BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Sri Adiningsih : Ayo, Kita Turunkan Indeks Kesengsaraan

Sri Adiningsih : Ayo, Kita Turunkan Indeks Kesengsaraan

Written By gusdurian on Jumat, 13 Februari 2009 | 12.48

Sri Adiningsih : Ayo, Kita Turunkan Indeks Kesengsaraan

Sejak Indonesia keluar dari krisis ekonomi pada 2004, kita selalu memimpikan kehidupan yang lebih baik, sejahtera, dan maju. Tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain di kawasan ini. Apalagi, bangsa Indonesia kaya akan sumber daya alam dan memiliki tanah subur yang dapat ditanami sepanjang tahun. Bukan mimpi siang bolong kalau kita berharap memiliki kehidupan yang makmur dan maju sejajar dengan bangsa-bangsa tetangga kita.

Namun, mimpi itu tetap tidak mudah diraih. Dalam ekonomi dunia yang semakin dinamis dan volatilitasnya tinggi, kita harus jatuh bangun untuk bertahan. Kehidupan masyarakat kita masih saja cenderung memburuk. Padahal, kita sedang menghadapi krisis ekonomi global yang dalam dan panjang. Karena itu, perlu ada pemahaman yang baik tentang kondisi hidup masyarakat agar kita tidak salah mengambil langkah.

Dengan situasi krisis ekonomi dunia yang semakin dalam seperti sekarang, amatlah lumrah kalau kita ingin mengetahui apakah kehidupan kita semakin membaik atau memburuk dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan, di negara seperti Amerika Serikat yang sangat kaya, masyarakat mulai menanyakan lagi kualitas hidup mereka. Apakah semakin baik atau semakin buruk? Harian terkemuka AS the New York Times pada edisi 12 September 2008 mulai mengkhawatirkan memburuknya kehidupan mereka yang diukur dengan misery index atau indeks kesengsaraan (penjumlahan angka inflasi dan pengangguran) yang sudah diatas 10 persen.

Indeks yang dulu dibuat oleh Arthur Okun, penasihat ekonomi Presiden AS Lyndon Johnson pada akhir 1960-an itu dapat dipakai sebagai salah satu indikator tingkat kesengsaraan masyarakat. Indeks terkecil sejak 1948 diraih AS pada 1953 sebesar 3,74 pada zaman Presiden Eisenhower. Meski indeks sejak 1993 selalu di bawah 10, indeks tertinggi terjadi pada 1980 sebesar 20,76 (terbesar sejak 1948). Namun, indeks rata-rata dalam 60 tahun terakhir adalah 9,46.

Naiknya indeks kesengsaraan menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat AS semakin sengsara karena tingginya inflasi dan pengangguran. Nilai indeks diperkirakan sudah mencapai lebih dari 11 saat ini. Padahal, sejak 1983 nilai rata-rata adalah 7,95. Berarti bahwa kehidupan masyarakat AS semakin memburuk dengan adanya krisis ekonomi pada saat ini.

Bagaimana dengan Indonesia?

Angka indeks kesengsaraan Indonesia memang naik turun selaras dengan kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan Bank Indonesia (BI), indeks kesengsaraan Indonesia sebesar 19,09 pada 2002, merosot menjadi 14,66 pada 2003. Itu berarti pada masa-masa itu tingkat kesulitan hidup masyarakat menurun.

Pada 2004, seiring dengan adanya pemilu yang menimbulkan pemanasan suhu politik, nilainya agak naik menjadi 16,24. Pada 2005, meski kondisi ekonomi sudah pulih dari krisis dan harapan masyarakat terhadap kehidupan yang lebih baik tinggi, indeks kesengsaraan hidup justru naik tajam menjadi 28,33. Ini disebabkan naiknya harga BBM lebih dari 100 persen pada saat itu. Demikian juga jumlah pengangguran yang naik.

Pada 2006 dan 2007 angkanya sempat turun menjadi 16,90 dan 15,69. Namun, pada 2008 angkanya naik lagi menjadi 19,47. Jelas ini bukan perkembangan yang baik bagi kehidupan masyarakat. Sebab, tingginya angka tersebut menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia semakin sengsara.

Bagaimana dibanding negara-negara lain pada 2008? Ternyata umumnya negara-negara tetangga dapat meningkatkan kesejahteraan lebih baik. Negara jiran Malaysia angkanya 8,9; Thailand 6,9; Singapura 8,8; dan India 15,1; Pakistan 26,4; Turki 20,9 (diambil dari the Economist 17 Januari 2009). Dari data yang ada, jelas bahwa indeks kita hanya lebih baik dari Pakistan dan Turki pada pada 2008.

Namun, dibanding tiga negara di kawasan ASEAN yang disebut di atas, tahun lalu kualitas kehidupan bangsa Indonesia masih di bawah negara Malaysia ataupun Thailand. Masalahnya menjadi semakin mengkhawatirkan karena kita sedang dilanda krisis ekonomi global yang dampaknya bisa lebih besar dan lama.

Tantangan 2009

Tingginya indeks kesengsaraan itu menunjukkan ada yang salah dengan pengelolaan ekonomi kita. Memburuknya kualitas kehidupan masyarakat perlu kita sikapi. Indonesia harus mengubah kebijakan ekonomi agar mampu mengatasi masalah kesengsaraan masyarakat saat ini, serta bisa meningkat pada masa mendatang. Jangan sampai kualitas hidup masyarakat memburuk lagi.

Jelas bahwa kebijakan ekonomi yang sering responsif, populis, namun tidak menyelesaikan masalah mendasar ekonomi bangsa ini tidak dapat mengangkat kualitas hidup rakyat. Sudah saatnya kita bersama-sama bekerja agar jangan lagi mengulang berbagai kesalahan dalam pembuatan kebijakan yang dapat meningkatkan kesengsaraan masyarakat.

Tahun ini merupakan tahun pemilu. Kita mesti menjaga agar jangan sampai politisasi kebijakan ekonomi ataupun anggaran untuk kepentingan pemilu terjadi. Dengan utang yang sudah besar (akan meningkat lagi), serta tingkat kesengsaraan masyarakat yang tinggi, tidak perlu ditambah dengan masalah lain, sehingga dapat meningkatkan kesengsaraan masyarakat pada masa mendatang. Jogja, 31 Januari 2009

Sri Adiningsih

Ekonom UGM

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=50008
Share this article :

0 komentar: