Radio Magno Hijrah ke London
Internet memang sudah melekat pada diri Singgih Susilo Kartono. Dalam perjalanan menuju London, Inggris, Senin lalu, Singgih masih rajin meng-update Facebook. Secara maraton, ia mem-posting ajakan memilih Magno Wooden Radio sebagai produk paling disukai dalam ajang Brit Insurance Designs of the Year 2009.
Ajang tahunan yang diadakan Design Museum London itu menyediakan online polling memilih desain terfavorit. Hasil polling diumumkan pada Rabu malam lalu waktu London, bersamaan dengan penyerahan penghargaan Brit Insurance Designs of the Year 2009.
Kehadiran Singgih dalam acara itu karena kreasinya. Radio kayu Magno terpilih menjadi juara untuk kategori produk, menyisihkan belasan karya lain yang lolos short list. Radio berdesain retro andalan pria berusia 40 tahun ini juga berpeluang meraih penghargaan utama bila berhasil mengalahkan kampiun di enam kategori lain.
Penghargaan itu menambah panjang daftar trofi yang diraih radio kayu Magno yang dijual ke publik melalui media online. Sebulan sebelumnya, Magno meraih penghargaan dalam Design Plus Award 2009, yang berlangsung di Jerman.
Keberhasilan menjuarai berbagai kompetisi desain internasional itu membuat popularitas Magno kian meroket. Dalam situs pencariaan Google, nama Magno muncul paling atas dengan kata kunci wooden radio. Penjualan produk yang terdiri dari tiga seri, yaitu radio personal WR01A-2B, radio meja WR03-CUBE/4B, dan radio meja WR03-RECT/4B, pun ikut melonjak.
Peminat terbesar berasal dari Amerika Serikat, dengan penjualan mencapai 250 unit per bulan. Disusul oleh Jepang sebanyak 50 unit per bulan, dan puluhan unit per bulan ke Eropa. Menurut Singgih, harga Magno bervariasi. Di Amerika dijual US$ 47,5 sampai US$ 80, di Jepang seharga 17.500 yen, dan di Eropa seharga 160-240 euro. Namun di Amerika, ternyata situs-situs penjualan online menawarkan Magno paling murah US$ 200.
Antusiasme pasar Amerika menyambut Magno dimulai pada awal tahun silam. Ketika itu, Singgih mendapat pesanan 10.000 unit radio kayu senilai Rp 4,9 milyar. Pesanan sebanyak ini tidak bisa langsung dipenuhi, karena kapasitas produksi Magno yang didukung 30 karyawan hanya sekitar 150 unit per bulan. Sebanyak 50 unit per bulan dikirim secara rutin ke Jepang sejak tahun 2005.
Karena itu, Singgih menawarkan pemenuhan permintaan tersebut dalam waktu paling sedikit satu tahun. Kini kapasitas produksi radio yang dibuat di studio Piranti Works, Desa Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah, mencapai 300 unit per bulan dan memperkerjakan sekitar 50 karyawan, yang semuanya warga Kandangan, desa kelahiran Singgih. Omset yang diraih meningkat sampai Rp 750 juta per bulan.
Ayah dua anak itu memang layak menikmati buah manis radio kayu Magno. Perjalanan Singgih membuat radio kayu Magno dimulai sejak mengerjakan tugas akhir di Jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, pada 1992. Ia memilih tema ?Desain Radio Receiver dengan Memakai Teknologi Kerajinan Indonesia".
Ketika lulus, Singgih masih belum yakin akan berkarier ke mana. "Apakah bekerja sebagai desainer produk di kantor desain produk di Bandung atau kembali ke Kandangan memulai bisnis sendiri," tutur Singgih. Dan selama tiga tahun berikutnya, Singgih bekerja di Bandung, sebelum akhirnya memilih pulang kampung dan mendirikan perusahaan kerajinan kayu Aruna Aruntala di rumahnya.
Produk utama Aruna Aruntala adalah mainan dari kayu. Sebenarnya pada saat itu Singgih berminat mengembangkan radio kayu Magno yang berhasil meraih juara kedua dalam International Design Resource Award (IDRA) 1997 di Amerika Serikat. Magno dinilai sebagai produk dengan bahan yang bisa didaur ulang dan memberi nilai lebih terhadap produk.
Sayang, modal dan ketiadaan permintaan pasar jadi kendala. Peluang baru terbuka ketika seorang rekanan dari Jepang berminat membeli radio kayu Magno pada 2004. Maka, Singgih dibantu istri tercinta, Tri Wahyuni, dan empat karyawannya mulai membuat Magno di bawah naungan perusahaan baru, Piranti Works.
Awalnya masih menggunakan ruang tamu rumah, sebelum pindah ke pabrik berukuran 15 x 18 meter yang dibangun dengan biaya Rp 100 juta. Pada 2005, Magno yang dibuat dari paduan kayu hitam sonokeling dan kayu pinus meluncur ke pasar Jepang.
Desain Magno memang simpel, mungil, dan unik. Ini sesuai dengan prinsip Singgih untuk menghasilkan kerajinan yang memakai kayu sesedikit mungkin, tapi bisa menghasilkan pekerjaan sebanyak mungkin bagi masyarakat sekitar.
Sebagai anak yang dibesarkan di desa, sejak kecil Singgih memang peduli pada lingkungan. Ketika dewasa, ia prihatin atas kondisi Kandangan yang makin meranggas. Warga desa yang terletak di kaki Gunung Sumbing itu menebang pepohonan untuk bertani tembakau.
Maka, demi menjaga kelestarian lingkungan, Singgih menyisihkan sebagian hasil bisnisnya untuk program penanaman pohon di Temanggung sejak November 2007. Pembibitan aneka pohon sengon, sonokeling, hingga pinus dilakukan di lahan sekitar 2.000 meter persegi yang ada di sekeliling studio Piranti Works.
Singgih juga menggandeng aktivis lingkungan, Mukidi, dan anak-anak sekolah untuk menanam 1.000-an bibit pohon di lereng Gunung Sumbing. Selain menyelamatkan lingkungan, di masa depan program ini juga bisa menjaga suplai bahan baku kerajinan radio kayu Magno.
Sehingga bisnis itu tetap bertahan, bahkan bisa menjadi tumpuan hidup warga Kandangan. "Saya berharap, kelak kegiatan ini bisa menampung sampai 1.000 perajin atau seperempat dari populasi Kandangan," kata Singgih. Sebuah asa mulia yang sangat mungkin menjadi realitas.
Astari Yanuarti
[Laporan Khusus, Gatra Nomor 19 Beredar Kamis, 19 Maret 2009]
http://gatra.com/artikel.php?id=124444
Radio Magno Hijrah ke London
Written By gusdurian on Minggu, 29 Maret 2009 | 10.32
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar