BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Siapa Yang Janji dan Siapa Yang Jatuh Cinta

Siapa Yang Janji dan Siapa Yang Jatuh Cinta

Written By gusdurian on Kamis, 19 Maret 2009 | 13.54

Siapa Yang Janji dan Siapa Yang Jatuh Cinta

Oleh Irza Sukmana *

TULISAN Djoko Susilo (Jawa Pos, 9 Maret 2009) mengenai cinta Indonesia yang bertepuk sebelah tangan terhadap dunia Arab dan Islam telah menjadi polemik di Syiar Montreal, milis masyarakat dan pelajar muslim di Montreal, Provinsi Quebec, Kanada. Opini tersebut menarik untuk ditanggapi bukan hanya karena Djoko adalah salah seorang anggota dewan dari partai yang basis massa Islam, tetapi juga karena beberapa pernyataannya bisa memberikan interpretasi ganda bagi pembaca.

Antara Arab dan Islam

Kita tidak bisa memungkiri bahwa sejak jatuhnya khilafah islamiah terakhir di Turki Utsmani pada 1924, atas rancangan Zionis yang pada saat itu sangat kuat mengakar di dataran Eropa, praktis Barat telah mengambil alih arah politik negara-negara Arab. Hal tersebut bahkan dimulai sejak tokoh-tokoh di dataran Barat Saudi menyatakan melepaskan diri dari kekhalifahan Turki dan memilih untuk mendirikan sistem kerajaan, yang tidak sesuai sunah Rasul dan merupakan salah satu bid'ah di dalam Islam.

Kemudian diikuti rancangan sistematis untuk menyekulerkan Turki yang dikomandoi ''Bapak Modernisasi" mereka, Mustafa Kemal. Kalau kita melihat sejarah sekulerisasi di Turki, tentu kita tidak akan percaya bahwa kekhalifahan Islam terakhir berjaya di negeri yang pernah melarang azan didengungkan dengan bahasa Arab atau bahkan Alquran sempat dirancang akan dicetak dalam bahasa Turki. Hasilnya adalah banyak kaum muda Turki sekarang yang berpenampilan dan berperilaku layaknya anak-anak muda lain di negara-negara western.

Sejarah kemudian mencatat bahwa Barat juga berperan besar dalam mendukung Letkol Gamal Abdel Nasser menumbangkan Raja Faruk I pada 1952 dan mengganti konstitusi Mesir dari kerajaan menjadi republik. Dengan demikian, pada saat dia menjadi presiden mulai 1954-1970, terjadi berbagai penindasan dan pengukungan terhadap aktivis ikhwan, bahkan hingga kini masih diberlakukan undang-undang pelarangan liqoat (majelis Islam dalam kelompok-kelompok kecil) di Mesir.

Mengamati kentalnya peran serta Barat di tanah Arab, kita tidak bisa menyamakan Arab dan sikapnya dengan Islam dan prinsipnya. Contoh, Djoko Susilo mengatakan bahwa bangsa Indonesia (lebih tepatnya umat Islam di Indonesia) yang berdemo di Jakarta terhadap serangan brutal Israel ke Gaza beberapa bulan lalu dan ketika terjadi perang antara Israel lawan Hizbullah menunjukkan dukungan terhadap Arab.

Hal tersebut merupakan penilaian salah karena demo-demo yang dilakukan umat muslim di Indonesia terhadap berbagai perilaku brutal Zionis Israel tidak dimaksudkan untuk menunjukkan dukungan terhadap bangsa Arab, tetapi merupakan bentuk solidaritas kita sebagai umat muslim terhadap saudara kita yang lain. Sebagaimana juga demo-demo solidaritas yang pernah diberikan untuk muslim di Ambon, Afghanistan, Chechnya, dan belahan bumi lain.

Bukan hanya itu, seharusnya kita malu karena ternyata demo anti-Israel juga terjadi di semua belahan dunia. Dan, yang mengutuk serangan brutal Israel bukan hanya kalangan umat muslim, tetapi juga Katolik, Kristen Protestan, Buddha, Hindu dan bahkan dari kaum Yahudi, seperti pernah terjadi di Montreal, Kanada.

Kalaupun pada saat Djoko Susilo berada di Dubai dan ternyata suasananya tenang-tenang saja, ya tentu saja konteksnya berbeda. Sebab, Dubai saat ini sudah menjadi pusat industrialisasi uang bagi Uni Emirat Arab, bahkan kemewahan dan kemegahan Dubai tidak dapat disandingkan dengan Singapura sekalipun. Jadi jelas, Arab saat ini tidak bisa dipersepsikan sama dan sebangun dengan Islam.

Perekonomian Indonesia, Arab, dan Islam

Permasalahan mengenai keberpihakan investor Arab terhadap Indonesia, menurut saya, harus diletakkan pada masalah yang lain, di luar konteks silaturahmi umat. Karena pada praktik di lapangan, para miliuner Arab, sebagaimana investor lain, senantiasa menghitung untung rugi bisnis sebelum menginvestasikan dananya. Jadi, hal itu tidak berkaitan sama sekali dengan aksi demo-demo umat muslim kita terhadap Palestina dan Hizbullah.

Kalau Djoko Susilo mengatakan janji investasi Arab hanya omong kosong, padahal kita sudah telanjur sangat cinta pada Arab sehingga bisa dibilang cinta kita bertepuk sebelah tangan, ya harus dilihat kembali, siapa yang janji dan siapa yang jatuh cinta.

Secara objektif, kita juga harus melihat ke dalam, bagaimana mungkin investor asing akan percaya untuk investasi di Indonesia kalau korupsi masih merajalela (termasuk di kalangan anggota dewan), harga-harga tidak stabil, dan daya beli masyarakat sangat lemah. Coba bayangkan, ketika harga BBM di Indonesia berkisar di angka Rp 5.000 per liter, di Kanada harganya sekitar 87.4 cent Canadian Dollar (CAD) atau sekitar Rp 8.200. Padahal, upah minimum buruh rata-rata di Indonesia berada di kisaran Rp 750 ribu per bulan, sedangkan di Kanada sekitar 2.500 CAD atau hampir Rp 25 juta per bulan!

Dalam hal pariwisata, juga tidak bisa disalahkan kalau bangsa Arab enggan datang ke Indonesia. Bagaimana mungkin mereka datang bila negara kita masih menjadi pelanggan utama travel warning. Bahkan, banyak maskapai penerbangan kita, baik yang melayani penerbangan lokal maupun internasional, memiliki catatan kecelakaan pesawat yang sangat tinggi dibandingkan maskapai penerbangan dari negara lain.

Bukan hanya masalah pesawatnya, sebagaimana pernyataan International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa 80 hingga 90 persen kecelakaan pesawat disebabkan kesalahan manusia atau human error, baik pada saat lepas landas (take off) maupun landing. Contohnya , 9 Maret lalu, pesawat MD-90 milik Lion Air tergelincir di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, dan pada 23 Februari pesawat MD 90 milik Lion Air bermasalah karena roda depan tidak keluar. Belum lagi kasus-kasus yang dulu.

Jadi, menurut penulis, keberpihakan umat Islam di Indonesia terhadap saudara-saudara kita di belahan bumi yang lain, termasuk Timur Tengah, tidak berhubungan dengan permasalahan investasi dan pariwisata Arab ke Indonesia.

* Irza Sukmana, kandidat doktor U-Sherbrooke, QC, Canada (Email: isukmana@yahoo.com)

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=58131
Share this article :

0 komentar: