BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Karut-marut Dana Kampanye

Karut-marut Dana Kampanye

Written By gusdurian on Jumat, 13 Maret 2009 | 14.49

Hampir seluruh partai politik (parpol) telah menyerahkan rekening khusus dana kampanye.


Dalam batas akhir seminggu sebelum dimulainya kampanye dalam bentuk rapat umum, mereka telah menyerahkan rekening yang dimaksudkan dalam Pasal 134 ayat (1) UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD,dan DPD,yakni rekening khusus yang memaparkan laporan awal dana kampanye pemilu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tiap tingkatan.

Menarik. Ada partai besar dengan jumlah dana sangat kecil, sedangkan ada partai baru (kecil) dengan dana terbesar. Hal lain, ada partai yang telah jorjoran dalam belanja kampanye media,tetapi hanya melaporkan jumlah dana kampanye yang sangat kecil jika dibanding dengan taksiran yang telah dikeluarkan. Hal yang seakan menggambarkan tidak adanya kerelaan atas kewajiban untuk melengkapi semua hal tersebut.

Aturan Dana

Karenanya, pertanyaan terbesarnya adalah mengapa kebanyakan parpol hanya menyetorkan rekening khusus? Hanya menyetorkan hal yang tidak lengkap secara keseluruhan? Padahal, jika ditelisik, aturan tersebut menyatakan dua hal yang harus diserahkan, yakni laporan dana awal kampanye dan rekening khusus dana kampanye. Praktis, hanya ada enam parpol yang melaporkannya secara lengkap.

Mudah ditebak, transparansi dana kampanye ini memang terkendala oleh aturan hukum yang tidak rapi menjelaskan pembedaan antara laporan awal dana kampanye dan rekening khusus dana kampanye. Harus diingat, dalam laporan awal dana kampanye,boleh jadi itu dalam bentuk natura dan/atau jasa selain dalam bentuk uang. Dana kampanye dalam bentuk uang kemudian harus ditempatkan di dalam rekening khusus dana kampanye sebagaimana yang diatur Pasal 129 ayat (4). Adapun laporan dana awal kampanye melaporkan keseluruhan yang jauh lebih luas, yakni termasuk barang dan/atau jasa.

Peraturan KPU No 1 Tahun 2009 sebagai penatalaksanaan UU No 10 Tahun 2008 ini memang menegaskan kewajiban memberikan laporan awal dana kampanye dan rekening khusus kampanye. Namun lebih lanjut karena ketidakjelasan pembedaan antara kedua hal yang harus dilaporkan tersebut, terjadi pengerdilan makna tentang laporan awal dana kampanye menjadi hanya rekening khusus dana kampanye. Hal yang kemudian diterjemahkan oleh parpol dengan hanya melaporkan rekening khusus dana kampanye. Hasilnya memang yang terlihat saat ini.

Laporan kebanyakan merupakan hal yang tidak lengkap. Hanya sekadarnya dan sama sekali tidak mendalam. Walau kita memang meragukan kesungguhan transparansi dana kampanye parpol, hal ini juga karena adanya sumbangsih dari KPU. KPU-lah yang kemudian tidak mampu menjelaskan secara detail dan terperinci mengenai laporan dana kampanye melalui Peraturan KPU No 1 Tahun 2009.

Dana Caleg?

Malah Peraturan KPU No 1 Tahun 2009 yang dikeluarkan tanggal 6 Februari 2009 ini juga gagal mengantisipasi Putusan MK atas Pasal 214 UU No 10 Tahun 2008. Dalam Putusan tersebut, MK telah menginvalidasi Pasal 214 UU No 10 Tahun 2008 dan membawa implikasi yang besar.

Salah satunya, putusan MK tersebut telah membawa implikasi pergeseran paradigmatik dari paradigma nomor urut menjadi suara terbanyak. KPU seharusnya tidak melupakan bahwa paradigma yang dibawa oleh MK telah menggeser peran besar parpol untuk kemudian berbagi dengan caleg.Hal ini bukannya tidak berimplikasi pada dana kampanye. Jika dulunya parpol menjadi penting sehingga seluruh dana kampanye diserahkan ke parpol, kini dengan model suara terbanyak, kebanyakan caleg bermain sendiri-sendiri, bahkan cenderung lepas sama sekali dari parpol.

Adalah logika yang sangat keliru jika hanya mengawasi dana kampanye melalui rekening-rekening parpol, padahal pada saat yang sama dimensi pemilunya telah tergeser menjadi pertarungan caleg dengan rekening para caleg masing-masing. Dalam pertarungan antarcaleg,dana pribadi atau orang per orang menjadi andalan utamanya.Sayangnya,dana pribadi atau orang per orang yang digunakan dalam kampanye ini tidak jelas akan perihal pengauditannya, bahkan juga tidak jelas batasannya.

Karena batasan sejumlah nominal tertentu yang ada dalam Pasal 131 ayat (1) dan (2) hanya berlaku kepada partai dengan membacanya bersamaan dengan Pasal 129 ayat (1), yakni ”Kegiatan kampanye pemilu anggota DPR,DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota didanai dan menjadi tanggung jawab partai politik peserta pemilu masing-masing.” Pengauditan juga masih berbicara di tingkat parpol dan bukan orang per orang. Pengauditan hanya dilakukan pada dana kampanye yang dikeluarkan oleh parpol,sedangkan orang per orang hanya untuk DPD.

Dengan ketiadaan aturan mengenai dana kampanye orang per orang yang non-DPD, aroma busuk dana haram akan mudah mengalir ke orang per orang. Penyandang dana besar akan bermain untuk mengusung orang-orang yang menjadi kandidat terbaik.Aroma ”jual-beli” kewenangan lembaga legislatif akan menjadi ”asap” dengan pemantik ”api” uang haram untuk membiayai terpilihnya calon-calon tertentu untuk menduduki jabatan kursi legislatif. Bahkan lebih mudah, tanpa perlu menyetorkan ke parpol yang nantinya diaudit, akan jauh lebih aman bila langsung bermain dengan individu caleg,tanpa batasan serta tanpa audit.

Sungguh, inilah potret karut-marut aturan mengenai dana kampanye pemilu. Keseriusan kita dalam menangkal penggunaan dana haram pada kampanye legislatif ternyata masih sebatas niat tanpa diikuti dengan keseriusan menangkal dan menambal hal-hal bocor dalam aturan dana haram kampanye. Semoga Pemilu Legislatif 2009 tidak ikut ”terbocorkan”dan ”terharamkan”.(*)

Zainal Arifin Mochtar
Dosen Ilmu Hukum dan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi FH UGM Yogyakarta


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/220301/
Share this article :

0 komentar: