BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Dekan FEUI Termuda: Saatnya Menghidupkan Tokoh-tokoh Muda

Dekan FEUI Termuda: Saatnya Menghidupkan Tokoh-tokoh Muda

Written By gusdurian on Jumat, 17 April 2009 | 12.36

Dekan FEUI Termuda: Saatnya Menghidupkan Tokoh-tokoh Muda
Nurul Qomariyah, Wahyu Daniel - detikFinance


Jakarta - Firmanzah membuat kejutan dengan menjadi Dekan Fakultas Ekonomi UI termuda, pada usianya yang belum genap 33 tahun. Kehadiran ekonom-ekonom ataupun tokoh muda ini terasa segar di tengah tokoh-tokoh yang muncul selama ini terkesan itu-itu saja.

Firmanzah mampu menjadi Dekan FEUI setelah mengalahkan para seniornya yang rata-rata sudah bergelar Profesor. Alumnus jurusan manajeman FEUI angkatan 1994 yang berusia genap 33 tahun pada Juni nanti itu antara lain mengalahkan kakak dari Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Dr Ir Nining Indrayono Soesilo MA.

Dalam pemilihan Dekan FE UI 14 April 2008, Firmanzah, Ph.D berhasil mengungguli 2 kandidat calon dekan lainnya, yaitu Prof Sidharta Utama PhD CFA dan Arindra A Zainal, PhD. Terpilihnya Firmanzah sebagai Dekan FE-UI periode 2009-2013, sekaligus mengukir sejarah sebagai Dekan termuda sepanjang sejarah UI dan sebagai pegawai BHMN pertama yang menjabat posisi Dekan.

Bagaimana kisah pria yang biasa disapa Fiz ini bisa melenggang ke kursi tertinggi di FEUI? Berikut wawancara detikFinance dengan Firmanzah di kantornya, Dekanat FEUI, Depok, Kamis (15/4/2009).

Bagaimana rasanya terpilih menjadi Dekan FEUI di saat saingan anda begitu berat dan lebih senior dari anda?

Tokoh-tokoh muda mati suri dan akhirnya mati suri, itu harus dihidupkan lagi tokoh-tokoh muda. Saat ini kita bicara tentang kinerja berbasis kompetensi dan itu harus dilakukan. UI sedang melakukan transformasi, Rektor yang melakukan itu. Membuat UI lebih fresh, UI keluar dari konservatisme. Lebih adaptif dengan kompetisi di tingkat regional dan juga global, jadi penuh dengan perubahan.

Perlu komitmen universitas jadi kita memilih pemimpin fakultas karena kompetensinya. Bukan karena dukungan atau dia itu siapa dan asalnya dari mana. Itu budaya feodal. Aristokrasi, feodal, dan nepotisme itu sudah tidak relevan lagi saat ini, jadi pemilihan dekan saat itu murni dinilai dari kompetensi. Ini kompetisi, dan mekanisme pemengangnya lewat kompetensi, dan kita harus belajar untuk menjalankannya. Kita juga harus belajar, jangan karena si X ini saudara siapa maka lebih dipilih.

Apakah anda tidak mempunyai beban saat bersaing dengan senior waktu itu?

Ada beban karena bersaing dengan senior, bagaimanapun mereka itu dosen kita dan lebih berpengalaman. Namun itu konsekuensi yang sudah saya sadari sejak awal. Kita harus upgrade diri kita dengan cepat menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan institusi, karena semangat saja tidak cukup. Tapi kita harus belajar untuk menutupi kekurangan-kekurangan kita, belajar dari senior dan teman-teman yang lebih pengalaman.

Persiapan berapa lama?

Persiapannya ada persiapan umum seperti sekolah S3, buat buku dan tulisan yang dipublikasi secara internasional. Membuka jaringan dan komunikasi dengan senior. Persiapan khususnya ketika mengambil formulir pencalonan dekan.

Apa konsep yang anda tawarkan saat itu?

Saya lihat FEUI mempunyai sejarah yang panjang, kompleks, rumit dengan banyaknya lembaga dan program studi seperti ada Ilmu Studi Pembangunan, Ilmu Akuntasi dan Ilmu Manajemen. Tantangan kita ke depan adalah untuk melakukan internasionalisasi secara global. Kita tidak lagi head to head dengan UGM atau universitas lainnya di luar negeri, kita sekarang harus sejajar secara internasional. Dan kita tidak bisa sendiri, harus ada sinergi dari 3 program studi yang ada, dengan mahasiswa, dosen, dan sebagainya untuk memajukan FEUI.

Caranya bagaimana untuk bawa FEUI ke persaingan internasional?

Saya akan mengakselerasi kerjasama internasional. Baik itu mengundang dosen dari luar negeri untuk mengajar di sini, atau outbond, dalam arti dosen kita dikirim untuk mengajar ke luar negeri.

Ada rencana rekomendasi ke pemerintah?


Aspek distribusi dan penataan lembaga. Saya baru dua hari, dan masih banyak yang harus dikerjakan. Tadi ada yang datang dari Slovakia, dan mereka appreciate, karena yang termuda di Slovakia adalah 34 tahun. Dan saya juga lagi Guru Besar, dan mudah-mudahan selesai dalam 3 atau 4 bulan. Saya berencana buat media center.

http://www.detikfinance.com/read/2009/04/17/065926/1116834/459/dekan-feui-termuda-saatnya-menghidupkan-tokoh-tokoh-muda

Jumat, 17/04/2009 07:19 WIB
Wawancara Dekan FEUI Termuda:
SBY, Mega, Prabowo dan Marketing Politik
Nurul Qomariyah, Wahyu Daniel - detikFinance




Jakarta - Pemilu tak pernah lepas dari sisi marketing. Para parpol-parpol dan capres-capres pun menerapkan marketing politik untuk meraih kemenangan atas lawan-lawannya.

Dekan Fakultas Ekonomi UI Firmanzah mengatakan, semua parpol dalam pemilu menggunakan marketing politik dengan gaya yang berbeda-beda. Mereka mengelola isu tersebut setelah melakukan riset dan melihat apa yang dibutuhkan masyarakat.

Bagaimana pergerakan marketing politik di tanah air? Berikut wawancara detikFinance dengan pria yang biasa disapa Fiz ini dikantornya, Dekanat FEUI, Depok, Kamis (15/4/2009).

Firmanzah yang baru 2 hari terpilih memang mendalami marketing politik. Lulusan manajemen FEUI angkatan tahun 1994 itu antara lain pernah menuliskan jurnal ilmiah dengan judul: Mengelola Partai Politik: Persaingan dan Positioning Ideologi Politik di tahun 2008.

Berikut petikan wawancaranya:

Anda mendalami marketing politik, bisa dijelaskan?

Marketing politik adalah bagaimana meletakkan marketing dalam persaingan politik, sekarang ada iklan-iklan politik, brosur, market survei dan manajemen isu, itu semua marketing. Lalu politisi dalam dunia politik yang makin terbuka, bebas dan transparan harus punya konsep dan teknik yang baik dan marketing bisa membantu itu.

Apakah pemilu saat ini sudah menggunakan manajemen marketing itu?

Sudah banyak partai-partai politik dan kontestan politik yang melakukan itu, seperti Prabowo, SBY, ataupun Megawati. Kalau kita lihat bagaimana mereka mengembangkan isu, itu dilakukan melalui riset, melihat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti isu kesehatan, kesejahteraan. Seperti Unilever jika mau meluncurkan produk, itu harus sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun di politik yang diluncurkan adalah political product. Figur seperti apa, pakaian seperti apa, dan sebagainya.

Di Indonesia bisa seperti itu?

Bisa dan sudah dilakukan. Dan it works. Bagaimana produk yang kita sampaikan dipahami oleh masyarakat.

Kalau karakteristik marketing politik dari politisi kita?

Ada yang lebih market driven, figure driven atau isu lainnya. Jadi seperti SBY dan Mega perang isu, dimana SBY bilang harga makin murah, Mega bilang harga makin mahal.

Kira-kira yang paling efektif seperti apa saat ini?

Yang paling efektif yang paling dibutuhkan masyarakat, karena itu SBY menang. Karena memang dari jargonnya simpel dan sederhana seperti BLT dan Raskin yang sangat kena kepada masyarakat.

Untuk Pilpres bagaimana?

Peta politik Pilpres akan mengkristal kepada dua koalisi, yaitu koalisi S dan koalisi M, atau koalisi Merah dan koalisi Biru. Koalisi S ada Golkar dan saya rasa Golkar akan merapat ke SBY. Lalu diseberang sana ada PDIP, Gerindra, dan Hanura, mereka ini challanger karena isu-isunya satu cluster. Mereka akan head to head.

Ada yang bilang Presiden SBY itu Obama banget caranya, apa Anda melihat seperti itu?

Saya rasa tidak, karena Obama challenger dan dia harus mengkritik kebijakan Partai penguasa yaitu Republik. Sementara SBY incumbent yang harus mempertahankan kebijakannya. Jadi posisinya beda. Dan beda karena SBY lebih mengedepankan pencitraan, sementara Obama memperlihatkan bahwa Presiden manusia biasa.

Posisi SBY masih kuat?

Saya rasa masih kuat, tapi tergantung dari bagaimana koalisi Mega mengelola isu. Kemarin kenapa PDIP jatuh, karena isunya awalnya kontra BLT, sekarang mengawal BLT.

Pilpres nanti kira-kira political issues yang dimainkan apa?

Saya rasa seperti kesejahteraan masyarakat, infrastruktur, monetary policy, investasi, utang luar negeri, dan banyak lagi.

Sebagai ekonom, kondisi Indonesia dengan Pemilu saat ini di tengah krisis gimana?

Saya rasa kondisi kita relatif lebih baik, dibanding kondisi kawasan terutama di ASEAN. Kalau kita lihat Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, pertumbuhan ekonomi kita masih lebih tinggi. Artinya dalam situasi yang sama-sama sulit, kita masih bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak dari mereka, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan berapa banyak tenaga kerja yang bisa kita serap.

Pemilu legislatif selesai dan sudah oke, ada kekecewaan seperti masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap), tapi ekonomi kita tetap jalan. IHSG bagus, nilai tukar kita tidak drop sampai Rp 15.000-16.000/US$, cadangan devisa terjaga dengan baik. Tidak ada masalah, dan pemilu tidak jadi beban. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik, punya benefit, ini yang tidak dilakukan pada periode 32 tahun Pemerintahan Soeharto.

Tahun 2010 bagaimana ekonomi kita?

Sekarang kondisi beda dengan tahun 1990-an, artinya integrated economy. Bagaimana bisa kita membayangkan demonstrasi di Nigeria bisa menghancurkan UKM kita. Karena demonstrasi pekerja kilang di Nigeria membuat banyak spekulan beranggapan supply minyak dunia menghambat dan memicu mereka membeli bersamaan, dan harga naik. Lalu subsidi kita meningkat, akhirnya harga BBM dilepas mengikuti harga pasar dan komponen energi untuk UKM kita 60% akibatnya banyak UKM gulung tikar. Ini situasi yang kita hadapi, kemampuan kita untuk ciptakan buffer dan reaksi yang cepat dan tepat, menjadi cermin ekonomi nasional. Jadi kita menjaga ekonomi kita dengan baik pun belum cukup karena integrated economy.


http://www.detikfinance.com/read/2009/04/17/071926/1116835/459/sby-mega-prabowo-dan-marketing-politik

Jumat, 17/04/2009 09:04 WIB
Wawancara Dekan FEUI Termuda:
Krisis dan PR Pemerintah Baru
Wahyu Daniel, Nurul Qomariyah - detikFinance




Jakarta - Perekonomian Indonesia bisa dikatakan sedikit lebih beruntung ketimbang negara tetangga di saat krisis global. Ketertinggalan Indonesia dalam mengintegrasikan ekonomi ke dunia internasional justru menjadi tanggul penahan dari dahsyatnya krisis global.

Dan di tengah kondisi krisis global, Indonesia pun harus menghadapi hajatan politik pemilu. Ketidakstabilan politik selama pemilu memang dikhawatirkan bisa membawa dampak pada perekonomian yang sudah sulit ini.

Bagaimana perekonomian Indonesia pada tahun-tahun ke depan terutama setelah pemilu? Apa saja yang harus dilakukan pemerintah agar Indonesia tetap bertahan dan memanfaatkan kekurangan dari ekonomi negara-negara tetangga?

Berikut wawancara detikFinance dengan Dekan FEUI Firmanzah dikantornya, Dekanat FEUI, Depok, Kamis (15/4/2009). Pria yang biasa disapa Fiz ini baru 2 hari terpilih sebagai Dekan FEUI termuda, yakni pada usia yang belum genap 33 tahun.

Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana ekonomi Indonesia setelah pemilu?

Saya rasa kondisi kita relatif lebih baik, dibanding kondisi kawasan terutama di ASEAN. Kalau kita lihat Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, pertumbuhan ekonomi kita masih lebih tinggi. Artinya dalam situasi yang sama-sama sulit, kita masih bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak dari mereka, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan berapa banyak tenaga kerja yang bisa kita serap.

Pemilu legislatif selesai dan sudah oke, ada kekecewaan seperti masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap), tapi ekonomi kita tetap jalan. IHSG bagus, nilai tukar kita tidak drop sampai Rp 15.000-16.000/US$, cadangan devisa terjaga dengan baik. Tidak ada masalah, dan pemilu tidak jadi beban. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik, punya benefit, ini yang tidak dilakukan pada periode 32 tahun Pemerintahan Soeharto.

Tahun 2010 bagaimana ekonomi kita?

Sekarang kondisi beda dengan tahun 1990-an, artinya integrated economy. Bagaimana bisa kita membayangkan demonstrasi di Nigeria bisa menghancurkan UKM kita. Karena demonstrasi pekerja kilang di Nigeria membuat banyak spekulan beranggapan suplai minyak dunia menghambat dan memicu mereka membeli bersamaan, dan harga naik. Lalu subsidi kita meningkat, akhirnya harga BBM dilepas mengikuti harga pasar dan komponen energi untuk UKM kita 60% akibatnya banyak UKM gulung tikar.

Ini situasi yang kita hadapi, kemampuan kita untuk ciptakan buffer dan reaksi yang cepat dan tepat, menjadi cermin ekonomi nasional. Jadi kita menjaga ekonomi kita dengan baik pun belum cukup karena integrated economy.

Manajemen pemerintah saat krisis bagaimana?

Kita akui sudah bagus, indikasinya di luar keterbatasan dan kendala, ketidakharmonisan antar departemen, so far baik. Nilai tukar terjaga, utang luar negeri sudah mulai terbayar, dan cadangan devisa semakin tinggi, gejolak ekonomi tidak nampak seperti Malaysia, Thailand atau Filipina.

Kekurangannya dimana?

Di distribusi pendapatan, pemerataan pembangunan. Ini PR kita yang harus diselesaikan. Gap pendapatan masih tinggi. Dan grand design Indonesia bagian Timur, lalu kawasan industri. Lalu logistik dan infrastruktur, kita tahu persoalan pelabuhan dan aksesnya. Pelabuhan Tanjung Priok yang terbesar tidak punya akses kereta api di sana, bongkar muat kontainer tidak efisien.

Lalu masalah birokrasi dimana desentralisasi menambah sulit persoalan. Jadi Bappenas dan Bulog harus direvitalisasi. Bappenas harus diberi otoritas seperti dulu sebagai central planning pembangunan. PR kebijakan ekonomi adalah bahwa ekonomi tidak hanya fiskal dan moneter tapi ada institusional ekonomi yang harus kita perbaiki.

Kemudian kita harus punya keunggulan dibanding negara lain. Seperti Singapura dengan hospital tourism, kita harus punya seperti itu. Tidak hanya produk tapi juga grand design.

Kalau Indonesia apa yang bisa diunggulkan?

Kita punya garis pantai yang luas, laut, dan hutan. Tapi kita tahu bagaimana Departemen Kelautan kita dan komitmen pemerintah memajukan industri kelautan seperti apa. Memajukan industri kelautan tidak bisa ad hoc hanya Departemen Kelautan, tapi juga harus kerjasama dengan TNI untuk pencurian ikan. Karena pencurian ikan kita hilang Rp 40 triliun per tahun, karena kapal dari China dan Filipina mudah masuk dan mengeruk kekayaan laut kita. Departemen Kelautan tidak bisa berbuat banyak, harus ada kerjasama, tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Jadi
kita punya keunggulan yang belum kita optimalkan.

Saat ini pertumbuhan ekonomi Singapura negatif dan Thailand sedang menghadapi kekisruhan politik, apa ini bisa kita manfaatkan?

Ini kesempatan bagus untuk Indonesia, paling tidak turis yang tidak datang ke Thailand. Tergantung Departemen Pariwisata, apakah akan ambil kesempatan ini atau melewati kesempatan ini begitu saja. Mumpung Thailand tidak stabil politiknya, saatnya Indonesia menarik turis dari Thailand ke Indonesia, kondisi alam Indonesia dan Thailand tidak berbeda, dan ini kesempatan bagus.

Analisa tentang krisis global yang dimulai di AS saat ini kenapa bisa seluas itu?

Ini masalahnya, semenjak 911, ekonomi AS di-drive oleh ekonomi konsumsi. Dalam beberapa hal baik, tapi sampai hal tertentu jadi membahayakan. Jadi kegiatan ekonomi yang diberikan insentif konsumennya sehingga bisa mengkonsumsi lebih banyak agar produksi tertarik. Akibatnya ketika kebijakan itu tidak ada batasnya, di level mikro satu orang itu bisa punya 6 kartu kredit. Sehingga pendapatan rumah tangga jauh lebih kecil dari pendapatannya dan saving negatif, kemudian untuk menutupi defisit melalui utang luar negeri. Jadi AS merepresentasikan 60% global deficit, yang beli utang AS adalah Cina, Korsel, dan Jepang. Jadi hati-hati kebijakan mendorong ekonomi lewat konsumsi.

Itu sekarang yang dilakukan pemerintah?

Jangan sampai kita mengalami itu. Kebijakan fiskal dan moneter harus bisa dimainkan. Dan juga jaga konsumsi. Seperti Cina saat ekonomi overheating dia menaikkan suku bunga, dan mengeluarkan obligasi untuk serap uang beredar. Bank Indonesia harus bisa menjalankan fungsi kontrol.

Kalau lihat pengawasan perbankan BI?

Kalau kita lihat Pacto 1988 sampai 1998 pengawasannya tidak jalan. Kita kurang dalam kontrol institusi, intinya ekonomi tidak bisa melepaskan diri dari politik dan hukum.

(dnl/qom)
http://www.detikfinance.com/read/2009/04/17/090429/1116863/459/krisis-dan-pr-pemerintah-baru
Share this article :

0 komentar: