Pendidikan Gratis dan Nasib Sekolah Swasta
Oleh Biyanto
Kampanye pendidikan gratis melalui slogan ''sekolah harus bisa'' yang
dicanangkan pemerintah benar-benar menyisakan persoalan serius bagi
sekolah swasta. Sebab, sekolah swasta banyak mengandalkan donasi
pendidikan dari masyarakat, termasuk wali siswa. Tegasnya, pertumbuhan
dan perkembangan pendidikan swasta selama ini sangat bergantung pada
komitmen kelompok-kelompok di masyarakat yang menjadi stakeholder sekolah.
Sejarah perkembangan sekolah swasta juga selalu tumbuh dari masyarakat.
Bahkan, tidak sedikit sekolah swasta yang kini menjelma menjadi besar
dan mapan berasal dari wakaf seseorang yang kemudian dikelola dan
dikembangkan dengan baik oleh pengurusnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa eksistensi sekolah swasta sesungguhnya lebih banyak
ditentukan oleh militansi perjuangan guru, kepala sekolah, serta para
pengurusnya.
Perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi bagian
dari bidang yang dapat dikelola secara profit. Fenomena itu dapat
diamati melalui beberapa sekolah swasta yang tumbuh dan berkembang
dengan dimodali sekelompok orang kaya yang bergabung dalam suatu yayasan
pendidikan.
Segala kebutuhan operasional pendidikan sekolah itu ditanggung yayasan.
Sebagai timbal balik, yayasan mewajibkan siswa membayar donasi
pendidikan yang telah ditentukan. Bahkan, tidak sedikit sekolah swasta
tersebut berhasil menjadi lembaga pendidikan berkategori besar dan mapan.
Sekolah berkategori itu kemudian berani menentukan biaya pendidikan
dalam jumlah sangat tinggi. Yang dijual sekolah swasta berkategori itu
adalah layanan akademik dan nonakademik yang memuaskan. Bahkan, dapat
dikatakan layanan yang diberikan telah melebihi standar yang ditentukan
pemerintah.
Bagi sekolah swasta berkategori besar dan mapan, kampanye pendidikan
gratis barangkali tidak banyak berpengaruh. Sebab, sekolah berkategori
itu biasanya telah memiliki pelanggan tersendiri. Mayoritas pelanggan
sekolah tersebut adalah kelompok menengah ke atas.
Persoalan donasi pendidikan bagi stakeholder sekolah swasta berkategori
besar dan mapan tentu tidak lagi menjadi masalah. Bahkan, sebagian besar
stakeholder sekolah itu meyakini bahwa lembaga pendidikan yang
berkualitas memang seharusnya dijual dengan harga mahal. Sebaliknya,
lembaga pendidikan yang dijual murah biasanya berkualitas rendah.
Karena itu, mereka tidak pernah mempersoalkan mahalnya biaya pendidikan.
Sebab, bagi mereka, yang penting adalah kepuasan siswa dan orang tua
karena mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas.
Tapi, rasanya masih sangat sedikit sekolah swasta yang berkategori besar
dan mapan. Kebanyakan sekolah swasta yang ada saat ini berkategori
menengah ke bawah. Bahkan, bisa dikatakan mayoritas sekolah swasta
berkategori kecil dengan fasilitas seadanya. Biasanya, donasi pendidikan
sekolah bertipe itu bersumber dari masyarakat dan pemerintah.
Dana dari masyarakat dihimpun melalui tarikan dalam bentuk SPP, dana
pembangunan, sumbangan kegiatan pembelajaran intra dan ekstra kurikuler,
serta donatur stakeholder. Sedangkan dana bantuan pemerintah diterima
dalam bentuk bantuan operasional sekolah (BOS) dan beberapa block grant
untuk pengembangan sarana-prasarana.
Akibat adanya kampanye pendidikan gratis, mayoritas sekolah swasta
berkategori kecil harus membebaskan siswa dari segala bentuk tarikan.
Hal tersebut dilakukan karena pemerintah menganggap telah banyak
memberikan bantuan operasional pendidikan, termasuk kepada seluruh
sekolah swasta.
Yang menjadi persoalan sekolah swasta berkategori kecil adalah jika
bantuan pemerintah tidak diterima secara rutin. BOS memang diberikan
setiap bulan berdasar jumlah siswa. Tapi, berdasar pengalaman beberapa
sekolah, BOS tidak pasti keluar setiap bulan. Bahkan, terkadang
pencairan dana BOS mengikuti jadwal pemerintah dalam pencairan anggaran
dalam setiap tahun.
BOS juga menghadirkan persoalan bagi sekolah swasta yang memiliki jumlah
rombongan belajar kecil. Jika mengandalkan BOS, tentu tidak mencukupi
kebutuhan menggaji tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Belum lagi
dana operasional sekolah yang secara berkala harus dikeluarkan. Fakta
itu jelas menunjukkan problem riil yang dihadapi sekolah swasta ketika
berhadapan dengan kampanye pendidikan gratis.
Tantangan terbesar yang segera dihadapi sekolah swasta berkaitan dengan
kampanye pendidikan gratis adalah musim pendaftaran siswa baru (PSB)
yang kini sedang dilaksanakan. Saat PSB ini, sekolah swasta harus
bersaing memperebutkan siswa baru dengan sekolah pemerintah dan sekolah
swasta lain. Sekolah pemerintah dengan daya tarik SPP gratis, buku
pelajaran gratis, dan seragam sekolah gratis akan tetap menjadi
primadona bagi masyarakat.
Dengan posisi seperti ini, sekolah pemerintah akan berada di atas angin.
Bahkan, sekolah pemerintah bisa dengan mudah memperoleh siswa baru yang
berkualitas melalui sistem seleksi yang sangat ketat. Sedangkan sekolah
swasta harus mau menerima kenyataan mendapatkan siswa baru dengan
kualitas seadanya.
Bagi sekolah swasta, memperoleh siswa baru sesuai kuota yang ditetapkan
tentu harus disyukuri. Sebab, ada banyak sekolah swasta yang harus
menerima kenyataan tidak memperoleh jumlah siswa sebagaimana yang
diharapkan.
Bagi sekolah swasta, jumlah siswa akan sangat menentukan besaran dana
operasional yang dapat dihimpun. Jika jumlah siswa berlebih, dipastikan
pemasukan dana akan cukup untuk membiayai operasional pendidikan.
Bahkan, sebagian dana bisa dimanfaatkan untuk berinvestasi guna
mengembangkan sekolah. Tapi, jika jumlah siswa berkurang, pengurus harus
berusaha mencari kekurangan dana.
Kondisi terakhir itulah yang dialami mayoritas sekolah swasta
berkategori menengah ke bawah. Fakta tersebut telah menyebabkan banyak
sekolah swasta mempertaruhkan eksistensinya saat musim PSB tiba.
Berkaitan dengan kampanye pendidikan gratis, yang perlu dilakukan
sekolah pemerintah adalah berempati pada sekolah swasta ketika melakukan
PSB. Sekolah pemerintah dengan fasilitas sekolah gratis harus bisa
menahan diri untuk tidak terlalu bernafsu memperoleh siswa sebanyak
mungkin. Yang perlu dilakukan adalah menerima siswa sesuai fasilitas
yang tersedia. Calon siswa yang tidak diterima di sekolah pemerintah
bisa memilih sekolah swasta sesuai yang dikehendaki.
Sikap berempati ini perlu dikembangkan. Sebab, tidak mungkin fasilitas
sekolah pemerintah mampu menampung seluruh siswa. Di sinilah fungsi
sekolah swasta sebagai partner sekolah pemerintah bisa bersinergi
melakukan tugas mulia yang diamanahkan konstitusi, yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Lebih dari itu, yang juga perlu dilakukan pemerintah adalah
mendistribusikan anggaran 20 persen pendidikan secara lebih proporsional
dan berkeadilan bagi sekolah pemerintah dan sekolah swasta. Jika sikap
berempati itu tidak dijalankan, berarti pemerintah telah membunuh kiprah
sekolah wasta. *(*)*
/*). Biyanto, dosen IAIN Sunan Ampel dan sekretaris Majelis Dikdasmen
PWM Jatim/
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=70704
Pendidikan Gratis dan Nasib Sekolah Swasta
Written By gusdurian on Sabtu, 23 Mei 2009 | 10.22
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar