Pengarusutamaan dan Kepemimpinan Kelautan
Arif Satria
Dosen Fakultas Ekologi Manusia, Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor
Pada 13 Maret 2009, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) berseminar tentang kelautan di Manado. Sebulan sebelumnya, Institut Pertanian Bogor (IPB) juga menggelar Rembug Nasional Kelautan di Lemhannas, dan Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) menggelar dialog dengan partai politik. Ketiganya berusaha menjawab mengapa sektor kelautan dan perikanan belum menjadi arus utama (mainstream) pembangunan. Apakah proses Pemilu 2009 dapat menjadi titik masuk mainstreaming itu?
Gagalnya mainstreaming kelautan terlihat dalam berbagai kebijakan selama ini, dalam bidang pangan, energi, kemiskinan dan lapangan kerja, lingkungan, pertumbuhan, tata ruang, geopolitik, serta manajemen pembangunan. Pertama, dalam pangan, ikan belum menjadi komoditas strategis seperti beras, jagung, kedelai, terigu, dan daging. Ukurannya, harga ikan belum menjadi pertimbangan dalam kebijakan perdagangan. Kedua, dalam energi, saat ini kita masih sangat bergantung pada energi fosil, padahal laut memiliki potensi sebagai salah satu sumber energi, baik energi angin, OTEC, energi gelombang, energi surya, maupun mikroalga. Hingga saat ini belum ada peta jalan pengembangan energi dari laut itu.
Ketiga, dalam hal kemiskinan, nelayan dan masyarakat pesisir belum menjadi target utama desain kebijakan antikemiskinan. Ukurannya, belum tersedianya data kemiskinan nelayan, lemahnya antisipasi terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak 2005 dan 2008 sehingga nelayan menjadi korbannya. Juga tidak dipertimbangkannya sektor kelautan dan perikanan (KP) dalam desain Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sistem KUR justru menjauhkan akses nelayan dan masyarakat pesisir dari pemodalan. PNPM pun belum menjangkau semua kota/kabupaten pesisir. Keempat, dalam bidang lingkungan, isu pemanasan global seolah hanya milik sektor kehutanan. Padahal serapan karbon oleh fitoplankton mencapai 40-50 miliar ton karbon per tahun, dan hampir sama dengan tumbuhan sekitar 52 miliar ton. Kelima, dalam pertumbuhan ekonomi, sektor kelautan, yang terdiri atas perikanan, transportasi laut, pertambangan, wisata bahari, dan sebagainya, juga belum diprioritaskan. Industri pengolahan ikan belum maksimal dan hanya beroperasi dengan 45 persen kapasitas terpasang. Sekitar 40 persen lalu lintas perdagangan internasional melewati laut Indonesia, dan kita belum mampu menangkap peluang ini untuk mendongkrak pertumbuhan. Terakhir, stimulus fiskal Rp 73 triliun bias ke perkotaan, dan alokasi untuk pesisir kurang dari Rp 1 triliun. Padahal pulau-pulau kecil sangat butuh sentuhan infrastruktur.
Keenam, dalam bidang geopolitik, sarana pertahanan di laut jauh di bawah darat. Dan banyak persoalan wilayah perbatasan belum diselesaikan. Ketujuh, dalam manajemen pembangunan, nomenklatur pembangunan belum berpihak ke sektor KP. Dalam penghitungan PDB, misalnya, formula yang saat ini ada bias darat dan underestimate terhadap sektor KP. Pertanyaannya, bagaimana kita memulai dan memperkuat mainstreaming?
Ocean leadership
Kegagalan mainstreaming di atas adalah kegagalan politik kelautan-perikanan, yang salah satu faktornya lemahnya ocean leadership kita. Ocean leadership diperlukan dalam mainstreaming KP, baik dalam keputusan politik (kebijakan) maupun manajemen pembangunan. Ada beberapa komponen penting dalam ocean leadership. Pertama, adanya visi kelautan yang selanjutnya tecermin dalam ocean policy yang komprehensif, sebagaimana Vision for Marine Policy of Korea atau Australia's Oceans Policy. Keberanian Gus Dur membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan adalah bagian dari kekuatan visinya tentang kelautan.
Kedua, kemampuan interaksi politik dengan legislatif untuk menghasilkan produk legislasi dan politik anggaran yang pro-KP. Ketiga, kemampuan membuat terobosan serta mobilisasi sumber daya nasional dalam manajemen pembangunan melalui kelengkapan instrumen fiskal, moneter, keuangan, tata ruang, serta mobilisasi lintas sektor untuk mendukung sektor KP. Ini mengingat masalah KP banyak di luar sektor KP itu sendiri. Di sinilah sebabnya Gerbang Mina Bahari ala Megawati dan Revitalisasi Perikanan ala SBY belum berhasil, karena kedua presiden itu masih setengah hati dalam mobilisasi sumber daya nasional untuk KP.
Keempat, keberanian membentuk Menteri Koordinator Kelautan, yang berfungsi mendorong koordinasi dan kerja sama lintas sektor dalam mendorong penguatan sektor KP. Fungsi itu selama ini dipegang Dekin, namun belum maksimal. Kelima, kemampuan mengontrol kesesuaian desain kebijakan dan payung program dengan satuan proyek. Ini penting karena sering kali yang menerjemahkan kebijakan/program nasional menjadi proyek APBN adalah eselon 4 ke bawah. Apa artinya kebijakan ideal tanpa didukung program-program APBN. Keenam, kemampuan menggalang dukungan daerah dalam kerangka mempertahankan NKRI. Negara kepulauan ini memerlukan kemampuan pemersatu melalui instrumen keadilan ekonomi. Pulau-pulau di perbatasan potensial terlepas bila keadilan ekonomi tidak terwujud. Dan sektor KP dapat menjadi jalan menuju keadilan ekonomi itu.
Kaukus kelautan
Meski demikian, seolah persoalan mainstreaming hanya ranah eksekutif, padahal legislatif dan partai politik memiliki kekuatan besar. Legislatif memiliki fungsi legislasi dan politik anggaran, dan di sinilah justru pangkal persoalannya. Dalam kerangka mainstreaming KP, hal yang perlu dilakukan di lingkungan legislatif adalah membentuk kaukus kelautan, yang lintas komisi dan fraksi, yang fungsinya memperjuangkan kepentingan KP dalam setiap keputusan legislatif. Karena itu, perlu identifikasi anggota legislatif yang memiliki kepedulian dan komitmen untuk mainstreaming KP, dan lalu diikat dalam bentuk kaukus kelautan ini. Di sinilah kualitas anggota legislatif menjadi taruhannya, sehingga penting untuk memilih mereka yang punya komitmen membangun kelautan dan perikanan. Dan Pemilu 2009 merupakan momentum strategis untuk menghasilkan anggota legislatif dan presiden yang pro-KP. Dengan demikian, diharapkan ocean leadership makin kuat dan mainstreaming KP terwujud. *
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/03/27/Opini/krn.20090327.160616.id.html
Pengarusutamaan dan Kepemimpinan Kelautan
Written By gusdurian on Jumat, 27 Maret 2009 | 14.37
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar