BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Berkaca dari Yunus dan Grameen Bank

Berkaca dari Yunus dan Grameen Bank

Written By gusdurian on Jumat, 12 Juni 2009 | 13.54

Berkaca dari Yunus dan Grameen Bank
Oleh Ujang Iskandar ST MSi Kandidat Doktor Sosiologi UGM, Bupati
Kotawaringin Barat

KETIKA Muhammad Yunus dan Grameen Bank Bangladesh meraih Nobel
Perdamaian 2006, banyak orang terhenyak. Mengapa Nobel Perdamaian
diberikan kepada sosok dan institusi yang tidak terkait langsung dengan
seruan perdamaian di sebuah arena pertempuran? Mengapa sosok dan
institusi ekonomi yang ‘merebut’ penghargaan paling bergengsi tersebut?
Bukan Martti Ahtisaari yang berjasa meredakan konfl ik Aceh? K
Pertanyaan-pertanyaan itu amat wajar. Wajar karena inilah untuk pertama
kali sebuah usaha pemberantasan kemiskinan mendapatkan apresiasi tinggi.
Komite Nobel makin berpihak kepada upaya pencegahan perang yang paling
fundamental, yakni pemberantasan kemiskinan
“Ini penghargaan bagi kaum miskin!” seru Muhammad Yunus, 66, pendiri
Bank Grameen yang kini memiliki 2.226 cabang di 71.371 desa dan mampu
menyalurkan kredit puluhan juta dolar AS per bulan kepada 6,6 juta warga
miskin di Dhaka, Bangladesh
Ide dasar yang dikembangkan oleh M Yunus melalui Grameen Bank sebetulnya
tidak jauh dari konsep ekonomi kerakyatan yang sejak sebelum Indonesia
merdeka sudah dikumandangkan founding fathers kita, Bung Hatta dan Bung
Karno. Hal pokok dari ekonomi kerakyatan ialah terwujudnya keadilan dan
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Ekonomi kerakyatan mengharamkan
penghisapan yang kuat dan kuasa dalam modal terhadap mereka yang lemah
Sayangnya, bangsa ini tak kunjung juga mampu mempraktikkan konsep besar
tersebut

Krisis global Sebagaimana kita ketahui, kini, ekonomi dunia sedang
terpukul. Resesi merambah ke manamana
Krisis fi nansial global yang dipicu oleh bangkrutnya sejumlah raksasa
keuangan Amerika Serikat (AS), benar-benar telah membawa efek domino
yang luar biasa bagi negara-negara di kawasan emerging market, termasuk
Indonesia
Sejumlah negara maju yang selama ini menjadi tujuan ekspor bagi
Indonesia, terutama Amerika Serikat dan Jepang, jatuh dalam kubangan
resesi ekonomi
Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti tinggal menghitung hari,
khususnya industri berbasis ekspor. Celakanya, salah satu tujuan ekspor
industri utama Indonesia memang Amerika Serikat (AS). Pada
Januari-Agustus 2008, pasar AS menyerap US$8,5 miliar, sekitar 11,58%
dari total nilai ekspor nonmigas Indonesia yang mencapai US$73,54 miliar
Krisis memang telah memukul sendi-sendi kehidupan masyarakat. Yang
paling terkena dampaknya, tentu saja masyarakat miskin yang sejauh ini
tidak memiliki akses yang memadai, baik dari segi pendidikan, kesehatan,
apalagi akses ekonomi
Beruntung kita masih memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
yang telah terbukti tahan terhadap terpaan krisis. Mereka mampu survive
karena tidak memiliki utang luar negeri, tidak banyak utang ke perbankan
karena mereka dianggap unbankable, serta menggunakan bahan baku lokal
dan berorientasi ekspor. Jumlah mereka dan kontribusi mereka terhadap
perekonomian nasional tidak bisa diremehkan. Jumlah UMKM pada 2007
mencapai 49,8 juta unit tersebar di seluruh Tanah Air. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) pada 2008 menunjukkan sektor UMKM dapat menyerap tenaga
kerja sebesar 91 juta orang (97,3%) dan mampu menyumbang produk domestik
bruto (PDB) Rp2.121,31 triliun
(53,6%). Sumbangan UMKM terhadap ekspor Indonesia juga tidak bisa
diragukan. Pada 2007 sumbangan ekspor UMKM mencapai Rp142,8 triliun
(20,02%) dengan total nilai investasi UMKM Rp462 triliun (47%)
Selain itu, UMKM tidak terlalu banyak berinteraksi dengan kelas premium,
kalangan yang memang cukup terpukul dengan adanya krisis fi nansial
global. Di Indonesia, mereka yang bermain di lantai bursa dan kemudian
menelan lost memang terbilang sedikit dan eksklusif. Mereka tak masuk
target pasar entrepreneur kelas mikro
UMKM juga lebih banyak bergerak di sektor kebutuhan primer sehingga
tidak terlalu sensitif dengan daya beli masyarakat
Organisasi bisnis UMKM yang lebih sederhana dan fl eksibel membuat
mereka bisa lebih mendekatkan diri dengan pasar. Lentur memainkan harga
dan varian produk membuat adaptasi mereka terhadap pasar sangat cepat.
Tidak mengherankan, kendati daya beli masyarakat di ‘Negeri Paman Sam’
dan negara-negara pasar ekspor utama sedang muram, nyatanya anggota
sebuah UMKM di Bali yang mengekspor kerajinan tangan justru menambah
sewa kontainernya bulan ini
Perlunya pemihakan Melihat begitu besarnya kontribusi UMKM terhadap
gerak perekonomian nasional dan daya tahan mereka terhadap guncangan
krisis, sudah sewajarnya bila kebijakan perekonomian kita diarahkan pada
pemihakan yang lebih terhadap UMKM. Sebab, selama ini, meski
berkontribusi besar terhadap perekonomian kita, perhatian terhadap UMKM
tidak sebanding dengan kontribusi yang mereka berikan
Akses industri kecil terhadap lembaga kredit formal sangat rendah dan
masih terhambat, sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan
usaha dari modal sendiri atau sumber lain, seperti keluarga, kerabat,
pedagang
perantara, bahkan rentenir
Dalam konteks inilah, langkah keras pemihakan terhadap UMKM harus
dilakukan. Program-program pemberdayaan mesti mendapat prioritas, jika
kita ingin krisis fi nansial global ini tidak merembet begitu parah.
Dari segi kebijakan, perbaikan iklim bisnis, fasilitasi pemasaran
domestik dan luar negeri, serta penyediaan peluang pasar mutlak
dilakukan. Dukungan permodalan, bantuan teknologi mesin dan alat, serta
peningkatan kemampuan sumber daya manusia di UMKM juga terus-menerus
digalakkan
Menyadari hal itu, maka saya selaku orang yang mendapatkan amanah
memimpin Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, mencoba untuk
sedikit berbagi sistem pemberdayaan usaha mikro dan pemberdayaan
masyarakat yang tidak memiliki akses yang memadai tadi
Saya mencoba mengenalkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk mendekatkan
pelaku usaha mikro dan kecil kepada akses modal dan membebaskan mereka
dari jerat bunga rentenir yang mencekik. Mereka ini adalah lapisan
terbesar dari sekitar 204 ribu warga Kotawaringin Barat
Mereka selama ini hidup dalam kepapaan yang terus-menerus. Karena itu,
melalui BPR ini, mata rantai kemiskinan yang menjerat mereka diharapkan
bisa diputus. Efek domino yang muncul, keluarga mereka akan terangkat
tingkat kesejahteraannya sehingga pada gilirannya memiliki korelasi
positif bagi perkembangan wilayah Kotawaringin Barat
Harus diakui bahwa cukup banyak upaya pembinaan dan pemberdayaan UMKM.
Hanya saja upaya pembinaan UMKM selama ini sering tumpang tindih dan
dilakukan sendiri-sendiri
Karena itu, program yang bersifat terencana, terkoordinasi antarlini,
terpadu, berbasis akar rumput harus menjadi pilihan, dan itulah yang
sedang kami upayakan secara keras

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/06/12/ArticleHtmls/12_06_2009_028_003.shtml?Mode=0
Share this article :

0 komentar: