Bukan Manohara, tapi Buruh Migran
Awal Juni kita dihebohkan kasus Manohara Odelia Pinot, seorang gadis
Indonesia blasteran yang tersiksa menikah dengan seorang Pangeran
Kelantan, Malaysia.
Dengan bahasa Indonesia yang tidak lancar, lebih banyak berbahasa
Inggris,dia menceritakan penderitaannya menikah dengan pria sado-masokis
yang membius dan menyayatnyayat kecil tubuh pasangannya sebelum
berhubungan suami-istri. Bagi saya kisah ini seperti telenovela.Terlalu
banyak kabut, tidak cukup nyata,karena tampaknya lebih berhubungan
dengan harta.
Pernah terdengar bahwa puncak kasus ini adalah urusan mahar sebesar Rp2
miliar yang belum dibayarkan oleh pihak keluarga kerajaan yang sampai
saat ini belum juga jelas kebenaran kabar itu. Lain Manohara, lain Siti
Hajar. Perempuan TKI ini pada 8 Juni lalu melarikan diri ke Kedutaan
Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, mengadukan penyiksaan yang diterimanya.
Pembantu rumah tangga yang tinggal di kondominium mewah Bukit Kiara ini
kerap disiksa dengan cukup sadis oleh majikannya: dipukul dengan kayu,
diseterika, disiram air panas hingga diberi makanan dengan lauk daging
babi, padahal dia beragama Islam.
Yang lebih menyedihkan, gajinya tidak dibayarkan selama 34 bulan bekerja
dengan total RM17.000 (Rp51 juta). Hampir bersamaan dengan kasus Siti
Hajar, seorang TKI di Hong Kong,Sumirah,tewas di tempatnya bekerja.Kabar
sementara menyebutkan dia meninggal karena tertimpa tempat tidur,
sesuatu yang juga musykil kebenarannya.
Indonesia Luar
Pelbagai kasus yang menimpa pekerja Indonesia di luar negeri ini seperti
godam yang memukul punggung identitas keindonesiaan kita.Namun sentimen
yang muncul tidak memiliki raison d’etre yang tepat: mengembang untuk
kasus selebritas dan mengempis untuk kasus warga kebanyakan.
Kasus Manohara memancing respons sentimen anti-Malaysia yang luar biasa
(tentu saja karena peran media), padahal tak jauh dari kasus Manohara
ada kasus Siti Hajar, Sumirah, dan deretan kisah pilu para buruh migran
Indonesia yang mendapatkan perlakuan kasar, tetapi tidak mendapatkan
perhatian yang sama besar.
Siti Hajar tak lebih sebagai angka yang kisahnya bisa dijumpai dan
ditukar dengan kisah lain dan mungkin saja akan berhenti sejalan dengan
berputar waktu. Siti Hajar bukan kasus tunggal wajah rusak buruh migran
Indonesia. Ada ratusan Siti Hajar yang terlipat dalam diam dan
tersembunyi dari mata publik yang sebenarnya representasi “Indonesia
luar” yang dikasari bangsa lain dengan cara-cara yang mencengangkan.
Solidaritas kita lebih mudah bergerak untuk kasuskasus yang terlihat
seksi seperti Manohara atau Ambalat.P adahal menurut pemberitaan media
di Malaysia, mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Indonesia, Juwono
Sudarsono,kasus Ambalat adalah sengketa lama yang belum putus antara
Pemerintah Indonesia dan Malaysia (Utusan Malaysia, 11/6).
Tapi solidaritas untuk kasus yang masih kabur seperti ini lebih besar
dibandingkan kasus-kasus riil yang menimpa buruh migran. Padahal jasa
para “Indonesia luar” ini sangat besar dalam mengendalikan perekonomian
nasional. Dari Malaysia saja,ada 40 ribu buruh migran mengirimkan
uangnya ke Indonesia setiap hari.
Belum termasuk buruh yang bekerja di Hong Kong, Timur Tengah, atau Asia
Timur (Jepang dan Korea). Berarti ada belasan-puluhan miliaran rupiah
dana yang masuk ke Indonesia setiap hari tanpa mencemari bumi ini dengan
limbah industri dan lingkungan.
Seperti juga kasus narkoba, kurang gizi, atau pelacuran anak, kasus
kekerasan buruh migran ini hanya wakil dari keping puluh, ratus, bahkan
ribu kasus lain yang hampir sama atau lebih buruk,tapi tidak terpublikasi.
Kontekstualisasi identitas ini penting agar sentimen solidaritas tidak
hanya diarahkan pada kasuskasus selebritas ala Manohara,tapi bisa masuk
lebih dalam pada hal yang lebih substansial dan fokus. Kejadian yang
menimpa Siti Hajar membuka mata kita bahwa ada problem akut atas buruh
migran dan nasib warga Indonesia lainnya yang kebetulan bekerja atau
belajar di Malaysia.
Penyebutan “Indon” untuk warga Indonesia saja sebenarnya bentuk
kekerasan budaya karena mengarah pada sifat merendahkan identitas warga
Indonesia. Di sini peran kaki tangan pemerintah di luar negeri,yaitu
KBRI,harus lebih nyata untuk merespons setiap kasus pelecehan
kemanusiaan seperti ini agar sejarah tidak kembali berulang.
Presiden Buruh Migran
Kasus Siti Hajar mencuat pada hari kedua jadwal kampanye presiden.
Sebelum muncul kasus ini, hampir sepi tanggapan para calon pemimpin
negeri ini tentang nasib buruh migran. Sikap simpati baru bermunculan
ketika kasus telah masak di media.
Riuh kampanye presiden lebih banyak berkutat pada perdebatan wacana
ekonomi neoliberalisme atau kerakyatan,tapi tak memiliki kaki
pengetahuan yang bisa diandalkan. Hampir tidak ada yang membicarakan
nasib buruh migran Indonesia, yang selama ini menjadi tulang punggung
perekonomian nasional paling riil, setelah petani dan nelayan.
Di Malaysia sendiri terdapat tidak kurang 900.000 buruh migran dan
hampir 3 juta penduduk Indonesia, tapi afeksi dari kebijakan yang
memproteksi hakhak warga Indonesia imigran ini tidak pernah ada.
Sebelum kasus Siti Hajar, sederet kasus kekerasan dan perkosaan telah
ada seperti Nirmala Bonat, Eka Apri Setiowati, Mariana, dan Herlina
Trisnawati,tapi tidak pernah mendapatkan keputusan hukum yang
menjanjikan keadilan dan kompensasi yang layak bagi kemanusiaan korban.
Masalah ini adalah larutan tak jenuh dari satu generasi presiden ke
generasi presiden yang lain. Harapan tentu saja agar masalah ini bisa
dituntas-selesaikan oleh presiden terpilih kelak. Sebagaimana kata-kata
Johann-Wolfgang von Goethe, artikel ist einfach, ist schwer zu regieren
(membuat peraturan itu mudah, yang susah adalah memimpin), pemerintah ke
depan bukan hanya harus lihai menyediakan perangkat hukum yang membela
hak-hak buruh migran Indonesia, tapi juga menjalankannya dengan tujuan
yang sama kuatnya : membela tumpah darah Indonesia, baik di dalam maupun
di luar Indonesia.(*)
Teuku Kemal Fasya
Dosen Antropologi
Universitas Malikussaleh,
NAD, Sedang Studi di Malaysia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/247413/
Bukan Manohara, tapi Buruh Migran
Written By gusdurian on Selasa, 16 Juni 2009 | 12.14
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar