Pembesar Sibuk Pilpres, Kita Terus Bekerja
*SELALU* ada kekhawatiran ketika musim pilpres seperti saat ini. Karena
presiden dan wakil presiden mencapreskan diri, dicemaskan ada penurunan
kinerja pemerintah. Apalagi para menteri juga terbelah untuk mendukung
capres masing-masing, baik sesuai garis koalisi partai maupun garis
kesetiaan. Koran ini kemarin memberitakan 19 menteri pro-SBY, tiga ke
Jusuf Kalla.
Memang sangat terasa, SBY dan JK sudah sibuk dengan dirinya sendiri.
Setelah deklarasi capres-cawapres, mereka memang terus melakukan
kunjungan atau meninjau proyek. Tapi, nuansanya tidak sedang bekerja
sebagai pemerintah, tetapi sudah bernuansa kampanye, yakni meningkatkan
citra diri di hadapan publik.
Jusuf Kalla, misalnya. Untuk merealisasikan slogan Lebih Cepat Lebih
Baik, JK sudah pergi ke mana-mana bersama cawapresnya, Wiranto. Tentu,
dengan fasilitas lengkap protokoler Wapres. Padahal, sebagai pejabat
publik, seharusnya JK tetap menjalankan fungsi sebagai Wapres dan nanti
baru bisa bergandengan tangan dengan Wiranto setelah musim kampanye
resmi tiba.
Deklarasi SBY-Boediono juga sudah menunjukkan adanya kerancuan peran
sebagai pejabat publik. Pada saat deklarasi sebagai cawapres, Boediono
belum mundur dari posisi gubernur BI. Selain itu, penyampai pidato
puja-puji kepada SBY-Boediono di panggung deklarasi adalah Gubernur
Sumbar Gamawan Fauzi.
Memang, gubernur adalah jabatan politis dan boleh memberikan dukungan
politis kepada capres-cawapres. Tapi, karena sudah memberi contoh, kelak
SBY tak boleh komplain ketika ada gubernur, bupati, atau wali kota
dikumpulkan oleh induk partainya untuk suatu arahan politis. Apakah ini
tak merusak fatsun politik?
Tapi, kita mau apa? Apakah para pembesar itu masih mau mengingat dengan
ketat aturan main dan etika dalam berpolitik? Apalagi sekarang mereka
menguber waktu agar meningkatkan popularitasnya. Pemilihan presiden dan
wakil presiden Juli mendatang memang sudah sangat dekat.
Kalau memang suasana dalam pemerintahan puncak sudah sibuk dengan
dirinya sendiri, kita tetap harus bekerja seperti biasa. Kita tetap
harus yakin bahwa inisiatif dan kreativitas kita tetap harus berjalan
dalam suasana apa pun. Tak akan ada habisnya membicarakan politik.
Setelah pemilu pusat, nanti ada pemilu daerah. Begitu seterusnya.
Sebagai partisipan, kita harus selalu kritis dan santai memandang hajat
politik yang tak berkesudahan itu. Karena itu, agar tak terlena, koran
ini pernah memopulerkan kredo: Kerja! Kerja! Kerja!
Ada catatan ekonom Faisal Basri yang menarik, yang dimuat di blog-nya
dan dimuat di koran bisnis. Pemilu lima tahun lalu, Wapres (Hamzah Haz,
Red) berduet dengan seorang menteri (Agum Gumelar) menantang atasannya
(Megawati Soekarnoputri). Dua menteri (SBY dan Jusuf Kalla) juga ikut
pilpres. Sejumlah menteri pun sibuk berkampanye untuk partai mereka
masing-masing dan merapat ke capres-cawapres yang berbeda-beda pula.
Namun, kata ekonom yang integritasnya terpuji itu, perekonomian ternyata
malah membaik. Pertumbuhan 2004 bahkan lebih tinggi daripada 2003.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV (Oktober-Desember) /2004 tercatat
yang tertinggi sejak krisis hingga sekarang, yakni 6,65 persen. Sejumlah
indikator makroekonomi lainnya juga membaik, seperti laju inflasi, suku
bunga, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah.
Jadi, biarlah orang-orang yang sebenarnya masih berkewajiban memerintah
itu sibuk dengan dirinya sendiri. Kita tak perlu risau. Mari bekerja
terus dengan segenap kemampuan. Demi bangsa. *(*)
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=70703
Pembesar Sibuk Pilpres, Kita Terus Bekerja
Written By gusdurian on Sabtu, 23 Mei 2009 | 10.18
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar