BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Humor Itu Penting

Humor Itu Penting

Written By gusdurian on Senin, 29 Juni 2009 | 12.18

Humor Itu Penting



*Oleh: A. Jafar M. Sidik*

Jakarta (ANTARA News) - Dalam satu wawancara televisi beberapa tahun
lalu, Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid, ditanya humorolog Jaya
Suprana mengapa Presiden AS Bill Clinton tertawa lebar saat berbicara
empat mata dengannya.

Gus Dur, demikian Abdurrahman biasa dipanggil, menjawab, Clinton tertawa
karena mendengar cerita lucu tentang mantan Perdana Menteri Winston
Churchill dengan lawan politiknya, Clement Atlee, di kamar kecil di
Gedung Parlemen Inggris.

Melihat Atlee menyusulnya untuk sama-sama membuang hajat, Churchill yang
berbadan besar dan tiba lebih dulu di situ, berkata, "Sana ah, jangan
dekat-dekat! Anda kan sukanya yang besar-besar."

Semasa memimpin Inggris, Atlee telah menasionalisasi
perusahaan-perusahaan besar, diantaranya Bank of England yang kemudian
menjadi bank sentral Inggris.

Karena inilah Gus Dur menciptakan anekdot bahwa Clement Atlee menggemari
yang besar-besar.

Anda boleh menyebut Gus Dur /saru,/ namun harus diakui bahwa kyai
kharismatis ini lihai membangun komunikasi hangat dengan lawan bicaranya
lewat tawaran anekdot cerdas dan berwawasan.

Kini, humor dalam komunikasi tingkat tinggi tersembul dari dialog para
calon presiden --Jusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Megawati
Soekarnoputri-- dengan para pengusaha nasional, pekan lalu.

Ada yang spontan menyampaikannya karena humor sudah menjadi bagian dari
karakternya, dan ada yang terlihat berhumor karena rancangan.

Tak apalah, untuk sementara itu bisa diabaikan, yang penting, para
pemimpin telah berupaya membangun atmosfer diskusi yang segar dan
humanis sehingga debat tak lagi kaku, kelewat retorik atau terlampau
provokatif.

Tapi jangan mengira mereka sedang melawak, karena humor berbeda dari
lawakan. Mereka hanya berusaha membuat gagasannya mengenai kepemimpinan
dan pengelolaan negara yang benar, sampai dan dimengerti publik.

Mereka setidaknya telah menaburkan senyum pada negeri yang belakangan
ini disesaki prilaku sok serius dan amat sinis sehingga hidup
--khususnya politik-- hilang sentuhan kemanusiaannya dan kering dari
keceriaan, kebajikan, etika serta moral.

"Manusia telah menjadikan hidup terlampau serius sehingga hidup tak lagi
menawan menggemaskan," tulis Bambang Sugiharto, Guru Besar Filsafat,
ITB, dalam "Drunken Monster" karangan Pidi Baiq.

Mencair

Di banyak kebudayaan, humor mengenai banyak perkara hidup yang kerap
lebih serius dianalisis ketimbang ditangani, telah menjadi keharusan sosial.

Kultur politik Barat dan negara Asia seperti Korea Selatan, India dan
Jepang, acap melihat humor sebagai bagian intrinsik dari kepemimpinan,
bahkan militer AS menganggap humor inheren dengan kerja komando.

"Memiliki selera humor yang baik adalah karakter penting yang diperlukan
para pemimpin," bunyi pedoman teknis Angkatan Darat AS.

Para pemimpin sipil negara ini tidak kalah gemarnya berhumor, bahkan
saat mereka berbalas serang.

"Selera humor adalah bagian dari seni kepemimpinan untuk bisa bergaul
akrab dengan rakyat dan membuat semua urusan terselesaikan," kata Dwight
David Eisenhower, seorang presiden hebat dan jenderal besar pahlawan
Perang Dunia Kedua.

Presiden AS hebat lainnya, Abraham Lincoln, walau raut mukanya selalu
serius, adalah negawarawan yang dikenal gemar membanyol.

"Dengan suasana tegang yang menakutkanku siang dan malam, aku pasti
sudah mati kalau sehari saja tidak tertawa," kata Lincoln.

Humor juga diperlukan untuk mengkritik sosok pemimpin, seperti guyon
Barack Obama mengenai mantan wapres Dick Cheney yang konon gemar
menyulut perang, pada temu tahunan dengan wartawan Gedung Putih.

"Dick Cheney seharusnya hadir di sini tapi beliau sedang sibuk
menerbitkan memoar yang rencananya berjudul '/How to Shoot Friends and
Interrogate People/," kata Obama. Tentu saja memoar itu tak pernah ada
karena Obama sedang beranekdot.

Dalam situasi-situasi konflik, humor sering bisa mencairkan suasana dan
mengakhiri kebuntuan hubungan diantara para pemimpin.

Mendiang PM Indira Gandhi, pernah ditanya mengapa dia tak mau menemui
seterunya, Presiden Pakistan Yahya Khan. Gandhi menjawab, "Kita kan
tidak bisa bersalaman dengan tangan terkepal."

Khan yang kerap mengirim isyarat konfrontasi, memang acap menunjukkan
prilaku bermusuhan, namun seloroh Gandhi kemudian membantu menurunkan
emosi Pakistan sehingga pemimpin India dan Pakistan akhirnya bertemu
untuk merundingkan perdamaian.

Rileks

Berdasarkan sejarah di banyak negara dan kebudayaan, humor seringkali
bisa mengantarkan rekonsiliasi antar pemimpin, merekatkan kepaduan
sosial, terulasnya hal-hal tabu dan sulit terungkap, dan membuat konflik
bisa diredam sehingga tidak menghancurkan tatanan atau harmoni.

Humor bisa memfasilitasi keadaan-keadaan tersulit, mengendurkan stres,
menciptakan kesalingpengertian antar masyarakat mengenai banyak hal yang
dipandang berbeda, dan membuat komunikasi terus berjalan kendati
diselimuti konflik.

Itu karena, mengutip Dr. Ellen Weber dalam
/www.brainleadersandlearners.com/, humor membebaskan hormon endorphin
(morfin tubuh yang menciptakan sensasi dan rasa senang), menyehatkan,
mendorong suasana rileks, dan mengurai kimiawi otak sehingga pikiran
menjadi segar.

Penjabarannya begini, hormon endorphin masuk otak, lalu mengendurkan
emosi penstimulasi rasa sakit sehingga orang selalu bahagia meski
dihadapkan pada situasi sulit dan konflik.

Humor membuat oksigen terpompa ke otak sehingga pertukaran udara dalam
otak menjadi lebih lancar dan memungkinkan terurainya kimiawi otak
sehingga stres atau emosi merenggang dan akhirnya membuat pikiran
menjadi rileks. Jadi, humor itu positif dan manfaatnya pun banyak.

Sejumlah pakar, diantaranya profesor humor dari Universitas
Pennsylvania, Dr. John Morreall, bahkan menyebut selera humor berkaitan
dengan keprimaan berpikir, kreativitas, kecerdasan, stabilitas emosi dan
pandangan positif manusia tentang hal yang mengitarinya, termasuk
konflik dan stres.

Tidak heran, dengan semua pertalian seperti itu, selain inspiratif,
orang-orang berselera humor tinggi kerap mampu membangun komunikasi
konstruktif dan substantif sehingga mereka sering menjadi favorit bagi
yang lainnya. (*)

COPYRIGHT © 2009

http://antara.co.id/arc/2009/5/25/humor-itu-penting/
Share this article :

0 komentar: