BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Jago Makro yang Minus Mikro

Jago Makro yang Minus Mikro

Written By gusdurian on Sabtu, 23 Mei 2009 | 10.26

Jago Makro yang Minus Mikro

Tiap bulan Mei dalam dua tahun ini, nama Boediono menjadi perhatian
publik. Tahun lalu, ekonom kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari
1943, ini resmi dilantik menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI)
menggantikan Burhanuddin Abdullah. Boediono sukses melenggang ke kursi
Gubernur BI setelah sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menunjuknya sebagai calon tunggal Gubernur BI yang disodorkan ke DPR.
Empat puluh lima dari 46 anggota Komisi XI DPR yang hadir secara
aklamasi menunjuknya.

Kini, hampir genap setahun, nama Boediono kembali mencuri perhatian
publik. Mantan menteri di pemerintahan tiga presiden itu santer
disebut-sebut menjadi calon kuat pilihan SBY untuk mendampinginya maju
sebagai pasangan capres dan cawapres mendatang. Banyak yang menilai
Boediono pas mendampingi SBY lantaran memiliki latar belakang ekonom
yang sangat kuat.

Namun tidak sedikit yang tak setuju jika latar belakang yang dimiliki
Boediono menjadi hal terpenting yang dibutuhkan seorang wakil presiden.
Maklum, selama ini, sosok irit bicara ini dinilai tidak terlalu banyak
memunculkan kejutan. Ia lebih banyak dikenal sebagai profil yang /cool/.
Berikut pendapat beberapa tokoh yang dihimpun /Gatra/.

*Firmanzah, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia:*
*Tidak Pro-Rakyat*

"Pengalaman menghadapi situasi sulit di berbagai era pemerintahan dan
kompetensi yang dimiliki Boediono cukup untuk memenuhi figur cawapres
yang mengerti ekonomi. Harapannya, duet SBY-Boediono mampu membentuk
persepsi di masyarakat bahwa pasangan ini dapat dipercaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Pengelolaan makro-ekonomi yang menjadi tugasnya ketika menjabat sebagai
Menteri Koordinator Perekonomian di era SBY tidak sebagus yang
diharapkan. Saat menjabat sebagai Gubernur BI pun, kebijakannya belum
dapat memberikan jawaban yang ditunggu-tunggu pasar. Kondisi ekonomi
global, yang menuntut berbagai kebijakan yang tidak biasa, malah
disikapi Boediono dengan melakukan langkah kebijakan yang normal-normal
saja.

"Namun ketenangan dan pembawaannya yang /cool/ menjadi poin positif
Boediono di mata pasar. Dia juga punya hubungan yang baik dengan
jaringan internasional, seperti IMF dan World Bank, yang perannya sampai
sekarang belum bisa diabaikan Indonesia. Tampaknya kebijakan ekonomi
yang akan dijalankannya tidak menjadikan sektor riil menjadi /core/,
alias tidak pro-rakyat.

"Harapan saya, Boediono bisa lebih fokus pada upaya pengentasan
kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi di sektor riil. Strategi
pemerataan perlu dilakukan, karena tidak ada pertumbuhan tanpa
pemerataan. Pencapaian yang dapat menjadi target awal Boediono adalah
pemerataan dengan ukuran koefisien gini di bawah 0,3. Artinya, tingkat
keseimbangan pendapatan masyarakat Indonesia semakin bagus, pendapatan
semakin merata dibandingkan dengan kondisi sekarang, di mana indeks
koefisien kini masih di atas 0,35."

GATRA (Dok. GATRA)

*Yanuar Rizky, Analis Pasar Independen:*
*Belum Sentuh Sektor Riil*

"Figur profesional bukanlah alasan utama SBY dalam mencari pasangannya.
Alasan politiklah yang masih lebih melatarbelakanginya. Termasuk
seandainya jadi memilih Boediono sebagai calon wakil presiden. SBY
mencari orang yang bisa bicara dengan Megawati. Sebagai menteri di zaman
Megawati, dia dianggap sebagai figur yang bisa mencari jalan tengah
untuk berdamai.

"Selain itu, Boediono-lah figur yang cocok dengan gaya kepemimpinan
ekonomi parameter yang selama ini diterapkan SBY. Aliran konservatif dan
makro ini tampak pada kemauannya untuk selalu terbuka berhubungan dengan
dunia internasional. Terbukti, prestasinya selama menjadi Gubernur BI
hanya membuat kebijakan dan menghasilkan ekonomi stabilitas parameter.
Sedangkan yang dibutuhkan untuk jabatan wakil presiden adalah negarawan
yang harus mengetahui dan memahami berbagai kebutuhan masyarakat.

"Boediono harus sadar bahwa tidak semua masyarakat di Indonesia adalah
pelaku pasar atau orang yang bermain di portofolio. Persentase rakyat
Indonesia yang bermain di pasar saham dan uang tak lebih dari 1%; dan
yang dibutuhkan tentu seorang wakil presiden yang lebih mengayomi 99%
rakyatnya.

"Memang sejauh ini pelaku pasar cukup menerimanya. Itu tercermin dari
terkereknya indeks saham. Namun, dari segi teknikal, harus dilihat untuk
kepentingan siapa? Karena penurunan BI /rate/ tidak diimbangi dengan
penyaluran kredit untuk pelaku usaha di sektor riil. Dengan kata lain,
kebijakannya belum menyentuh sektor riil.

"Harus diakui, sebagai Gubernur BI, dia cukup baik dalam menjaga
stabilisasi. Manajemen birokrasinya bagus, termasuk dalam menjaga
stabilisasi makro, karena dukungan lembaga internasional. Tapi, ketika
ditempatkan sebagai menteri di kabinet SBY, justru dia tak tampak
mengeluarkan kebijakan yang pro-rakyat. Jika SBY-Boediono jadi
berpasangan dan ternyata terpilih, hal paling utama dilakukan adalah
membenahi platform ekonomi agar menyentuh semua kalangan."

GATRA (Dok. GATRA)

*Fransiscus Welirang, Wakil Presdir PT Indofood Sukses Makmur:*
*Tak Bisa Didikte*

"Jabatan wakil presiden sebenarnya tidak pas untuk Boediono. Memang
/track/ /record/-nya dikenal bersih. Selain itu, dia cukup konsisten,
tidak bisa didikte, serta punya prinsip dan pemikiran yang logis. Tapi
justru posisinya saat ini sebagai Gubernur BI-lah yang paling cocok.
Alasan bahwa figur wapres itu harus mengerti ekonomi tak berarti harus
orang berlatar belakang ekonom. Apalagi, krisis yang melanda Indonesia
kini tidak seperti krisis yang sedang melanda dunia.

"Jabatan wapres cukup terpenuhi oleh orang yang memiliki pengetahuan
ekonomi dan dampaknya. Justru untuk menguatkan ekonomi itulah, yang
terpenting figur wapres juga harus mampu me-/manage/ agar tim ekonominya
bekerja. Hal itu bisa diukur dari prestasi menteri-menteri ekonominya.
Saya belum bisa memprediksi kebijakan sektor rill seperti apa yang akan
dijalankan Boediono seandainya dipilih SBY dan akhirnya terpilih oleh
rakyat. Keahliannya adalah makro-ekonomi. Jabatan wapres dan posisi
Boediono di BI saat ini tentu dua hal yang berbeda.

"Jika Boediono terpilih sebagai cawapres mendampingi SBY, dan rakyat
akhirnya memutuskan untuk memilih pasangan ini, sebagai pengusaha kami
berharap, kontrol dan pelaksanaannya sebagai wapres sejalan dengan
kebijakan presidennya. Saya yakin, SBY mengetahui seperti apa pendamping
yang dibutuhkannya. Dan SBY tentu sudah punya pertimbangan cukup matang,
termasuk jika memilih Boediono."

GATRA (Dok. GATRA)

*Djimanto, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia:*
*Bisa Bekerja Sama*

"Dalam bekerja, Boediono sangat tekun dan tidak pernah konfrontatif
sehingga cukup bisa bekerja sama dengan tokoh mana pun, termasuk dengan
SBY. Dialah ekonom yang irit bicara. Kalaupun terpaksa, ia selalu
berbicara seperlunya dan berbobot. Dia cocok disandingkan dengan siapa
saja. Terbukti, dia cukup sukses menjalankan berbagai jabatan di
berbagai pos.

"Sebagai Gubernur BI, ia membuktikan bahwa dirinya selalu jelas dalam
mengambil setiap keputusan. Kebijakan dan stabilitas moneter ala
Boediono, seperti pengendalian inflasi dan kurs rupiah, dapat diterima
para pengusaha. Ia berpotensi menciptakan iklim kondusif agar investasi
berjalan lebih baik selama diberi wewenang yang penuh. Tapi harus
didukung oleh keadaan ekonomi dan keamanan yang stabil.

"Analisis ekonomi mikro menjadi satu kekurangan Boediono, terutama hal
yang bersifat teknis di lapangan. Terbukti, ketika menjabat sebagai
Menteri Keuangan di Kabinet Gotong Royong (2001-2004), ia malah
menurunkan bea masuk komoditas pertanian yang akan merugikan para
petani. Tapi situasi ini ke depan bisa disiasati dengan dukungan tim
ekonomi yang kuat.

"Meski kurang oke di sektor riil, berbagai kebijakan Boediono bersifat
pro-rakyat, misalnya menaikkan aksesibilitas usaha mikro kecil menengah
(UMKM) agar lembaga pembiayaan perbankan menurunkan aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR), yaitu menurunkan risiko kredit agar bunga tidak
terlalu tinggi.

"Yang terpenting, sebagai orang profesional, Boediono tidak akan
terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan lain. Kalau Tuhan
mengizinkan pasangan ini terpilih untuk memimpin negeri ini, semoga
Boediono tetap konsisten dan memberikan perhatian lebih dalam hal
mengurangi angka pengangguran."

*Hatim Ilwan, Astari Yanuarti, dan Anthony*
[*Nasional*, /Gatra/ Nomor 27 Beredar Kamis, 14 Mei 2009]

http://gatra.com/artikel.php?id=126369
Share this article :

0 komentar: