Agus Condro Prayitno:
Saya Hanya Eksekutor
NYANYIAN tentang cek yang didendangkan Agus Condro Prayitno setahun
silam akhirnya membuahkan hasil. Pekan lalu, Komisi Pemberantasan
Korupsi menetapkan empat tersangka yang diduga menerima suap terkait
dengan terpilihnya Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia pada 2004.
Agus sendiri kini lebih banyak berdiam di Batang, Jawa Tengah. Setelah
tersingkir dari PDI Perjuangan, pria 48 tahun itu memilih pulang
kampung. Di kampungnya, Kedungrejo, Batang, ia, seperti saat sebelum
menjadi anggota Dewan, kerap menggelar diskusi dengan sejumlah aktivis
LSM dan tokoh politik setempat. Pekan lalu, wartawan Tempo Edi Faisol
mewawancarai Agus dalam dua kesempatan di rumahnya. Petikannya.
*Apa alasan Anda melaporkan penerimaan uang itu ke Komisi Pemberantasan
Korupsi?*
Sejak awal saya sudah kemrungsung (resah) menerima duit itu.
Lebihlebih pada saat KPK mengusut kasus Gubernur Aceh Abdullah Puteh
pada 2006, dalam kasus pembelian helikopter. Saya terpikir terus....
*Apakah Anda tidak takut dimusuhi kawankawan karena melaporkan soal itu?*
Sejak awal berencana mengembalikan uang itu, saya sudah bicara
kepada sejumlah kawan di DPR. Semua menyarankan saya
mengurungkannya. Menurut mereka, bisa menimbulkan persoalan hukum.
Bahkan pimpinan partai tahu, dan saya dipanggil Pramono Anung. Tapi
saya sengaja tak datang.
*Anda bilang empat anggota DPR yang ditetapkan sebagai tersangka itu
hanya aktor lapangan. Siapa aktor intelektualnya?*
Para penentu itu. Cahyo Kumolo, Ketua Fraksi dan Sekretaris Fraksi,
Panda Nababan. Juga, saat itu yang paling berperan dalam kebijakan
Partai adalah Sucipto, Wakil Sekretaris Pramono Anung, dan Gunawan
Wiro Suryo. Mereka ini biasa disebut The Gank of Three. Tapi, dari
ketiganya itu, saya melihat yang paling berperan Pramono Anung,
karena Sucipto sibuk sebagai Wakil MPR. Saya dan anggota lain hanya
sebagai eksekutor.
*Dari mana Anda yakin uang itu dari Miranda*
Ini ada buktinya. (Agus lantas memperdengarkan rekaman suara
seseorang dalam telepon selulernya yang mengaku menerima uang dari
seorang bernama Billy. Menurut Agus, itu suara temannya, sesama
anggota DPR.)
*Dari DPR, apakah saat itu ada tim lobi yang mendekati Miranda untuk
membicarakan soal uang itu?*
Miranda itu sudah menjadi keinginan Presiden (Megawati). Kalau ada
tim Miranda yang datang, saya kurang tahu....
*Bagaimana ceritanya Anda menerima duit Rp 500 juta itu?*
Beberapa minggu sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, kami
dikumpulkan di ruang poksi (kelompok fraksi) Komisi IX (Komisi
Keuangan) di lantai delapan. Dikumpulkan oleh Cahyo Kumolo dan Panda
Nababan. Mereka memberikan pengarahan untuk memilih Miranda.
Alasannya sih rasional, karena dua kandidat lain memang kalah
pengalaman dengan Miranda. Cahyo ngomong, Miranda bisa memberikan
uang Rp 300 juta. Kalau minta Rp 500 juta juga bisa.
Setelah itu, dua atau tiga hari kemudian, kalau nggak salah,
dilanjutkan pertemuan di Hotel Dharmawangsa, yang langsung dipimpin
oleh Panda. Bahkan ia (Panda) cipikacipiki (cium pipi kanankiri)
segala dengan Miranda. Uang turun satu hari setelah berlangsungnya
fit and proper test yang dilanjutkan dengan pemilihan. Saat itu saya
disuruh ke lantai 10. Di sana sudah ada Dudhie Makmun Murod dan Emir
Moeis.
*Sebelumnya, apa isi pembicaraan dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa
antara PDIP dan Miranda yang Anda sebut itu?*
Intinya, Panda meyakinkan kepada anggota poksi dan Miranda bahwa
mereka akan berhasil mengegolkan Miranda.
*Pemberinya mengatakan apa ketika membagikan uang itu?*
Dudhie bilang cek saja. Ternyata isinya sama dan langsung bubar.
Cuma singkat, tak ada sepuluh menit. Fakta yang disampaikan Dudhie
ke KPK tak jauh beda dengan yang saya katakan. Ia malah lebih ngerti
siapa pemberi uang. Dudhie salah satu tokoh kunci.
*Uang itu lalu Anda pakai untuk apa?*
Perasaan saya waktu itu campur aduk. Bingung, waswas, juga senang.
Langsung saya belikan Mercedes bekas seharga Rp 170 juta. Ini untuk
kewibawaan sopir saya supaya juga biar ikut merasakan uang itu. Juga
saya belikan Hyundai Trajet seharga Rp 130 juta setelah saya jual
mobil Soluna saya. Lainnya untuk membantu anggota LSM bisnis cabai.
Namun gagal. Sebanyak Rp 100 juta dipinjam teman, yang lalu
dikembalikan secara diangsur.
*Apa ada orang di PDIP yang mengancan Anda karena Anda melaporkan ke KPK?*
Tidak ada. Kultur di PDI Perjuangan, kalau ada yang kena masalah,
yang lainnya tak berani mendekat. Takut jabatannya hilang.
*Kenapa Anda tidak menggugat PDI Perjuangan yang memecat Anda?*
Tidak, nanti disangka ingin mempertahankan jabatan. Lha, PDI
Perjuangan sekarang sedang anjlok perolehan suaranya. Bagaimana
pandangan orang nanti kalau saya kemudian menggugat?
*Dari Hotel Terbitlah Cek*
*3 Juni 2004*
Kelompok Fraksi (Poksi) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bertemu
dengan Miranda S. Goeltom di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan,
membicarakan dukungan poksi itu kepada Miranda.
*8 Juni 2004 *
Miranda Goeltom terpilih dalam uji kelayakan dan kepatutan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
*Juni 2004 *
Agus Condro, mantan politikus PDI Perjuangan, menerima 10 lembar
traveler’s cheque senilai Rp 500 juta dari Dudhie Makmun Murod di ruang
Poksi PDI Perjuangan.
Berliku Jalan Suap
KASUS suap anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat
dalam bentuk cek pelawat terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia memasuki babak penting. Kini satu per satu penikmat cek
itu menjadi tersangka. Modus suapnya berliku.
*4 Juli 2008*
Agus Condro membeberkan pernah menerima cek pelawat terkait dengan
pencalonan Miranda S. Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia.
*2 September 2008*
Agus Condro menyerahkan fotokopi kuitansi pembelian mobil dan buku
tabungan, dari upeti Rp 500 juta, ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
*5 September 2008*
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan transaksi
400 cek pelawat yang dibagikan pendukung Miranda kepada Komisi Perbankan
Dewan.
*24 September 2008 *
KPK memeriksa Max Moein, mantan anggota Dewan, terkait dengan
mengalirnya 400 cek pelawat.
*26 September 2008*
KPK memeriksa mantan Ketua Panitia Anggaran Dewan, Emir Moeis, terkait
dengan pencairan cek pelawat.
*6 Oktober 2008 *
Ketua KPK Antasari Azhar menyatakan data Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan tidak dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan.
*26 November 2008*
Antasari Azhar menyatakan kasus suap Agus Condro sulit dibuktikan,
karena kasusnya terjadi lima tahun lalu.
*20 Maret 2009 *
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengirim somasi ke KPK atas
dugaan penghentian kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia.
*7 April 2009*
MAKI mempraperadilankan KPK karena komisi ini dianggap menghentikan
laporan Agus Condro. Gugatan ditolak karena KPK masih melakukan
penyelidikan kasus itu.
*5 Mei 2009 *
KPK mulai mengkaji kasus lama yang tertunda, termasuk kasus Agus
Condro, setelah ditangkapnya Ketua KPK Antasari Azhar.
*8 Mei 2009 *
Dewan ingin KPK tidak mengambil putusan strategis pascapenangkapan
Antasari Azhar. Keinginan itu menuai protes.
*8 Juni 2009 *
KPK menetapkan empat mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan
Dewan sebagai tersangka dalam dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia Miranda Gultom.
*Jejak Cek Pelawat *
# Cek dibeli PT First Mujur Plantation and Industry melalui rekening di PT
BAG (Bank Artha Graha) dari Bank Internasional Indonesia.
# Cek dibawa Nunun Nurbaeti, diserahkan kepada seseorang berinisial AMY.
# AMY menyerahkan cek itu kepada empat anggota Dewan mewakili kelompok
partai mereka: Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Udju Djuhaeri (Fraksi
TNI/Polri), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDIP), dan Endin A.J. Soefihara
(Fraksi PPP).
# Dari Dudhie Murod, cek diduga mengalir ke anggota Komisi Keuangan dan
Perbankan dari PDIP (antara lain Agus Condro Prayitno, Budiningsih,
Muhammad Iqbal, Matheus Formes, William Tutuarima, Suwarno, Suratal, dan
Ni Luh Mariani Kertasari).
*Mereka Tersangka*
*Hamka Yandhu *
# Fraksi Golkar
*Udju Djuhaeri *
# Fraksi TNI/Polri
*Dudhie Makmun Murod *
# Fraksi PDIP
*Endin A.J. Soefihara *
# Fraksi PPP
*Diperiksa*
# Agus Condro
# Emir Moeis
# Max Moein
# William Tutuarima
# Budiningsih
# Martin Griya Sera
# Nunun Nurbaeti
*Masuk Daftar Cekal*
# *Andy Kasih,* Direktur Utama PT Bank Artha Graha Internasional Tbk.
# *Hidayat Lukman,* Direktur Utama PT First Mujur Plantation and Industry
# *Budi Santoso,* Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry
*Mereka Memilih Miranda *
Komposisi Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat
Periode 1999-2004
# 17 Fraksi PDI Perjuangan
# 15 Fraksi Partai Golkar
# 7 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
# 5 Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
# 5 Fraksi Reformasi
# 4 Fraksi TNI/Polri
# 1 Fraksi Daulat Ummat
# 1 Fraksi Bulan Bintang
# 1 Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia
# 56 orang total anggota
Jumlah cek pelawat: 480 lembar
Nilai total: Rp 24 miliar (Rp 50 juta/lembar)
Cek dibagikan kepada: 41 orang dari 54 anggota yang hadir Dua anggota,
Mohammad S. Hidayat (Fraksi Partai Golkar) dan Rizal Djalil (Fraksi
Reformasi), tidak hadir.
102 orang mencairkan cek itu atas nama 10 anggota Dewan mencairkan
sendiri cek itu.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/06/15/LU/mbm.20090615.LU130604.id.html
Agus Condro Prayitno: Saya Hanya Eksekutor
Written By gusdurian on Senin, 15 Juni 2009 | 14.39
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar