

Mereka mendukung gerakan Ganyang Malaysia yang dilancarkan pemerintah
Soekarno. Namun pihak Angkatan Darat dalam hal ini Soeharto tidak
mendukung kebijakan itu dengan sepenuh hati. Tanggal 30 September 1965
meletus aksi penculikan para jenderal. Omar Dani dengan spontan menulis
Perintah Harian Men/ Pangau setelah mendengar siaran berita RRI pukul
7.00 WIB tentang G30S.

Perintah harian itu kemudian menjadi persoalan besar di mata kelompok
Soeharto. Pada 1 Oktober 1965 Soeharto menyampaikan pidato radio
(Pengumuman No 022/Peng/PUS/1965) yang memojokkan AURI.“Antara
AD,ALRI,dan AKRI telah terdapat saling pengertian,kerja sama, dan
kebulatan tekad penuh untuk menumpas perbuatan kontra-revolusioner yang
dilakukan oleh apa yang menamakan dirinya ‘Gerakan 30 September’.”

Tanggal 6 Oktober 1965 Presiden mengadakan sidang paripurna kabinet di
Istana Bogor. Ketika itu Omar Dani merasa bahwa dia dijauhi oleh
beberapa rekannya sesama menteri.Mayjen Pranoto Reksosamudro yang hadir
sebagai caretaker Men/Pangad mengatakan bahwa Jenderal Soeharto tidak
setuju dengan pernyataan tersebut. Saat itu Omar Dani merasa yakin bahwa
konflik antara mereka memang sudah frontal.

Tidak lama kemudian, AURI menjadi bulan-bulanan. Mobil
LaksdaAburachmat,mobil Letnan Udara Satu Wara Chusnul Chotimah, dan
lain-lain ditabrak oleh jip-jip RPKAD. Ibu-ibu istri anggota AURI yang
berbelanja di pasar di luar Halim diejek, juga pasukan karbol yang
berdiri di pinggir jalan dalam sikap sempurna dan memberi hormat pada
iring-iringan jenazah para jenderal korban G30S diludahi mukanya oleh
pasukan AD yang berada di atas panser.

Tanggal 8 Oktober 1965 Soeharto ke Istana Bogor. Soekarno tampaknya
enggan berbicara dengan Soeharto.Dia hanya diterima oleh Subandrio, dan
dalam beberapa literatur seakan-akan ada deal antara Subandrio dengan
Soeharto. Bung Karno diperbolehkan pulang ke Istana Merdeka, Jakarta.
Adapun Soeharto akan dikukuhkan menjadi Men/Pangad dengan pangkat Letnan
Jenderal.

Perintah harian yang pernah dikeluarkan Omar Dani 1 Oktober 1965 itu
dinilai oleh Soekarno sendiri “te voor barig” (terlalu tergesagesa).
Namun perintah itu dianggap oleh kelompok Soeharto sebagai bukti
keterlibatan Omar Dani dalam mendukung G30S. Bila Presiden Soekarno
tidak bertindak tegas terhadap Men/Pangau mungkin beliau sendiri akan
terganjal kedudukannya.

Omar Dani mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soekarno,
tapi ditolak. Sebagai jalan keluarnya, tanggal 14 Oktober 1965 Bung
Karno menugasi Men/Pangau melakukan perlawatan ke negara-negara Eropa
dan Asia dalam rangka menjajaki kerja sama luar negeri dengan AURI.
Semula direncanakan berangkat tanggal 19 Oktober 1965, tapi Soeharto
meminta ditunda satu hari karena dia akan ikut melepas keberangkatan
tersebut.

Namun ternyata penundaan itu sebetulnya tidak perlu.Esok harinya
Soeharto ternyata juga tidak datang. Omar Dani berangkat dengan
anak-anak dan istrinya yang sedang hamil 7,5 bulan (mengandung putra
kelima) menuju Phnom Penh. Selama 6 bulan kurang 3 hari, Omar Dani di
luar negeri. Dia sebetulnya dapat saja terus berada di mancanegara
dengan memanfaatkan keahlian sebagai pilot misalnya.

Namun dari Phnom Penh dia rela pulang ke Jakarta demi “memenuhi tanggung
jawab”, demikian pengakuannya. Dengan pesawat Hercules C- 130 milik
AURI, tanggal 20 April 1966 Omar Dani sekeluarga kembali ke Indonesia,
mendarat di Semplak, Bogor dan langsung ditempatkan di bungalo AURI di
Cibogo dengan status “tidak boleh keluar dari sana”.

Dalam situasi seperti itu, bila malam tiba,Omar Dani berbincang-bincang
dengan ayahnya yang sebelumnya sudah di-”konsinyir” di sana, tentang
hidup,kematian,tentang manusia, tentang Tuhan, dan alam semesta. Suasana
sekitar yang sejuk dan senyap itu membawa mereka larut berdiskusi
kadang-kadang sampai dini hari.

Tanggal 23 Oktober 1966 Omar Dani dipindahkan ke Rumah Tahanan Nirbaya
yang letaknya sekitar 800 meter di sebelah selatan Asrama Haji Pondok
Gede. Dalam perjalanan Omar Dani bertanya kepada Letkol CPM Nicklany
yang menjemputnya, “Nick, nanti kirakira vonis apa ya?”Jawab Nicklany,
“Verwacht maar het ergste” (harapkanlah yang terburuk).Omar Dani menukas
“Hukuman mati ya?” Nicklany menjawab, “Ya”.

Omar Dani tidak terlalu kaget mendengar hal itu. Ia menyadari bahwa
semuanya itu bukanlah persoalan hukum, tapi persoalan politik semata.
Omar Dani hanya bisa berserah diri kepada Allah Yang Maha Adil.
Bertepatan dengan Hari Natal 25 Desember 1966 yang juga jatuh pada bulan
suci Ramadan, Omar Dani dijatuhi hukuman mati.Maka dimulailah kehidupan
di penjara yang teramat panjang.

Tahun 1980 hukumannya diubah menjadi seumur hidup. Akhirnya tanggal 16
Agustus 1995 dia dibebaskan bersama-sama dengan Dr Soebandrio dan mantan
Kepala Ba-dan Pusat Intelijen Sugeng Soetarto. Apakah seorang pemimpin
dapat dihukum karena dia mengatakan “bertanggung jawab atas kesalahan-
kesalahan para anak buahnya?”

Mungkin pula itu dianggap sebagai kesalahan tidak berampun oleh majelis
hakim karena Omar Dani––seperti halnya Bung Karno––tidak mau mengutuk
PKI dalam persidangan. Padahal saat itu opini publik sudah terbentuk
bahwa PKI adalah kambing hitam dari segalanya. Omar Dani secara tegas
mendukung Nasakom yang merupakan ajaran Bung Karno. Omar Dani adalah
pelaksana kebijakan Presiden Soekarno.

Salahkah dia bila menjalankan tugas dan kewajibannya dengan sepenuh
hati? Ketika pemerintahan lama itu digerogoti dan kemudian
tumbang,tinggallah Omar Dani sebagai korban dari pergantian rezim
politik.(*)

Asvi Warman Adam
Sejarawan LIPI


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/247412/
Share this article :

0 komentar: