BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Perebutan Kursi di Bekas Basis Masyumi

Perebutan Kursi di Bekas Basis Masyumi

Written By gusdurian on Kamis, 19 Maret 2009 | 14.16

Perebutan Kursi di Bekas Basis Masyumi


TERLETAK di semenanjung barat Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) didominasi suku Minangkabau. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),pada 2008 jumlah penduduk Sumbar sebanyak 4,76 juta jiwa.


Suku Minang termasuk pemeluk agama Islam yang taat.Pemahaman mengenai agama Islam menjadi pendidikan utama yang diberikan sejak dini. Karena alasan itulah, pengaruh Islam kemudian turut mewarnai kehidupan politik di Sumbar. Hal itu terbukti dengan tingginya antusiasme masyarakat untuk memilih partai-partai Islam.

Selain itu, salah satu ormas Islam, Muhammadiyah, cukup berpengaruh di wilayah ini. Sumbar juga terkenal banyak melahirkan tokoh-tokoh yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan RI. Proklamator Muhammad Hatta, Perdana Menteri pertama RI Sutan Syahrir, serta pemikir besar Tan Malaka adalah sederet nama yang seolah-olah memberi garansi mengapa perpolitikan di Sumbar begitu istimewa.

Pengaruh Masyumi

Secara historis, representasi politik masyarakat Sumbar identik dengan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada Pemilu 1955, partai berlambang bulan dan bintang itu menang mutlak di seluruh kabupaten dan kota di Sumbar dengan meraih 49% suara serta berhasil merebut 16 kursi DPR. Sebaliknya, rival politik Masyumi,PKI,hanya mendapatkan empat kursi.

Dengan kemenangan telak itu, Masyumi mengukuhkan dirinya sebagai partai terbesar di Tanah Minang. Tetapi pada 1960, meletus peristiwa PRRI yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Masyumi.Akibatnya, partai tersebut— bersama-sama PSI—dibekukan Presiden Soekarno.Ketika Soekarno lengser, muncul upaya untuk merehabilitasi Masyumi, tetapi gagal.

Hal itu kemudian mendorong sejumlah elite Masyumi membentuk partai baru, Parmusi, yang ikut serta dalam Pemilu 1971. Alih-alih menggantikan peran induknya, Parmusi ternyata tidak mampu merangkul para pengikut setia Masyumi. Pascapemilu 1971, representasi politik pendukung Masyumi makin tidak jelas.

Seiring ditetapkannya kebijakan fusi partai politik pada 1972 yang mengharuskan parpol-parpol Islam melebur ke PPP, para loyalis Masyumi di Sumbar dan di seluruh Indonesia terpaksa mengalihkan suaranya ke Golkar dan PPP.Dominasi kedua partai di Sumbar dipertahankan hingga akhir Orde Baru.

Di Pemilu 1999, Sumbar merupakan satu dari sedikit provinsi yang tidak mampu ditembus PDIP selaku partai pemenang pemilu kala itu. Golkar masih berjaya dengan raihan 23,63% suara. Menempel ketat di posisi kedua dan ketiga, berturutturut PAN dan PDIP yang meraih masingmasing meraih 22,16% dan 10,60% suara.

Sementara partai baru yang terinspirasi Masyumi, Partai Bulan Bintang (PBB) hanya meraih 5,95% suara. Pada Pemilu 2004,terjadi polarisasi pemilih berdasarkan dua arus ideologi utama. Pertama, ideologi Islam yang diwakili PAN, PKS, PPP, dan PBB.Kedua, ideologi nasionalis yang diwakili Golkar,Demokrat, dan PDIP.

Uniknya, meski pemenang pemilu Sumbar berasal dari kubu nasionalis (Golkar), gabungan suara yang diperoleh parpol-parpol Islam lebih besar dibanding gabungan suara yang diraih parpol-parpol nasionalis (lihat grafis).

Di samping kecerdikan partai-partai Islam dalam memanfaatkan modal kultural masyarakat Sumbar yang mayoritas muslim,fakta di atas menunjukkan bahwa ideologi Islam yang diwariskan Masyumi masih mengakar di Sumbar.

Hal ini tentu menjadi modal utama parpol Islam yang akan bersaing di Pemilu 2009.Meski demikian, kekuatan parpol nasionalis tidak bisa dikesampingkan mengingat kubu nasionalis memiliki dukungan yang kuat serta cukup mendominasikursi kepala daerah di Sumbar.

Pada pemilu kali ini,konfigurasi politik tampaknya tidak akan jauh berubah dari pemilu sebelumnya. Golkar, PAN,PPP,dan PBB tetap mengandalkan perolehan suara dari konstituen tradisional mereka. Sementara PKS dan Partai Demokrat diprediksi tetap unggul di wilayah perkotaan. PDIP juga memiliki kans di wilayah yang pernah dikuasainya, misalnya di Kota Pariaman.

Andalkan Tokoh Jakarta

Pemilu 2009,jumlah pemilih di Sumbar mencapai 3.020.167 jiwa yang tersebar di dua dapil dengan total 16 kursi.Dibanding Sumut, jumlah kursi yang disediakan di dapil Sumbar jauh lebih sedikit. Hal itu dipengaruhi faktor kebiasaan masyarakat Minang yang kerap merantau.

Karena itu pula, tidak sedikit caleg-caleg yang bersaing dibesarkan di luar Sumbar,terutama di Jakarta. Di dapil I yang meliputi tujuh kabupaten dan empat kota,delapan kursi yang disediakan akan diperebutkan figur-figur populer partai.Dari Golkar misalnya,muncul nama Wakil Direktur Eksekutif Bappilu Jeffrie Geovani serta menantu Menperin Fahmi Idris,Poempida Hidayatulloh.

Selain dua tokoh muda tersebut, Golkar juga kembali mencalonkan dua anggota DPR, Azwir Dainy Tara dan Darul Siska yang pindah dari Sumbar II. Tokoh-tokoh Golkar akan ditantang tokoh-tokoh dari partai lain.PKS misalnya, mencalonkan Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno.

Di Pemilu 2004, Irwan lolos setelah mengantongi 46.667 suara atau setara 32,7% BPP. Sementara PAN berusaha mempertahankan kursi dengan memasang Ketua DPW PAN Sumbar Welya Safitri. Nama lain yang juga berpeluang di antaranya Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon dan anggota Fraksi Demokrat Dasrul Jabar.

Sementara itu, perebutan suara konstituen Masyumi akan berlangsung antara PPP dan PBB. PPP mencalonkan anggota Fraksi PPP Epyardi Asda, sementara PBB menempatkan Ketua DPP PBB Janzi Sofyan di nomor urut satu. Mantan anggota Fraksi PPP periode 1999–2004 yang kini hijrah ke Partai Matahari Bangsa (PMB),Syahruji Tanjung, turut bersaing memperebutkan jatah kursi.

Di dapil Sumbar II, persaingan banyak diwarnai oleh tokoh-tokoh Jakarta. Di dapil yang menyediakan enam kursi ini,muncul nama Indra J Piliang dari Golkar yang sebelumnya dikenal sebagai pengamat politik. Selain Indra, Golkar juga mencalonkan pengacara Nudirman Munir di nomor urut satu.

Dua caleg lain yang juga identik dengan Jakarta, misalnya Adrian Maulana dari PAN serta Gusti Randa dari Partai Hanura. Kemampuan caleg-caleg di atas akan diuji sederet politisi lokal yang matang pengalaman. Mereka antara lain Wali Kota Bukit Tinggi yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Sumbar Djufri.

Di sana juga ada mantan Wali Kota Pariaman Mahyuddin yang dipasang PDIP serta anggota Fraksi PKS Refrizal yang ingin kembali melenggang ke Senayan.Parpol yang mengklaim sebagai titisan Masyumi, PBB, tak mau kehilangan kursi dengan memasang mantan dosen STPDN/IPDN Inu Kencana dan anggota Fraksi BPD Nizar Dahlan. (m azhar/litbang SINDO)


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/222305/
Share this article :

0 komentar: