BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Hutan untuk Hutan, Hutan untuk Manusia

Hutan untuk Hutan, Hutan untuk Manusia

Written By gusdurian on Rabu, 24 Juni 2009 | 14.51

Hutan untuk Hutan, Hutan untuk Manusia

*M.S. Kaban*
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Kita semua tahu: hutan bukan hanya paru-paru bumi. Ia juga rumah bagi
berjenis-jenis satwa dan tumbuhan. Dalam kandungannya, tersimpan
berbagai mineral dan hasil tambang yang siap dimaslahatkan bagi
kesejahteraan umat manusia. Tidak hanya untuk hari ini, tapi juga sampai
jauh ke masa depan. Anugerah Tuhan yang Maha Esa berupa sumber kekayaan
alam yang serba guna ini harus dikelola sehingga fungsinya terpelihara
sepanjang masa, begitu pula kemampuannya untuk memperbarui diri. Karena
itu, sumber daya alam yang tidak terbarukan pun harus digunakan sehemat
mungkin.

Hutan harus mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di
sekitarnya, baik manfaat ekonomi, sosial-budaya, maupun ekologi. Secara
yuridis-konsepsional, kedudukan hutan dirumuskan dalam Pasal 1 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut
undang-undang itu, hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Kelestarian (/sustainability/), dalam konteks pengelolaan
sumber daya hutan, sejak semula dipahami sebagai pencapaian dan
pemeliharaan yang dapat diperbarui secara terus-menerus.

Faktor-faktor yang menentukan meliputi kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, kelengkapan peraturan dan hukum yang menjadi landasan
operasional, perangkat kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya hutan,
serta kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Salah satu program
Departemen Kehutanan yang merujuk pada tujuan itu adalah Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Gerakan yang dicanangkan sejak
2003 ini mentargetkan penghijauan lahan 3 juta hektare dalam kurun lima
tahun. Pelaksanaannya tidak hanya di lahan hutan milik negara, tapi juga
di lahan hutan milik rakyat yang kondisinya rusak.

Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat dalam rangka Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan, yang dimulai pada 2003, masih perlu
dilanjutkan mengingat masih adanya lahan tidak produktif di luar kawasan
hutan dengan kondisi masyarakatnya yang masih memerlukan pemberdayaan.
Melalui program ini, hingga 2009 telah tertanam pohon pada kawasan
seluas 3,7 juta hektare dari target 5 juta hektare.

Pembukaan tanaman hutan rakyat merupakan wujud upaya rehabilitasi
meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai tanaman berupa
kayu-kayuan dan non-kayu, memberikan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, serta
meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah.

Pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan ini diarahkan sebagai usaha
kelompok tani secara mandiri, dan diharapkan akan mempercepat upaya
rehabilitasi lahan, perbaikan lingkungan, pemenuhan kebutuhan kayu,
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan di sekitar
hutan. Hal ini sesuai dengan satu dari lima kebijakan prioritas
Departemen Kehutanan 2005-2009, yaitu pemberdayaan ekonomi masyarakat di
dalam dan di sekitar kawasan hutan.

Hutan sebagai sumber daya harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kepentingan masyarakat. Tidak boleh dipusatkan pada seseorang, kelompok,
atau golongan tertentu. Karena itu, pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan harus didistribusikan secara adil melalui peningkatan peran serta
masyarakat, dengan tujuan memberi peluang dan kesempatan yang sama untuk
meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat.

Perkiraan potensi dan luas hutan rakyat yang dihimpun dari kantor-kantor
dinas yang menangani kehutanan di seluruh Indonesia mencapai 39.416.557
meter kubik dengan luas 1.568.415,64 hektare, sedangkan data potensi
hutan rakyat berdasarkan sensus pertanian yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik menunjukkan bahwa potensi hutan rakyat mencapai
39.564.003 meter kubik dengan luas 1.560.229 hektare. Jumlah pohon
mencapai 226.080.019 batang, dengan jumlah pohon siap tebang 78.485.993
batang.

Pasal 70 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur bagaimana
masyarakat ikut dalam mengelola hutan dan bagaimana pemerintah ikut
mendorong partisipasi masyarakat. Dampak yang diinginkan adalah
masyarakat sejahtera, khususnya masyarakat sekitar hutan. Mereka
diharapkan memiliki keterikatan dengan hutan di sekitarnya, baik ikatan
sosial maupun ikatan ekonomi.

Berdasarkan pengalaman, keberhasilan pengembangan hutan rakyat terutama
ditentukan pula oleh kesesuaian jenis pohon dengan kondisi lahan
pembudidayaannya. Beberapa tanaman perkayuan yang dikembangkan di hutan
rakyat, seperti sengon (/Paraserianthes falcataria/), kayu putih
(/Melaleuca leucadendron/), aren (/Arenga pinata/), sungkai (/Peronema
canescens/), akasia (/Acacia sp/.), jati putih (/Gmelina arborea/),
johar (/Cassia siamea/), kemiri (/Aleurites moluccana/), kapuk randu
(/Ceiba petandra/), jabon (/Anthocepallus cadamba/), mahoni (/Swietenia
macrophylla/), bambu (/Bambusa/), mimba (/Azadirachta indica/), cemara
pantai (/Casuarina equisetifolia/), dan kaliandra (/Calliandra
calothyrsus/).

Selain mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan,
Departemen Kehutanan berupaya keras melakukan penanaman pohon secara
besar-besaran dan mempertahankan keutuhan ekosistem hutan. Antara lain
dengan Program HTI, yang hingga 2009 telah menanam pohon pada kawasan
seluas 4,2 juta hektare dari target 5 juta hektare; Program Perluasan
dan Intensifikasi Hutan Rakyat hingga 2009 telah menanami 1,7 juta
hektare dari target 2 juta hektare; Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat
hingga 2015 dengan target 5,4 juta hektare; Hutan Desa hingga 2015
dengan target 2,1 juta hektare; dan Hutan Kemasyarakatan hingga 2015
dengan target 2,1 juta hektare.

Departemen Kehutanan juga telah berupaya menurunkan laju deforestasi dan
degradasi hutan dan lahan dari 2,83 juta hektare per tahun pada
1999-2000 menjadi 1,08 juta hektare per tahun pada 2000-2006, menurunkan
lahan yang terdegradasi atau kritis dari 59,3 juta hektare sebelum 2005
menjadi 30 juta hektare setelah 2005.

Tingkat pencurian kayu dan perdagangan kayu ilegal turun dari 9.600
kasus pada akhir 2004 menjadi 300 kasus pada akhir 2008. Tingkat
kebakaran lahan dan hutan, dengan jumlah /hotspot/ 121.622 titik pada
2006, turun menjadi 27.247 titik pada 2007, dan hingga 11 November 2008
terpantau 17.020 titik. Dibanding pada 2006 di provinsi rawan kebakaran,
pada 2007 terjadi penurunan /hotspot/ sebesar 78 persen dan pada 2008
terjadi penurunan /hotspot/ sebesar 86 persen.

Bayangkan, satu hektare saja lahan yang dipenuhi oleh pohon besar mampu
menyumbangkan banyak hal, di antaranya menghasilkan 0,6 ton oksigen per
hari (jumlah yang dibutuhkan oleh 1.500 orang per hari), menyerap 2,5
ton karbon dioksida per tahun, menyimpan 900 meter kubik air tanah per
tahun, mentransfer 4.000 liter air per hari, meredam kebisingan 25-80
persen, meredam angin 75-80 persen, dan menyerap gas emisi mobil.

Karena itu, keuntungan yang dapat diambil dalam meningkatkan pendapatan
negara sekaligus menjaga kelestarian lingkungan hidup adalah melalui
program perdagangan emisi karbon, atau yang lebih dikenal dengan
perdagangan karbon. Sebagaimana disetujui oleh Kyoto Protocol Clean
Development Mechanism (CDM) dan sebagian oleh Chicago Climate Exchange
(CCX), demi mengurangi gas buang karbon di dunia, negara maju memberikan
kompensasi bagi negara berkembang yang mampu menekan emisi gas
karbonnya. Hitungan rata-ratanya US$ 10 per ton karbon. Indonesia
berpeluang besar untuk terlibat dalam perdagangan karbon ini.

Semua upaya ini dilakukan karena Departemen Kehutanan sadar bahwa hutan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam keseimbangan lingkungan
global, sehingga keterikatannya dengan dunia internasional sangat
penting dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Apalagi jenis
hutan di Indonesia merupakan ekosistem terkaya di bumi serta berperan
penting dalam hidrologi regional, penyimpanan karbon, dan iklim global.

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/06/23/Opini/krn.20090623.168964.id.html
Share this article :

0 komentar: