BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Sulit Bermuka Tembok, Arbi Sanit Tolak Jadi Politisi

Sulit Bermuka Tembok, Arbi Sanit Tolak Jadi Politisi

Written By gusdurian on Jumat, 06 Februari 2009 | 10.53


Tidak banyak orang yang mau menyia-nyiakan kesempatan bergelut di dunia politik meski tawaran itu mengalir. Orang-orang yang seharusnya tidak layak masuk ke dunia politik karena tidak punya kemampuan saja berebutan menyodorkan diri.

Dari sedikit orang yang tidak tergoda jadi politisi itu adalah pengamat politik dari UI Arbi Sanit. Padahal sebagai pengamat politik senior, Arbi tidak pernah sepi dari tawaran masuk parpol.

Namun semua iming-iming dari parpol itu ditolaknya karena dia merasa tidak memiliki muka tebal yang menghilangkan rasa malu, jantung ganda yang sewaktu-waktu copot satu masih ada gantinya.

"Permainan politik itu dasyat. Saya 40 tahun belajar ilmu politik, tapi saya tidak berani terjun ke dunia politik. Padahal tawaran itu sangat banyak," kata arbi sanit pada detikcom kamis (5/2/2009).

Menurut dosen UI ini, politik itu busuk. Karena itu kalau seseorang ingin terjun di dunia politik, ia harus siap bergelut dengan dunia kebusukan. Kalau dia berhasil, dia akan menjadi politisi yang disegani kawan maupun lawan.

"Politik itu busuk. Karena itu sebaiknya dipisahkan aja antara agama dan politik seperti di barat. Untuk menjadi politisi itu harus muka tembok, jantungnya dobel, hatinya seperti batu, kalau tidak bisa jangan harap berhasil jadi politisi," terang Arbi.

Sebagai bukti dari dasyatnya politik, Arbi mencontohkan maraknya praktek politik uang. Menurutnya politik uang itu benar-benar mengancam transisi demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.


Karena itu, dia berharap Pemilu 2009 menjadi momentum perbaikan bagi kualitas berdemokrasi dan pembangunan bangsa. Caranya rakyat benar-benar memilih wakil rakyat dan pemimpin yang berkomitmen mensejahterakan rakyat.

"Ini momentum bagi politisi untuk menunjukkan leadership-nya. bukan mengajari masyarakat untuk menjadikan politik sebagai bahan transaksi pragmatis," kata Arbi

Arbi meminta para caleg dan capres tidak membiarkan masyarakat mempraktekkan pola berpolitik yang merusak. praktek jual beli suara hanya akan menjauhkan cita-cita indonesia menjadi lebih baik.

"Jangan sampai mau diperas, praktek seperti ini harus dilawan. Kalau tidak, jangan harap ada perbaikan nasib bangsa," terangnya

"Seorang calon yang menangnya dengan cara membayar, pasti yang dipikirkan pertama kali bagaimana mengembalikan modalnya, bukan bagaimana memperbaiki nasib rakyatnya," terangnya.

Karena itulah, Arbi menghimbau agar rakyat tak memilih caleg yang menaburkan uang dalam menarik simpati pemilih. Demikian juga, dengan caleg yang ingin memperbaiki negeri ini dengan setulus hati, agar tak mengajari rakyat dengan politik transaksional.

"Pemilu tahun ini menjadi momentum, apakah para politisi terjebak dalam permainan atau mau memperbaiki diri dan negara untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera,"pungkas Arbi.***
Share this article :

0 komentar: