BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Isu Hukum dalam Perjanjian Pinjaman LN Pemerintah

Isu Hukum dalam Perjanjian Pinjaman LN Pemerintah

Written By gusdurian on Selasa, 31 Maret 2009 | 11.22

Isu Hukum dalam Perjanjian Pinjaman LN Pemerintah

Beberapa waktu lalu diberitakan bahwa Indonesia kembali tidak memakai sejumlah pinjaman luar negerinya. Sebagai akibatnya, Indonesia harus membayar biaya komitmen (commitment fee).


Apa yang diberitakan hanyalah salah satu masalah dari sejumlah masalah yang terkait dengan pinjaman luar negeri pemerintah. Salah satu isu penting yang kurang, bahkan tidak mendapat perhatian, adalah isu hukum.

Pihak Kreditor dan Konsekuensi Hukum

Berdasarkan pengalaman, dalam perjanjian pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh Indonesia, ada tiga pihak yang dapat menjadi kreditor.Ketiga pihak tersebut adalah pemerintah suatu negara, lembaga keuangan internasional, dan bank komersial dari negara yang meminjamkan. Perjanjian pinjaman bila dilihat dari ketiga pihak tersebut membawa konsekuensi hukum yang berbeda.

Bila Pemerintah Indonesia membuat perjanjian pinjaman dengan negara, perjanjian ini masuk dalam kategori perjanjian internasional. Sebagai konsekuensi, perjanjian tersebut harus tunduk pada Undang- Undang Perjanjian Internasional (UU PI). Perjanjian pinjaman demikian, meski masuk dalam domain hukum internasional (publik), tetap bernuansa perdata.

Para birokrat yang menangani perjanjian pinjaman luar negeri umumnya tidak terbiasa dalam penanganan perjanjian yang bernuansa perdata. Namun bila pemerintah membuat perjanjian pinjaman dengan lembaga keuangan internasional, tidak saja UU PI yang perlu diperhatikan, tetapi juga keberadaan lembaga keuangan internasional tersebut.Lembaga keuangan internasional itu antara lain World Bank, International Monetary Fund, Asian Development Bank yang juga merupakan organisasi internasional.

Mereka memiliki anggaran dasar dan mempunyai kapasitas hukum (legal capacity) sendiri terpisah dari negara-negara yang mendirikannya. Sementara bila pemerintah membuat perjanjian pinjaman dengan bank komersial dari negara yang meminjamkan, kedudukan Pemerintah Indonesia bukanlah sebagai subjek hukum internasional. Pemerintah dalam transaksi tersebut merupakan subjek hukum perdata.

Perjanjian antara keduanya pun diatur menurut hukum perdata, bukan oleh hukum internasional. Sayangnya, sejak awal adanya perjanjian pinjaman luar negeri hingga saat ini,pemerintah kurang memperhatikan isu hukum dan berbagai konsekuensinya. Memang beberapa tahun lalu secara terpisah Bappenas dan Departemen Keuangan mengeluarkan buku panduan bagi para negosiator pinjaman luar negeri,tetapi keberadaannya belum memadai. Fokus perhatian pemerintah dalam perjanjian pinjaman luar negeri masih pada jumlah utang yang diberikan kreditor.

Posisi Tawar

Para negosiator pemerintah kerap memiliki sikap untuk menerima rancangan (draf) perjanjian pinjaman luar negeri yang disodorkan kreditor. Hal ini karena para negosiator menganggap posisi Indonesia selaku debitor lemah.Kesempatan untuk mengkritisi dan mempermasalahkan rancangan perjanjian pun diabaikan.

Sikap dan mentalitas seperti ini yang membuat langgengnya posisi tawar yang lemah dari Indonesia. Padahal dalam perjanjian pinjaman luar negeri bisa saja posisi kreditor justru berada pada posisi yang lemah. Paling tidak ada tiga faktor. Pertama, kreditor sangat membutuhkan debitor dalam rangka menyalurkan uang yang telah terakumulasi di negaranya maupun di lembaga keuangan internasional. Tanpa debitor, kreditor akan kesulitan menyalurkan dana yang terakumulasi.

Kedua, kreditor memiliki kepentingan dan agenda tertentu terhadap negara yang menjadi debitor. Ada berbagai macam kepentingan, mulai dari perlindungan para investor hingga memastikan agar negara yang menjadi debitor dapat diintervensi kedaulatannya. Dalam konteks ini, pinjaman luar negeri telah menjadi alat pengganti kolonialisme. Semakin suatu negara bergantung pada pinjaman luar negeri, semakin rentan negara tersebut untuk diintervensi kedaulatannya, mulai dari ekonomi, politik,bahkan hukum oleh negara maupun lembaga keuangan internasional yang menjadi kreditor.

Ketiga, pinjaman yang disalurkan, terutama soft loan,sebenarnya ditujukan oleh negara yang menjadi kreditor untuk menggerakkan perekonomian nasionalnya. Pinjaman luar negeri seperti ini biasanya diberikan dengan syarat untuk menggunakan barang dan jasa yang berasal dari negara yang meminjamkan.

Oleh karenanya perjanjian pinjaman luar negeri demikian kerap disebut sebagai tied loan. Ini mengindikasikan ketergantungan kreditor terhadap debitor dalam menggerakkan perekonomian nasional mereka. Sayangnya Pemerintah Indonesia tidak pernah memaksimalkan kerentanan posisi tawar dari kreditor.Akibatnya Indonesia selalu menerima apa pun kondisi dan syarat dalam perjanjian pinjaman luar negeri yang disampaikan kreditor.

Detail

Isu hukum lain adalah para negosiator sering tidak memperhatikan detail dari perjanjian pinjaman. Detail ini berupa pasalpasal yang seolah dianggap sebagai sesuatu yang standar. Para negosiator Indonesia lebih bersikap tidak ingin dipusingkan dan menganggap pasal-pasal dalam perjanjian sebagai sesuatu yang take it for granted. Padahal bila diperhatikan pasal demi pasal, banyak sekali posisi Pemerintah Indonesia yang dirugikan.

Salah satu contoh adalah ketentuan pembayaran biaya komitmen. Seharusnya ketentuan ini bisa dinegosiasikan sehingga lebih berpihak kepada Indonesia, terutama bila pinjaman tidak digunakan atau terpakai. Sebagai contoh harusnya ada ketentuan bahwa jika dalam jangka waktu tertentu, semisal 6 bulan, dan tidak ada pemberitahuan dari pemerintah sehubungan dengan pencairan, perjanjian pinjaman akan berakhir dan pemerintah akan dibebaskan dari pembayaran biaya komitmen. Contoh lain adalah klausul penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa selalu dilakukan di negara pemberi pinjaman. Ini bisa diperbaiki dengan meminta penyelesaian sengketa diselesaikan di Indonesia atau paling tidak di negara yang netral (bukan Indonesia, tetapi bukan juga negara kreditor). Masih banyak lagi pasal-pasal yang dapat disempurnakan sehingga perjanjian pinjaman tidak melulu melindungi dan berpihak pada kreditor. Intinya perjanjian pinjaman luar negeri bukanlah suatu yang netral.Keberpihakan harus diupayakan dan tidak bisa diharapkan datang dengan sendirinya dari kreditor.

Ke Depan

Di samping Pemerintah Indonesia belum memaksimalkan bargaining chipuntuk memperkuat posisi tawarnya, kendala terbesar adalah kurangnya sarjana hukum pemerintah yang mampu mengutak-atik perjanjian pinjaman luar negeri.

Kalaupun pemerintah hendak menyewa advokat yang memahami perjanjian pinjaman, kelemahannya adalah advokat tersebut tidak memiliki pengetahuan menangani kontrak-kontrak yang berdimensi publik (kontrak di mana salah satu pihaknya adalah pemerintah). Kalaupun ada sarjana hukum yang andal dan mampu, kerap peran mereka tidak dimaksimalkan.

Masih banyak pengambil kebijakan di Indonesia yang menganggap orang hukum hanyalah penghalang bagi berhasilnya suatu transaksi. Sikap yang demikian akan berujung pada penyesalan di kemudian hari ketika hubungan antara kreditor dan debitor tidak lagi mesra. Para pengambil kebijakan harus sadar, pinjaman yang diberikan ke Indonesia oleh negara maju maupun lembaga keuangan internasional harus dinegosiasikan secara ekstra hati-hati.

Hal ini karena pinjaman luar negeri pemerintah tidak bisa lagi disamakan ketika kreditor memberikan pinjaman kepada negara-negara Eropa Barat pasca-Perang Dunia II. Pinjaman luar negeri melalui Marshall Plan telah berhasil mengembalikan Eropa Barat dalam keadaan semula. Bagi Indonesia dan kebanyakan negara berkembang,pinjaman luar negeri tidak akan mampu mengubah dari status negara berkembang menjadi negara maju. Justru sebaliknya bila tidak hati-hati pinjaman luar negeri (telah) menjadi beban,bahkan membawa negara ke ambang kebangkrutan.(*)

Hikmahanto Juwana
Guru Besar Hukum Internasional pada Fakultas Hukum UI


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/225322/
Share this article :

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Do you Need Personal Loan?
Do you Need Business Loan?
Are you in need of a loan?
Do you want to pay off your bills?
Do you want to be financially stable?
email:(majidvijahlending@gmail.com)

Our Loan Services Include:

1)Personal Loan
2)Business Loan
3)Secured Loan
4)Unsecured loan
5)Consolidation Loan
6)Mortgage Loan
7)Payday off loan?
8)Student Loans
9)Commercial Loan.
10)Car Loan
11)Investments Loans.
12)Development Loans.
13)Acquisition Loans .
14)Construction loans.

email:(majidvijahlending@gmail.com)

osma mengatakan...

Halo semua,
Nama saya Tuan, Rugare Sim. Saya tinggal di Belanda dan saya orang yang bahagia hari ini? dan saya mengatakan pada diri saya bahwa setiap pemberi pinjaman yang menyelamatkan saya dan keluarga saya dari situasi kami yang buruk, saya akan merujuk siapa saja yang mencari pinjaman kepadanya, dia memberikan kebahagiaan untuk saya dan keluarga saya, saya membutuhkan pinjaman sebesar $ 300,000.00 untuk memulai hidup saya sebagai seorang ayah tunggal dengan 2 anak saya bertemu dengan orang yang jujur ​​dan Allah takut kepada pemberi pinjaman yang membantu saya dengan pinjaman sebesar $ 300.000,00, dia adalah orang yang takut akan Allah, jika Anda membutuhkan pinjaman dan Anda akan membayar kembali pinjaman, silakan hubungi dia mengatakan kepadanya bahwa (Mr, Rugare Sim) merujuk Anda kepadanya. Hubungi Mr, Mohamed Careen melalui email: (arabloanfirmserves@gmail.com)


FORMULIR INFORMASI APLIKASI PINJAMAN
Nama depan......
Nama tengah.....
2) Jenis Kelamin: .........
3) Jumlah Pinjaman Yang Dibutuhkan: .........
4) Durasi Pinjaman: .........
5) Negara: .........
6) Alamat Rumah: .........
7) Nomor Ponsel: .........
8) Alamat email ..........
9) Penghasilan Bulanan: .....................
10) Pekerjaan: ...........................
11) Situs mana yang Anda di sini aboutus .....................
Terima kasih dan Salam.
Email arabloanfirmserves@gmail.com