BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Visi Mahasiswa dan Pemilu 2009

Visi Mahasiswa dan Pemilu 2009

Written By gusdurian on Sabtu, 04 April 2009 | 15.06

Visi Mahasiswa dan Pemilu 2009


Pemilu 2009 yang hanya tinggal hitungan hari adalah pemilu ketiga di masa Indonesia pasca-Orde Baru, sesudah Pemilu 1999 dan 2004.


Rangkaian dua pemilu sebelumnya telah berlangsung baik itu menjadi ukuran Indonesia sebagai salah satu negara demokratis terbesar. Sebelumnya, pemilu yang demokratis hanya sempat terjadi pada 1955, yang merupakan pemilu pertama Republik Indonesia yang baru berumur 10 tahun.

Setelahnya,Orde Baru dengan jumawa menjadikan pemilu hanya sebagai panggung sandiwara dagelan untuk melanggengkan kekuasaan seorang Soeharto, sang Smiling General,dengan mesin politiknya,ABRI-Birokrasi- Golkar (A-B-G). Lalu sejak Soeharto tumbang bersamaan dengan oligarki yang dibangunnya, Indonesia menyelenggarakan lagi pemilu pertama kalinya pada 1999.

Mata dunia internasional lantas menjadi “pengawas”, bahkan seorang Jimmy Carter (mantan Presiden AS) pun menyempatkan diri berkunjung. Indonesia pun menuai “standing ovation”dari dunia demokrasi internasional. Pemilu sendiri dapat kita maknai sebagai wahana konstitusional di mana seluruh rakyat dari suatu negara berdaulat menggunakan hak suaranya. Idealnya, mereka yang kelak terpilih adalah pribadipribadi maupun perwakilan kelompok kepentingan yang akan mengelola sumber daya kekuasaan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Merekalah yang nantinya menjadi penyambung lidah rakyat dalam demokrasi tidak langsung ini di mana tidak memungkinkan bagi semua warga negara untuk urun rembuk dalam pengambilan keputusan. Konsep di atas bukan sekadar refleksi dari pengharapan bahwa pemilu hendaknya melahirkan negarawan yang memang mengabdikan dirinya bagi rakyat.

Tetapi juga, secara paradigmatik hendak menegaskan cara pandang bahwa pemilu adalah proses politik yang berkorelasi dengan eksistensi kita sebagai sebuah bangsa dalam satu konteks kehidupan kolektif-lokalregional- internasional. Jika pemilu gagal menghimpun kelas negarawan, tetapi justru mengonsolidasi kekuatan penyamun, maka sebentar saja republik ini akan dirampok dan digadaikan.

Lalu, pertanyaan mendasar bagi kita semua sebagai bangsa, apakah sesudah rangkaian pemilihan umum, sudah tampakkah bahwa kita menjadi bangsa yang sejahtera? Sudahkah negara yang didirikan sejak 1945 itu telah benar tunduk dan taat pada mandat sosial dan cita-cita kemerdekaan ketika didirikan pendiri republik? Sudahkah kita bangsa yang sepenuhnya berdaulat dan berwibawa dalam pergaulan internasional?

Siklus Politik dan Pemilu Degradatif

Dalam hemat kami, rangkaian pemilu yang telah silam barulah berlangsung dalam level pemenuhan kehendak akan restrukturisasi kelas elite politik nasional maupun daerah. Rangkaian pemilu itu belum memberi akibat kualitatif terhadap eksistensi rakyat sebagai basis legitimasi politik yang sadar dan kritis.

Dengan lain kata, rangkaian pemilu kita masih terus menguatkan daulat tuanku, ketimbang daulat rakyat. Sekurang-kurangnya, pengentalan karakter daulat tuanku dalam sistem politik nasional kita ditandai tiga siklus perilaku yang belum sepenuhnya bisa kita putus secara kolektif.

Pertama, siklus mobilisasi massa. Siklus ini ditandai dengan proses seleksi dan rekrutmen elite nasional pun daerah (lewat pemilu atau pilkada) yang kontestasinya dikelola dengan cara-cara mobilisasi.Pada pokoknya, politik mobilisasi dititikberatkan pada eksploitasi emosi massa dengan mengeksploitasi simbolsimbol tertentu.

Karena itu, dalam praktik mobilisasi, rakyat sejatinya adalah objek, yang seperti lubang hitam, menyedot semua informasi dan provokasi elite. Siklus mobilisasi menghambat lahirnya politik kewargaan di mana rakyat adalah individu yang sadar dan kritis sehingga dirinya mampu menyiasati perilaku elite.

Sehingga pada situasi yang demikian, penerjemahan kedaulatan rakyat dalam sistem politik hampir tak bisa diukur secara faktual-empiris. Kedua, siklus korupsi politik. Korupsi politik yang dimaksud adalah tindakan politik yang menyalahgunakan sumber daya politik dan segala fasilitas yang melekat padanya untuk kepentingan- kepentingan sempit, destruktif dan dilakukan berulang-ulang kali yang umum terjadi pada ketiga sendi trias politica: eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

Khusus pada lembaga legislatif, terbongkarnya kasus suap, mark-upAPBD,dan lain-lain adalah contoh siklus itu.Di level kedaulatan nasional, siklus korupsi politik berakibat fatal, di mana elite politik aktif meloloskan produk undang-undang yang melayani kepentingan kelompok tertentu dan anti rakyat.

Kasus UU privatisasi Air dan UU Penanaman Modal, adalah segelintir fakta bahwa legislator kita bekerja melayani kepentingan asing semata. Ketiga,siklus restorasi oligarkiklantisme politik. Umumnya oligarki tersusun dari pertemuan beberapa blok kepentingan yang berkonsolidasi hingga menguasai inti politik.Dalam oligarki,pertemuan kepentingan ekonomi-politik dijalin oleh relasi-relasi yang cenderung bukan hubungan kekerabatan. Sedang klantisme tersusun menurut jejaring darah dan membentuk inti dinasti dalam formasi negara.

Mahasiswa Memandang Pemilu

Dalam konteks itu, beberapa agenda nasional yang bisa didorong sebagai bagian dari pelibatan visi dan pandangan kaum muda terhadap Pemilu 2009 dapat dirunut dalam beberapa poin berikut.

Pertama, politik kebangsaan. Pemilu 2009 harus menjadi ruang konsolidasi segenap anak bangsa demi mendorong terwujudnya konsensus nasional tentang kemandirian bangsa yang menjadi landas tumpu bersama (common background) untuk membangun Indonesia yang adil,sejahtera,berdaulat dan berwibawa dalam pergaulan internasional.

Kedua, politik kenegaraan.Pemilu 2009 harus melahirkan pribadi- pribadi politik yang berkapasitas dan berkompetensi untuk melakukan penataan konstitusi berdasarkan visi dan cita-cita bangsa sesuai yang telah ditanam para founding fathers.

Ketiga, politik kebijakan. Produk Pemilu kali ini jangan sampai melahirkan gerombolan elite politik yang lihai merampok aset negara untuk kepentingan sempitnya. Namun, jangan sampai produk Pemilu 2009 melahirkan elite-elite baru yang mereproduksi rentetan kebijakan yang tidak mengabdi pada kepentingan bangsa.

Keempat, politik keseharian. Demi wibawa pemilu sebagai agenda rakyat, maka praktik politik uang, primordialisme, feodalisme, oligarki elite, dan perilaku yang merendahkan martabat rakyat sebagai pemilik legitimasi politik tidak boleh terjadi lagi. Pada akhirnya,Pemilu 2009 ini akan sengit dengan pertempuran sesama elit dalam satu medan demokrasi (ultra)liberal seperti yang sedang dianut sekarang ini.

Karena itu dibutuhkan pula rencana jangka panjang,melampaui dan antisipatif terhadap momentum pemilu yang pendek ini. Untuk itu, kami mahasiswa mengajak semua elemen bangsa ini untuk menyukseskan pemilu.Nasib kita semua ditentukan dalam pesta demokrasi ini. Memang masih banyak kekurangan. Namun, jangan sia-siakan dengan menjadi golput, karena tindakan itu tak menyelesaikan masalah.Dalam semua pilihan pasti ada yang paling baik.(*)

Muhammad Rodli Kaelani
Ketua Umum PB PMII


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/226241/
Share this article :

0 komentar: