BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Martabat Buruh Migran

Martabat Buruh Migran

Written By gusdurian on Minggu, 10 Mei 2009 | 14.35

Martabat Buruh Migran
BARU sepekan lalu kita memperingati Hari Buruh. Di tengah hiruk pikuk berita politik di tanah air terkait pemilu dan kasus Antasari Azhar, ada kabar positif yang tidak terlalu mendapat perhatian. Yakni, devisa yang dikirimkan para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tahun lalu naik signifikan. Rupanya, di tengah kondisi krisis ekonomi global saat ini, semangat mereka tidak kendur. Jumlah uang yang mereka kirimkan ke tanah air mencapai USD 8,24 miliar atau sekitar Rp 86,7 triliun.

Seperti yang dirilis Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), kiriman uang (remitansi) para TKI naik sekitar 37 persen. Sebelumnya, para buruh migran Indonesia itu rata-rata mengirimkan USD 6,1 miliar atau sekitar Rp 64,2 triliun.

Masuknya aliran uang ke kampung halaman para TKI, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Barat, dan Jawa Timur, itu memang sangat besar artinya bagi daerah. Bukan hanya bagi para anggota keluarga mereka, tapi juga sebagai stimulus ekonomi daerah.

Yang perlu diketahui, sekitar Rp 86,7 triliun hasil kucuran keringat para pahlawan devisa tersebut hanyalah yang bisa dihitung lewat kiriman uang melalui jasa perbankan. Karena itu, nilai riil uang kiriman pembantu rumah tangga (PRT) dan pekerja konstruksi di Malaysia, sopir dan PRT di Timur Tengah, serta pekerja sektor manufaktur di Korea Selatan dan Jepang, yang total mencapai 748.825 orang tersebut, bisa lebih besar daripada itu. Sebab, banyak juga uang yang dibawa masuk secara langsung saat mereka pulang atau sambang ke sanak familinya di tanah air.

Sayang, besarnya kontribusi para TKI tersebut masih belum diimbangi pemerintah dengan memberikan pelayanan dan perlindungan yang memadai. Padahal, hal itulah yang menjadi harapan semua orang atas berdirinya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dulu. Hingga saat ini, masih banyak TKI yang tak berdaya menjadi korban kesewenang-wenangan perusahaan dan majikan tempat mereka bekerja di luar negeri. Termasuk tindak kejahatan -yang kadang juga dilakukan aparat- saat mereka pulang, bahkan sejak menginjakkan kaki di bandara di tanah air.

Bukan sekadar menyebut mereka dengan "pahlawan devisa", pemerintah dan segenap instansi yang terkait dengan pengiriman TKI ke luar negeri harus memberikan perlindungan maksimal.

Para anak bangsa ini rata-rata memang berangkat dari desa yang miskin. Belum seperti Filipina atau India yang sudah mengirim tenaga kerja yang sudah punya skill, sebagian besar TKI kita memang tenaga kasar. Namun, mereka tetap punya martabat. Dan, sebagai bangsa yang bermartabat, kita wajib menjaga martabat mereka.

Masih banyak keluarga TKI yang tak berdaya ketika "pahlawan" mereka tertimpa masalah. Kisah Kamiah, migran asal Dukuh Tengah, Kecamatan Karangampel, Indramayu, salah satu kantong TKI di Jabar, merupakan salah satu contoh. Sudah tiga bulan keluarganya kehilangan kontak dengan gadis cantik yang bekerja sebagai PRT di kota Firdaus, Kuwait, itu. Kontak terakhir gadis 24 tahun dengan keluarganya terjadi tiga bulan lalu. Saat itu dia mengadu diperkosa oleh sang majikan sehingga memutuskan akan pulang saat kontraknya habis bulan lalu.

Keluarga sudah berusaha mencari Kamiah dengan menghubungi instansi terkait, termasuk sponsor yang memberangkatkan dia dulu. Namun, hingga kini keberadaannya masih gelap. Seperti biasa, tidak ada yang peduli.

Kisah seperti yang dialami Kamiah itu hanya salah satu contoh kecil tentang minimnya perlindungan buruh migran kita di luar negeri. Ini seperti cerita yang terus diulang-ulang. Namun, kita mesti tidak boleh bosan memperjuangkannya. Sebab, sebagai anak bangsa, orang seperti Kamiah juga layak diperlakukan dengan bermartabat. (*)

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=67902
Share this article :

0 komentar: