BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Soliloquy Pemilu: MK,KPU,dan Pers

Soliloquy Pemilu: MK,KPU,dan Pers

Written By gusdurian on Selasa, 03 Maret 2009 | 10.35

Soliloquy Pemilu: MK,KPU,dan Pers


PUTUSAN-putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terutama hasil judicial review atas undang-undang bidang politik, masih banyak menimbulkan perdebatan yang membingungkan masyarakat.


Penulis mencoba menjernihkan persoalan ini dalam bentuk soliloquy(bergumam sendirian dalam bentuk dialog imajiner) yang bahanbahannya diambil dari pernyataanpernyataan di media-media massa yang telah tersebar luas baik yang dikemukakan oleh MK maupun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan wartawan (pers). Soliloquy ini ditulis tidak dalam kapasitas penulis sebagai Ketua MK, melainkan sebagai guru besar hukum tata negara di berbagai perguruan tinggi.

Pers: Putusan MK tentang suara terbanyak bagi caleg terpilih menimbulkan kontroversi, terutama menyangkut perlunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atau revisi Undang- Undang (UU) Pemilu. Bagaimana ini?

MK: Sebenarnya isi vonis MK itu sudah jelas, membatalkan Pasal 214 UU Pemilu Legislatif dan memberlakukan suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih. Tak perlu perppu atau revisi undangundang lagi.

KPU: Tetapi dalam amar putusannya MK tidak menyebutkan harus menggunakan suara terbanyak, melainkan hanya membatalkan Pasal 214. Kami kan perlu payung hukum.

MK: Vonis MK adalah payung hukum. Sampai sekarang MK sudah memutus 171 kasus judicial review, semua amar vonis yang mengabulkan hanya mengatakan bahwa pasal yang diuji dinyatakan inkonstitusional,tak pernah mengurai rincian keharusannya, misalnya menyebut harus dengan suara terbanyak,sebab amar putusan MK itu hanya mengambil petitum.

Adapun konsekuensi dan keharusan amar putusan itu sudah ditegaskan secara lengkap di dalam pendapat mahkamah. Jadi isi amar putusan itu merupakan pernyataan singkat posisi yuridis dari pendapat MK dalam vonisnya.

KPU: Tapi pernyataan eksplisit agar KPU mantap kanperlu juga?

MK: Pernyataan eksplisit dalam amar vonis tak pernah dirinci, tetapi rincian eksplisit itu selalu ada dalam bagian pendapat mahkamah. Pandangan KPU agak kabur dan mengaburkan karena hanya berpegang pada kalimat amar vonis. Coba Anda lihat,putusan MK terdiri dari subjectum litis, objectum litis, legal standing, duduk perkara, pertimbangan hukum, ”pendapat mahkamah”,konklusi, danamarputusan.Rincian payung hukum yang Anda tanyakan itu tertulis jelas, lebih dari 15 itemdi pendapat mahkamah.

Pers: Apa itu petitum? Kita tahunya hanya vonis doang.

MK: Petitum adalah isi pokok permohonan agar pasal tertentu dinyatakan inkonstitusional. Itu saja yang dapat dimuat dalam amar putusan MK. Di mana pun di dunia ini tak ada amar putusan yang bertele-tele keluar dari petitum permohonan. Tetapi rincian perintah atas isi amar itu dimuat jelas sebagai payung hukum di dalam bagian pendapat mahkamah.

Pers dan KPU: Bukankah jika ada pasal sebuah undangundang dibatalkan harus dibuat undang-undangnya atau perppu untuk menggantikannya?

MK: Itu yang keliru.Putusan pembatalan undangundang oleh MK itu adalah undang-undang dalam arti negatif atau peniadaan ketentuan undang-undang yang dalam istilah kerennya negative legislature. Kedudukan putusan MK adalah sama dengan undang-undang karena MK adalah the sole interpreter atas konstitusi. Putusan MK memang ada yang memerlukan perppu atau revisi undang-undang, yakni putusan yang menyebabkan terjadinya kekosongan hukum pada muatan undang-undang. Sedangkan yang sifatnya teknis, bersifat self executing, tak perlu lagi perppu atau revisi undang-undang.

Pers: Apakah begitu dalam tata hukum kita? Mana buktinya?

MK: Ya, dan itu sudah berlaku untuk 171 vonis MK yang terdahulu tentang judicial review. Buktinya, ketika MK membatalkan pasal undang-undang yang melarang parpol kecil menjadi peserta pemilu tanpa verifikasi karena tak punya kursi di DPR, padahal sudah berbadan hukum,KPU langsung melaksanakan tanpa minta perppu.Ketika MK menyatakan bahwa calon anggota DPD harus berdomisili di daerah pemilihannya, KPU langsung melaksanakan,tanpa minta revisi undangundang.

Ketika MK membatalkan isi undang-undang yang mengharuskan kepala daerah incumbent yang mencalonkan diri lagi harus mengundurkan diri dari jabatannya, KPU langsung melaksanakan tanpa minta perppu atau revisi undangundang. Mengapa vonis yang satu ini diperumit oleh KPU, sedang yang lain tidak?

KPU: Tetapi vonis-vonis itu kan vonis parsial atas sebagian isi undang-undang?

MK: Saya tak paham dengan pernyataan tersebut. Kasus suara terbanyak kan juga parsial. Dari 171 vonis MK itu yang tidak parsial, dalam arti membatalkan seluruh isi undang-undang, hanya ada 4 kasus.Yang lain semuanya parsial.

Pers: Tetapi bukankah ada juga putusan MK yang harus ditindaklanjuti dengan perppu atau revisi undangundang?

MK:Ya,ada banyak.Tetapi yang perlu perppu atau revisi undang-undang itu adalah vonis MK yang menyebabkan terjadinya kekosongan hukum untuk materi muatan yang setara dengan undangundang, bukan untuk yang teknis operasional.

Vonis MK tentang pembatalan fungsi dan wewenang Komisi Yudisial memang perlu revisi undang-undang atau perppu; vonis MK tentang calon perseorangan dalam pilkada juga perlu revisi undangundang, vonis MK tentang Pengadilan Tindak Pidana juga perlu revisi undangundang atau perppu, vonis MK tentang pembatalan isi APBN juga perlu revisi undang-undang; sebab vonisvonis tersebut menimbulkan kekosongan hukum yang setara dengan materi muatan undang-undang.

Pers :

Lalu apa ukuran antara vonis yang perlu dan tak perlu perppu atau revisi undang-undang?

MK: Ya itu tadi. Kalau pembatalan oleh MK menyebabkan terjadinya kekosongan hukum untuk materi yang setara dengan undangundang, maka pelaksanaannya perlu perppu atau revisi undang-undang, sedangkan yang bersifat teknis ya langsung self executing, tak perlu perppu atau undang-undang baru.Tentang materi muatan undang-undang bacalah UU No 10/2004.

KPU: Kalau penetapan suara terbanyak diatur dengan peraturan KPU, bagaimana kalau nanti diujimaterikan ke MA?

MK: Sulit membayangkan MA membatalkan peraturan KPU yang hanya bersifat teknis dan tidak menabrak isi undang-undang atau putusan MK. Tapi kalau dibatalkan juga kan sederhana. KPU tetapkan saja caleg terpilih dengan suara terbanyak. Kalau ada yang menggugat kan menjadi sengketa hasil pemilu.

Kalau sengketa hasil pemilu kan diadili oleh MK. Kalau diadili oleh MK kan kembali ke suara terbanyak juga.Perbincangan kita lanjutkan besok saja. Ruangan SINDO untuk rubrik ini terbatas.Sampai besok ya. (bersambung).

MOH MAHFUD MD
Guru Besar Hukum Tata Negara di Beberapa Perguruan Tinggi


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/217640/38/
Share this article :

0 komentar: