BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Ketika Calon Legislator Ngamen

Ketika Calon Legislator Ngamen

Written By gusdurian on Minggu, 05 April 2009 | 12.34

Ketika Calon Legislator Ngamen

"Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia mengaku/
Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan/
Berbangsa satu, bangsa yang gandrung keadilan/
Berbahasa satu, bahasa kebenaran."
Puisi wajib bagi mahasiswa yang berdemonstrasi itu tidak dibacakan oleh mahasiswa. Di bawah terik matahari, di Bundaran Air Mancur, Jalan Pahlawan, Semarang, larik-larik puisi itu keluar dari mulut Afnan Malay, calon anggota legislator Provinsi Jawa Tengah dari PDIP dengan nomor 4.

Meski aktivis mahasiswa menjadikan puisi itu sebagai pembakar heroisme demonstrasi, mungkin hanya sedikit yang tahu bahwa Afnan adalah pencipta "Sumpah Mahasiswa" yang dibuat pada 24 November 1988. Kala itu, Afnan adalah aktivis mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kini dia ikut dalam lomba merebut simpati masyarakat pada Pemilu 9 April nanti. Dia sengaja menjadikan "puisi nostalgianya" itu sebagai pembuka kampanye. Diiringi sembilan pengamen, Afnan menggelar kampanye dengan melakukan orasi dan baca puisi.

Dari Bundaran Air Mancur, Afnan melanjutkan aksinya dengan mengamen di deretan kios di sekitar kampus Universitas Diponegoro, Pleburan. Tentu saja aksi itu dilakukannya sambil membagikan stiker dan kartu nama. Selembar kain putih sepanjang tiga meter pun digelar untuk membubuhkan tanda tangan dukungan.

Dia sengaja tidak bergabung dengan kampanye PDIP yang dipusatkan di Stadion Tri Lomba Juang, Semarang. Mantan presidium Aliansi Jurnalis Independen itu sengaja memilih kampanye unik untuk mendongkrak popularitas dan menekan biaya politik. "Terus terang saya caleg kere. Jadi tidak memberi uang dan bantuan sebagaimana caleg lain," ujarnya.

Sebelumnya, pengurus Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia DPP PDIP itu melakukan kampanye dari rumah ke rumah di kawasan pertokoan warga keturunan Tionghoa di Salatiga, Ambarawa, Ungaran, dan Semarang. Selama ini, kata dia, warga keturunan Tionghoa nyaris tidak pernah didatangi calon legislator. Kalaupun ada, kata Afnan, justru mereka dimintai dana untuk kampanye. "Saya datang memperkenalkan diri, tidak meminta bantuan uang," ujarnya.

Dengan cara itu, Afnan mengaku bisa menekan biaya kampanye. "Saya baru habis Rp 14 juta," tuturnya. Berdasarkan hasil survei lembaga antikorupsi, untuk menjadi anggota DPRD tingkat provinsi, setidaknya biaya yang dibutuhkan adalah Rp 300-500 juta. "Rasanya sulit untuk tidak korupsi jika untuk menjadi anggota Dewan harus mengeluarkan uang ratusan juta," katanya dengan nada datar. SOHIRIN



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/04/03/Berita_Utama-Jateng/krn.20090403.161351.id.html
Share this article :

0 komentar: