BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » "Argumentum ad Populum"

"Argumentum ad Populum"

Written By gusdurian on Sabtu, 13 Juni 2009 | 14.04

"Argumentum ad Populum"


*Ignas Kleden*

Menghadapi kampanye calon presiden dan calon wakil presiden sekarang
ini, kita bertanya: apa gerangan yang hendak dicapai masing-masing tim
sukses untuk tokoh yang mereka jagokan?

Jawabannya, agar tokoh yang dipromosikan dalam setiap kampanye berkenan
di hati rakyat. Setelah itu, perkenanan rakyat akan dinyatakan melalui
suara yang diberikan kepada tokoh bersangkutan dalam pemilihan umum
nanti. Dengan kata lain, yang menjadi kecemasan tim sukses adalah kalau
tokohnya tidak berkenan.

Akan tetapi, di situlah soalnya, apakah kita memerlukan pemimpin yang
berkenan dan menghindari yang tidak berkenan, ataukah kita memerlukan
pemimpin yang sanggup bertindak benar dan menghindari pemimpin yang
bertindak tidak benar? Mungkin para pemilih dan pemberi suara perlu
berpikir ulang tentang siapa yang hendak mereka dapatkan sebagai pemimpin.

Sebagai perbandingan, coba bayangkan, Anda datang ke sebuah hotel,
resepsionis menerima dengan senyum yang ramah dan murah meriah, tetapi
ketika Anda memerlukan sesuatu, urusannya amat lambat dan bertele-tele
dan Anda tidak mendapat pelayanan yang Anda perlukan. Sebaliknya, ada
pula hotel dengan resepsionis yang serba lugas dan tampang sedikit
galak, tetapi melayani semua permintaan Anda dengan cepat dan memuaskan.

Anda harus berpikir, ke hotel manakah sebaiknya Anda pergi untuk
menginap: ke tempat yang ramah dan kelihatan menyenangkan, tetapi dengan
pelayanan tidak efektif atau ke hotel lain dengan suasana yang serba
lugas, tetapi di sana keperluan Anda dilayani segera.

Hal yang lebih kurang mirip akan Anda hadapi dalam pemilihan presiden
dan wakil presiden yang akan menjadi pemimpin nasional Indonesia selama
lima tahun mendatang. Jelas, tiap tim sukses akan mereka-reka dan
menciptakan tampilan setiap tokoh mereka semenarik mungkin, entah dengan
foto yang memikat, janji yang melambung, atau dengan acara-acara hiburan
berupa nyanyian dan tarian, pantun, sajak, atau entertainment lain.

Anda jatuh hati dan mulai berpikir untuk memberikan suara kepada tokoh
bersangkutan karena dia berkenan dan menarik hati Anda. Namun, sebelum
terlambat, pikirkan sejenak, jangan-jangan tokoh simpatik ini tidak bisa
memenuhi kebutuhan dan harapan Anda jika sudah memerintah. Karena itu,
daripada terlena mendengar kata-kata yang menarik dan terpukau oleh
tampilan yang memesona, cobalah Anda selidiki apakah tokoh bersangkutan
mengajukan program politiknya yang bisa dipegang. Anda harus bertanya
apakah tokoh bersangkutan sanggup dan mau melakukan suatu program
politik yang konkret untuk mewujudkan apa yang Anda impikan sebagai
terwujudnya perbaikan nasib Anda sebagai warga negara.

*Komitmen pemimpin*

Seorang pemimpin nasional, yaitu dia yang memegang tanggung jawab
tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, semestinya
seseorang yang mengetahui dengan jelas apa yang akan dilakukannya,
mempunyai komitmen untuk melaksanakan apa yang diketahuinya, dan berani
menanggung risiko dari keputusan dan tindakan politiknya. Kita tidak
memilih pemimpin karena hati kita terharu dan perasaan kita terpesona,
tetapi karena ada keyakinan yang cukup berdasar bahwa pemimpin yang
dipilih akan memperbaiki nasib dan perikehidupan rakyatnya karena dia
mempunyai pengetahuan, kesanggupan, dan kemauan untuk melaksanakannya.

Dalam pengantar filsafat, dibedakan beberapa jenis logika. Kalau Anda
bertanya kepada seorang anggota DPR tentang apa yang disumbangkannya
kepada perbaikan nasib rakyat yang konon diwakilinya, dan Anda mendapat
serangan balik terhadap diri Anda, maka anggota DPR kita melakukan suatu
argumentum ad hominem (misalnya dengan mengatakan ”saudara mengerti apa
tentang urusan DPR, ini soal yang penuh komplikasi yang tidak saudara
pahami”). Sebaliknya, kalau dia tidak menjawab pertanyaan Anda secara
langsung, tetapi menceritakan kehebatan riwayat dirinya dan menonjolkan
pribadinya, maka di sana dia melakukan suatu argumentum ad populum
(misalnya dengan mengatakan bahwa dia sudah mengalami tiga masa kerja di
DPR dan semua orang juga tahu siapa dirinya).

Seseorang bisa menyerang lawan bicaranya secara pribadi atau dapat pula
berusaha menarik hatinya secara pribadi. Akan tetapi, dengan itu kita
belum mengetahui apa yang dilakukannya sebagai wakil rakyat untuk para
konstituennya. Pada titik itu dia tidak memberikan argumentum ad rem,
yaitu jawaban atau keterangan tentang hal yang ditanyakan.

*Menyimak tokoh*

Dalam masa kampanye sekarang ini, rakyat pemilih sebaiknya menyimak
apakah tokoh-tokoh yang mencalonkan dirinya sanggup dan bersedia
memberikan jawaban mengenai soal-soal penting yang ditanyakan (yaitu
memberikan argumentum ad rem), atau hanya menyerang pesaingnya secara
pribadi dan juga menyerang pihak yang meragukan kemampuannya (yaitu
melakukan argumentum ad hominem), atau juga hanya berusaha menarik
simpati publik kepada dirinya dengan membuat pendengarnya kagum dan
terpesona, tanpa menjawab berbagai soal yang ditanyakan mengenai
tugas-tugasnya sebagai seorang pemimpin nasional tertinggi (yaitu hanya
memberikan argumentum ad populum).

Pada titik ini para pemilih sebaiknya diingatkan bahwa suara yang mereka
berikan kepada seorang calon pemimpin nasional bakal menentukan keadaan
negara dan bangsa ini untuk masa lima tahun ke depan. Juga bahwa suara
yang diberikan akan menentukan juga nasib mereka sendiri sebagai warga
negara, apakah hak-hak mereka dipenuhi, perlindungan terhadap mereka
dijamin, serta kebutuhan dan harapan mereka bakal dipenuhi.

Choose the right path, not the easy path (pilihlah jalan yang benar,
bukan jalan yang gampang), kata Presiden Obama dalam pidatonya di Kairo
pada 4 Juni 2009. Kita juga sebaiknya memilih pemimpin yang benar dan
bukan sekadar pemimpin yang berkenan di hati.

/*Ignas Kleden* Sosiolog; Ketua Komunitas Indonesia untuk Demokrasi

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/09/04453785/argumentum.ad.populum
Share this article :

0 komentar: